Jumat, 06 Januari 2023

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH YUNUS AYAT 56

 


Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS 10: 56)

Al-Qur’an diyakini oleh umat islam merupakan wahyu Allah yang secara langsung disampaikan kepada nabi Muhammad SAW. Hal ini bisa dipahami sebagai berikut: Allah berbicara kepada Muhammad, dan Muhammad mendengarnya. Umat islam percaya hanya Muhammad sebagai penerima wahyu Allah. Dengan demikian, ia adalah lawan bicara Allah. Apa yang didengar Muhammad itulah yang kemudian ditulis dan akhirnya menjadi sebuah kitab yang diberi nama Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, umat islam percaya dan meyakini bahwa apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah merupakan kata-kata Allah SWT sendiri. Karena itu, umat islam menaruh hormat yang tinggi kepada Al-Qur’an. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama artinya pelecehan kepada Allah SWT. Dan orang yang melakukan hal itu, berdasarkan perintah Allah dalam Al-Qur’an, wajib dibunuh (QS al-Maidah: 33).

Umat islam menganggap dan menilai Al-Quran sebagai keterangan dan pelajaran yang jelas, karena memang demikianlah yang dikatakan Allah sendiri. Allah telah memudahkan wahyu-Nya sehingga umat bisa dengan mudah pula memahaminya. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Umumnya para ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan kata lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Sekalipun ditafsirkan, tetap saja tafsiran itu tak jauh dari apa yang tertulis. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran. Penafsiran atas wahyu Allah yang tidak sesuai dengan apa yang tertulis bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari pemahaman ini, maka apa yang tertulis dalam surah Yunus ayat 56 di atas merupakan perkataan langsung dan asli dari Allah SWT. Allah berbicara dan Muhammad mendengarnya. Apa yang tertulis di sana seperti itu juga yang didengar oleh nabi Muhammad SAW. Dan apa yang disampaikan Allah ini sudah jelas maknanya. Dengan sangat mudah dan sederhana ulama islam menafsirkan kutipan kalimat Allah di atas sebagai wujud kekuasaan Allah, yaitu Allah berkuasa atas hidup dan matinya manusia. Dari sini lahirlah pernyataan “hidup mati di tangan Tuhan.” Allah merupakan tujuan akhir perjalanan hidup manusia.

Pada titik ini terlihat jelas betapa indahnya tafsiran wahyu Allah ini. Dan biasanya umat agama lain langsung terpesona dan kagum dengan penjelasan dan kata-kata manis yang keluar dari para ulama, sekalipun tafsiran seperti itu terdapat juga pada ajaran agama lain. Keterpesonaan dan kekaguman atas tafsiran wahyu Allah di atas terjadi ketika kutipan kalimat Allah itu ditafsir lepas dari konteksnya. Perlu diketahui konteks wahyu Allah yang ada dalam Al-Qur’an adalah Allah berbicara dan Muhammad mendengarkan. Umat islam percaya Muhammad adalah lawan bicara Allah. Karena itu, kutipan ayat di atas diyakini sebagai kata-kata Allah yang diucapkan-Nya kepada Muhammad. Berdasarkan konteks keindahan tafsiran atas wahyu Allah ini, bagi orang yang berpikiran waras, akan langsung terlihat seperti “tong kosong nyaring bunyinya”. Artinya ada masalah dalam wahyu Allah ini.