Minggu, 02 Agustus 2020

CARA ISLAM MENYELESAIKAN KASUS ZINAH


UMAR bin Al-Khattab adalah kekalifahan kedua dalam sejarah Islam pasca nabi Muhammad meninggal tahun 632. Dia menggantikan Abu Bakar, yang dipilih sebagai kalifah pertama (632 – 634). Masa kekuasaannya berlangsung 10 tahun. Sama seperti Abu Bakar, akhir hidup Umar juga tragis, yaitu dibunuh oleh mereka yang ingin membalas dendam atas kebiadaban Umar dan tentara islam. Nasib kedua sahabat nabi ini tak jauh beda dengan sang teladan mereka, yakni Nabi Muhammad. Hanya Muhammad bernasib sedikit lebih baik. Sebagaimana diketahui, nabi Muhammad pun nyaris mati dibunuh oleh isteri Yahudinya, yang semua anggota keluarga, termasuk suaminya dibunuh oleh pasukan Muhammad. Jadi, pembunuhan ini terjadi sebagai aksi balas dendam. Adanya dendam karena adanya kejahatan. Tak mungkin orang menaruh dendam kepada kebaikan.
Ketika nabi Muhammad masih hidup, Umar merupakan salah seorang yang berani melawan perkataan nabi. Sebagaimana dikisahkan hadis sahih Muslim, saat nabi hampir meninggal, nabi meminta alat tulis. Saat itu Muhammad sedang dikelilingi para sahabatnya. Nabi ingin menulis sesuatu sebagai pegangan terakhir umat islam yang akan ditinggalkannya supaya tidak sesat. Namun Umar menolak keinginan Muhammad. Dia berkata, “Sudah jelas Rasul Allah sangat terganggu karena sakit. Kalian sudah punya Quran. Buku Allah itu sudah cukup bagi kita.” Pernyataan Umar ini menimbulkan pertengkaran di antara para sahabat nabi, sehingga Muhammad mengusir mereka semua.
Pernyataan Umar tersebut kontras dengan sikapnya terhadap nikah muta’a (nikah sementara atau sekedar senang-senang saja). Pada masa kekuasaannya Umar melarang umat islam melakukan nikah muta’a. Bahkan Umar mengancam akan menghukum siapapun yang berani melakukan hal ini. Padahal Alquran mengizinkan orang mempraktekkan nikah muta’a (bdk. QS an-Nisa: 24).
Pada masa kekalifahannya Umar dikenal sebagai hakim yang bijak karena menyelesaikan persoalan dengan adil dan arif. Karena itulah dia dijuluki ‘Umar al Faruq’, yang berarti Umar yang bijak. Dalam dunia islam, pemimpin adalah juga sekaligus hakim. Berikut ini satu contoh kasus bagaimana Umar menyelesaikan kasus tuduhan perzinahan yang terjadi pada tahun 17 Hijriah (638 Masehi).
Suatu hari dibawa ke hadapan Umar sepasang anak manusia, al-Mughirah ibn Shu’bah dan Um Jamil, yang kedapatan berbuat zinah. Tiga sahabat nabi, yakni Abi Bikra, Nafi ‘a bin al-Harith dan Shibal bin Ma’abad mengaku telah menyaksikan kedua orang tersebut berzinah. Ketika sahabat nabi yang keempat (Zaiad ibn Shamalah) muncul, Umar meyakinkannya bahwa dia tidak akan mengecewakan al-Mughirah ibn Shu’bah. Umar menanyakan apa yang dilihat Zaiad.