Aku (Muhammad) hanya
diperintahkan menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) yang Dia telah menjadikan suci
padanya dan segala sesuatu adalah milik-Nya. Dan aku diperintahkan agar aku
termasuk orang muslim. (QS 27: 91)
Kutipan ayat di atas adalah kutipan ayat Al-Qur’an. Umat islam yakin bahwa Al-Qur’an
merupakan firman yang berasal dari Allah sendiri. Firman itu disampaikan secara
langsung kepada nabi Muhammad SAW (570 – 632 M). Berhubung Muhammad adalah
seorang yang tidak bisa membaca dan menulis, maka setelah mendapatkan firman
Allah itu dia langsung mendiktekan kepada pengikutnya untuk ditulis. Semua
tulisan-tulisan itu kemudian dikumpulkan, dan jadilah kitab yang sekarang dikenal dengan nama
Al-Qur’an. Karena itu, apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah merupakan
kata-kata Allah sendiri. Tak heran bila umat islam menganggap kitab tersebut
sebagai sesuatu yang suci, karena Allah sendiri adalah mahasuci. Penghinaan
terhadap Al-Qur’an adalah juga penghinaan terhadap Allah, dan orang yang
melakukan hal tersebut wajib dibunuh. Ini merupakan kehendak Allah sendiri,
yang tertuang dalam Al-Qur’an (QS al-Maidah: 33).
Berangkat
dari keyakinan umat islam ini, maka kutipan ayat Al-Qur’an di atas haruslah dikatakan merupakan perkataan Allah. Apa yang
tertulis di atas, kecuali yang ada dalam tanda kurung, merupakan kata-kata
Allah sendiri yang disampaikan kepada Muhammad. Ada 2 kata yang ada dalam tanda
kurung, yaitu “Muhammad” dan “Mekkah”. Dapat dipastikan kedua kata tersebut merupakan
tambahan kemudian yang berasal dari tangan manusia, bukan asli perkataan Allah.
Karena itu, sejatinya wahyu Allah berbunyi sebagi berikut: “Aku
hanya diperintahkan menyembah Tuhan negeri ini yang Dia telah menjadikan suci
padanya dan segala sesuatu adalah milik-Nya. Dan aku diperintahkan agar aku
termasuk orang muslim.”
Dalam perjalanan waktu, umat islam sadar akan kekacauan bahasa dari wahyu Allah tersebut. Mereka bersikukuh bahwa ayat-ayat Al-Qur’an adalah asli wahyu Allah, namun ketika ayat ini dipahami demikian, maka terjadi kekacauan logika. Bagaimana mungkin Allah yang berbicara diperintahkan menyembah Tuhan negeri ini. Hal ini tentu akan memperlihatkan bahwa Allah islam itu tidak hanya satu tetapi dua, yaitu Allah yang bersabda, yang sabda-Nya menjadi kitab suci Al-Qur’an, dan Allah yang disembah oleh Allah yang bersabda. Tentulah ini bertentangan dengan konsep tauhid islam, meski masalah ini ada banyak ditemui dalam Al-Qur’an. Sekali lagi ini membuktikan betapa kacau balaunya Al-Qur’an, sekalipun ia diyakini berasal dari Allah, dan Allah itu maha sempurna. Bagaimana mungkin Allah yang sempurna menghasilkan sesuatu yang tidak sempurna dan kacau balau.