Kamis, 10 Januari 2013

(C E R P E N) Bulan Mengintip di Balik Awan

BULAN MENGINTIP DI BALIK AWAN
Samir agak kurang percaya pada cerita-cerita temannya tentang acara malam keyboard. Memang seperti sudah menjadi kebiasaan di wilayah Sumatera Utara untuk menyelenggarakan keyboard pada malam hajatan. Perkawinan, misalnya. Itu Samir sudah lama tahu. Malah ia tahu sejak kapan kebiasaan keyboard muncul menggantikan seni-seni tradisional seperti  gondang atau musik-musik orkes keliling. Samir tahu. Tapi kalau sudah menampilkan artis-artis cantik nan sexy dengan goyang seronok, Samir belum tahu. Itupun kalau tidak diceritakan rekan-rekannya, ia tetap tidak akan tahu.
“Aduh Bang, gila bener gerakannya,“ jelas Joko sambil meniru-niru gerakan penyanyi keyboard  dua malam lalu di desa Sigagak.
“Celananya saja kayak celana renang cowok. Ketat. Seketat baju yang membungkus tubuhnya. Teteknya..., waduh aku jadi mau onani saja.”
Samir senyum-senyum saja. Ia masih belum percaya. Ia hanya curiga, mungkin itu sekedar khayalan teman-temannya yang sering nonton film-film porno. Bukankah CD-CD porno agak bebas beredar. Malah di rental-rental yang ada di kampung-kampung pun sudah bisa kita temui CD blue film. Tinggal sebut ‘filem Unyil’ saja, petugas rental udah mengerti.
“Kenapa sih Abang nggak percaya?”
“Abang jangan pikir penari-penari telanjang itu cuma ada di Jakarta. Mentang-mentang abang lama di Jakarta...”
“Iya nih! Sekarang kan jaman globalisasi. Jadi, apa yang ada di sana, ada juga di sini. Cuma bedanya, di sana kan untuk kalangan berduit, orang-orang kaya. Penari-penarinya mau sampai bugil. Di sini kan masih tingkat kampungan. Cukuplah sebatas paha dan dada.”
“Itupun sudah membuat penonton jadi bernafsu.”
Samir memang pernah tinggal cukup lama di Jakarta. Dan dia tahu adanya pertunjukan tarian bugil. Streaptease, istilahnya. Malah ia pernah baca di sebuah majalah cukup terkenal. Kalau tidak salah namanya Matre, atau mungkin juga Pop Ular. Di situ diberitakan adanya fenomena lain streaptease. Sebelum-sebelumnya acara ini selalu menampilkan kaum wanita. Kini yang menari-nari sampai buka-bukaan itu dilakukan kaum pria. Umumnya mereka mahasiswa dan ber-body atletis. Dan sudah pasti penontonnya bukan bapak-bapak direktur perusahaan ini itu, pengusaha itu ini. Penontonnya adalah wanita-wanita karier sukses, direktris atau wanita muda pengusaha. Merekalah yang nonton cowok-cowok muda atletis itu meliuk-liuk di pentas membangkitkan gairah manstrubasi mereka. Acara khusus siang hari. Beda dengan acara selera kaum pria yang dilaksanakan malam hari. Mungkin untuk bagi-bagi tugas jaga rumah. Bisa jadi suami istri sama-sama pengusaha dan sama-sama punya hobi menghamburkan uang untuk hiburan tersebut.
Samir tahu semua itu. Ia tahu pertunjukan itu spesial kaum berduit, seperti kata Totok. Untuk kaum pinggiran paling dengan film-film blue yang bisa sewa dengan uang 2.500 atau kalau mau beli cukup dengan 10.000. Itupun nontonnya pakai sembunyi-sembunyi. Paling cuma 4-5 orang teman dekat. Tapi ini, keyboard, ditampilkan di panggung terbuka. Untuk umum pula. Anak-anak pun bebas nonton, malah mereka berada di barisan depan. Apa nggak gila? Batin Samir.
“Minggu lalu abang tidak nonton keyboard yang di simpang Koper?”
“Iya.”
“Kenapa rupanya?”
“Ceweknya menari-nari dengan ular. Goyangannya sungguh panas. Ia seperti bercumbu dengan ular. Ular itu dijepit di sela kedua pahanya yang mulus. Kemudian ia menggoyang-goyangkan pinggulnya. Erotis benar!”
 “Persis penari telanjang di film-film yang menggesek-gesekkan anunya ke tiang besi.”
 “Iya.”
 “Edan!” Samir cuma berguman.
 “Itulah hiburan kelas pinggiran, Bang.”
Itulah hiburan kelas pinggiran, Samir bertanya-tanya dalam hati. Ia tak habis pikir. Sudah seburuk itukah moral bangsa? Atau mungkin itu yang memang dicari-cari orang saat ini. Akibat modernisasi? Samir pernah membaca buku Erich Fromm. Judulnya Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia Memang buku itu lebih mengulas soal kekerasan, tapi ada tesis yang cocok untuk masalah ini. Dalam buku itu, Erich Fromm menyatakan bahwa perkembangan peradaban manusia berpengaruh pada peningkatan kebiadaban manusia. Semakin meningkat peradaban manusia, semakin biadab pula manusia. Semakin tidak beradab. Bisa juga dibilang tidak bermoral.
Adakah kaitannya? Samir terus mencari-cari jawabannya. Setidak-tidaknya itulah fakta yang ada dewasa ini. Bukankah seni-seni tradisional, orkes-orkes kampung jalanan sudah diganti dengan keyboard sejalan dengan perkembangan peradaban manusia? Bisa dipastikan anak-anak sekarang sudah tidak tahu lagi apa itu seni wayang atau gondang. Mereka pasti tidak suka lagi pada musik-musik orkes. Tidak menarik. Juga tidak seru. Modernitas telah menghapus seni-seni tradisional rakyat dan mengucapkan selamat datang pada musik keyboard  yang menyentak keras. Dan supaya lebih seru, ditampilkanlah gadis-gadis sexy dengan goyangan sensual menggoda menggantikan wanita-wanita ayu dengan gerak tari langgam Jawa atau tarian tradisional rakyat Batak: Tor-Tor.
***
Seorang gadis cantik mengenakan sepatu tinggi dan kakinya yang langsing berbalut stocking. Ia menggebrak di atas panggung. Lagu dangdut yang panas dengan irama house music menghentak. Sepasang kaki menari-nari. Pinggulnya bergoyang-goyang. Gadis itu cuma mengenakan kaos ketat model tank top, yang kini lagi digandrungi remaja-remaja ABG dan ibu-ibu muda. Seperti biasa pusarnya kelihatan. Celananya pun ekstra ketat dan minim, memamerkan kemulusan pahanya yang tak terbalut stocking. Ia terus menari sambil bernyanyi dengan suara yang jauh dari merdu.
Penonton bersorak-sorak. Entah apa yang mereka sorakkan. Apa lantaran suaranya yang jelek atau karena penampilannya yang merangsang.
Di kegelapan malam, Samir berdiri terpaku. Ia berdiri di antara kerumunan warga kampung Inpres yang juga lagi nonton keyboard di pesta pernikahan anak salah seorang warga kampung itu. Mata Samir tetap tertuju pada penyanyi itu. Bibirnya yang merah setengah terbuka seperti selalu minta dicium. Musik makin menggila dan tariannya pun semakin panas. Gadis itu bergerak mendekati tiang penyangga keyboard. Ia seakan-akan menyetubuhi tiang itu. Pemain keyboard-nya senyum-senyum saja. Anak-anak di barisan depan berteriak-teriak. Tak ketinggalan anak-anak mudanya.
“Betul kan, Bang,” jelas Joko yang berdiri di sampingnya. “Erotis banget.”
Samir tidak memberi tanggapan. Ia terus memperhatikan gadis itu.
Pantatnya bergoyang-goyang. Ke kiri dan ke kanan. Sesekali ke depan. Sangat erotis. Persis gerakan orang bersenggama yang ada di film-film blue. Para pemuda semakin tergila-gila. Rambutnya yang dibiar tergerai sebatas bahu ikut bergoyang seiring gerakan kepalanya dan hentakan musik panas. Tiba-tiba gadis itu menunduk ke arah penonton. Mata Samir terbelalak melihat belahan dadanya yang montok.
Duh, nyaris keluar teteknya,” komentar seorang penonton disambut tawa girang penonton lain.
 “Gadis itu sepertinya nggak pake BH,” ujar Joko. Tu, pentilnya saja kelihatan menonjol di kaosnya.”
 “Wus! Kedengaran anak-anak.”
 “Ala Bang. Urusan kayak gitu, anak kecil saja tau.”
Samir tidak mau berkomentar lagi. Ia kembali menatap ke arah panggung. Gadis itu terus mendendangkan lagu-lagu dangdut yang lagi populer di masyarakat. Tak peduli komentar orang atas suaranya. Badannya yang lentur menggeliat. Sesekali ia melompat berjingkrak-jingkrak sehingga buah dadanya yang besar montok ikut bergoyang. Para penonton di luar semakin penasaran.
Sekejap mata Samir menangkap sekelabat bayangan hitam di kegelapan malam. Dua anak manusia berjalan meninggalkan keramaian pesta menuju kegelapan sunyi. Mata Samir terus memperhatikannya. Seorang pemuda dan seorang pemudi. Mereka berjalan cepat menuju belakang sekolah. Samir curiga.
Selang beberapa menit Samir pergi meninggalkan Joko yang masih lagi terpukau. Ia berjalan menuju belakang sekolah itu. Dari jarak dekat ia sudah bisa mendengar suara desahan-desahan dua anak manusia dalam irama kenikmatan. Samir makin tambah curiga. Ia terus mendekat.
Dalam remang-remang cahaya rembulan, sepasang remaja lagi asyik ber-dekapan. Tubuh-tubuh mereka menyatu. Dan pinggul-pinggul mereka saling beradu-temu dalam goyangan-goyangan kenikmatan nafsu birahi.
Bulan mengintip dari balik awan-awan.

Samir cuma menggelengkan kepala. Itukah hiburan kelas pinggiran, hatinya bertanya. Atau inikah akibat modernitas?

Sinaksak, 10 Mrt 2001

by: adrian
Baca Cerpen lain juga:
4.      Kicau Burung Hilang
5.      Pasien Kamar 14

Orang Kudus 10 Januari: St. Gregorius X

SANTO GREGORIUS X, PAUS & MARTIR
Gregorius X, nama kepausan dari Teobaldo Visconti, lahir di Piacenza, Italia, pada tahun 1210. Ia terpilih sebagai paus menggantikan Paus Klemens IV (1265 – 1268), tatkala ia sedang berada di tanah suci dalam suatu perjalanan misi yang penting.

Sebelum menjadi paus, Teobaldo Visconti menjabat sebagai pembantuu Kardinal Yakopo Pecoraria dari Palestina dan pernah menjadi utusan Paus Gregorius IX dalam suatu misi ke Perancis dan Inggris. Sepeninggal Kardinal Pecoraria, Teobaldo Visconti belajar di Paris. Kemudian pada tahun 1265, atas rekomendasi Paus Klemens IV, ia menemui Kardinal Ottoboni Fieschi – yang kemudian menjadi Paus Adrianus V pada tahun 1276 – dalam suatu misi ke Inggris. Minatnya yang besar untuk berziarah ke tanah suci mendorong dia pergi ke Acre, Palestina. Di sini, di bawah bimbingan Pangeran Edward dari Inggris, Teobaldo Visconti menjadi salah seorang anggota kelompok pejuang pembebasan tanah suci dari penguasa kaum muslim.

Setelah kematian Paus Klemens IV pada tahun 1268, takhta suci di Roma mengalami kekosongan kepemimpinan selama tiga tahun. Hal ini disebabkan oleh perpecahan di dalam tubuh Kolegium pada Kardinal dalam dua blok, yakni blok Perancis dan blok Italia, sehingga mereka tidak mampu menyodorkan satu orang calon yang memenangkan mayoritas suara. Akhirnya enam orang kardinal, yang dipilih dari 15 orang kardinal, bertemu di Viterbo, sebuah dusun di Roma Utara, untuk melakukan pemilihan paus yang baru. Pilihan mereka jatuh pada Teobaldo Visconti, yang sedang berada di tanah suci pada bulan September 1271. Setelah menerima berita pengangkatannya sebagai paus, Teobaldo Visconti meninggalkan Palestina menuju Viterbo pada bulan Februari 1272. Lalu pada 19 Maret 1272 ia dinobatkan menjadi paus dengan nama Gregorius X.

Selama masa kepemimpinannya, Gregorius memusatkan perhatiannya pada usaha-usaha pembangunan kembali Kekaisaran Romawi Suci, pembaharuan Gereja, persatuan kembali Gereja-gereja Yunani dan Roma, serta pembebasan Yerusalem dari penguasaan orang-orang Muslim. Bagi dia, Gereja dan negara harus menjalankan tugasnya masing-masing tetapi tetap harus bekerja sama. Ia menilai ketidakadaan pemerintah yang kuat di Jerman semenjak kematian Kaisar Conrad IV pada tahun 1254 sebagai sesuatu yang membahayakan kekaisaran dan Gereja. Karena itu, sepeninggal Kaisar Richard Cornwell pada tahun 1272, Gregorius mendesak pangeran-pangeran Jerman untuk segera memilih seorang kaisar baru. Gregorius sendiri mengancam akan menunjuk dan mengangkat dirinya sebagai kaisar kalau pada pangeran itu gagal memilih seorang kaisar baru yang disegani seluruh rakyat. Akhirnya pada tahun 1273, mereka memilih Rudolf, seorang pangeran dari dinasti Hapsburgs. Paus Gregorius senang karena pilihan itu tepat mengenai Rudolf, seorang pengeran yang diterima oleh seluruh rakyat Jerman.

Gregorius yang menyetujui pengangkatan atas diri Rudolf itu segera mengadakan pertemuan pribadi dengannya pada bulan Oktober 1273 di Lausanne, Swiss. Pada kesempatan pertemuan dengan Paus Gregorius, Rudolf menyatakan ikrarnya untuk mempersembahkan seluruh dirinya bagi kemuliaan Tuhan dan kejayaan Gereja. Restu paus itu segera menghasilkan pengakuan universal atas hak Rudolf untuk menduduki takhta Kekaisaran Romawi Suci.

Konsili akbar di Lyons, Perancis, yang diadakan oleh Gregorius X pada ahun 1274 merupakan suatu prestasi besar dalam kepemimpinan Gregorius. Lebih dari 1500 prelatus Gereja, duta-duta besar dari kerajaan Perancis dan Inggris, dari Byzantium dan dari Khan-Tartar, berkumpul dalam konsili itu. Untuk keberhasilan cita-citanya membebaskan tanah suci Yerusalem dari penguasaan kaum Muslim, Gregorius mengumpulkan dana dari Perancis dan Inggris. Sepersepuluh dari hasil pengumpulan derma itu dikhususkan untuk membangun gereja-gereja, sedangkan sisanya untuk membiayai usaha pembebasan kota suci Yerusalem.

Germanus, Partiarkh Konstantinopel, yang datang bersama sejumlah besar utusan dari Kekaisaran Byzantium, menyatakan kesediaannya untuk bersatu kembali dengan Gereja Roma. Hal ini sangat didukung oleh Michael VIII, Kaisar Byzantium di Konstantinopel. Kesediaan ini sekaligus mengungkapkan kerelaan menerima doktrin Gereja Katolik dan pengakuan terhadap kekuasaan paus di Roma sebagai pengganti Petrus. Gregorius yang percaya penuh pada ketulusan hati delegasi Konstantinopel, dengan gembira menerima kembali mereka dalam pangkuan Gereja Katolik. Dalam Misa Agung penutupan Konsili Lyons di Gereja Santo Yohanes, semua peserta sama-sama mendoakan Credo, pengakuan iman seturut rumusan Gereja Katolik. Bagian credo “Yang berasal dari Bapa dan Putera” (qui a patre filioque prodecit) yang tidak diterima oleh Gereja Yunani, diulangi tiga kali oleh delegasi Yunani.

Sesudah konsili berakhir, Gregorius berangkat ke Lausanne, Milan, Florence dan Arezzo, sampai ia meninggal dunia pada 1276. Namanya ditambahkan pada daftar para martir Roma oleh Paus Benediktus XIV (1740 – 1758) dengan tanggal 10 Januari sebagai hari pestanya.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Kamis Biasa Sesudah Epifani

Renungan Hari Kamis sesudah Epifani, Thn C/I
Bac I : 1 Yoh 4: 19 – 5: 4; Injil       : Luk 4: 14 – 22a

Injil hari ini mengisahkan tentang Yesus yang tampil di rumah ibadat untuk membacakan naskah Kitab Suci. Ternyata naskah Kitab Suci yang dibacakan Yesus itu mau menegaskan peran dan tugas Yesus. Dengan jelas naskah Kitab Suci menjelaskan tentang tugas perutusan Yesus "untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."

Jadi jelas sekali bahwa sabda Tuhan hari ini, lewat Injil Lukas, mau menerangkan tugas perustusan Yesus di dunia ini. Lalu, apa gunanya buat kita? Apakah hanya sekedar tahu saja, dan setelah itu selesai?

Sebagai orang kristen (pengikut Kristus), kita terpanggil untuk ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus Kristus itu. Sakramen baptis yang kita terima, bukan saja telah menyatukan kita dengan Yesus secara pribadi, melainkan juga menyatukan kita dengan tugas Yesus. Artinya, kita harus terlibat dalam perutusan itu: memberitakan pembebasan, menyembuhkan orang sakit dan memberitakan tahun rahmat Tuhan.

Karena itu, Injil hari ini mau menyadarkan kita akan tugas perutusan kita. Tuhan menghendaki agar kita senantiasa melaksanakan tugas perutusan itu.

by: adrian