Selasa, 29 April 2014
(Pencerahan) Fitnah & Pembenaran
TANPA KONFIRMASI, FITNAH MENJADI BENAR
Tentu kita pernah dengar pepatah ini, “Fitnah itu lebih kejam
daripada pembunuhan.” Ini mengandaikan bahwa kita sering mendengar kata ‘fitnah’
itu. Tapi apakah kita sungguh tahu apa itu fitnah? Kriteria apa yang
menyebabkan sesuatu itu menjadi fitnah atau bukan? Fitnah itu ibarat berada di
antara kebenaran dan pembenaran.
Sebuah contoh. Yuni bercerita kalau si Toni itu membenci
dirinya karena ia tidak mau membantu Toni. Padahal selama ini Yuni sering
membantu Toni. Hanya waktu itu dia memang lagi tak bisa membantu Toni, karena
dia harus pergi. Yang membuat Yuni sedih adalah bahwa Toni menceritakan kepada
orang-orang kalau dirinya tidak berbudi. Toni menjelek-jelekkan dirinya.
Sungguh sakit dikatakan demikian.
Melihat cerita di atas sekilas kita menilai bahwa Toni sudah
memfitnah Yuni. Karena itu, wajar kalau kita membela Yuni dan menyalahkan Toni.
Akan tetapi, ketika kita mengonfirmasi cerita Yuni ke Toni, maka kita akan
menemukan cerita yang lain. Ternyata Toni tak pernah menjelek-jelekkan Yuni.
Toni malah menantang, “Tunjukkan satu orang saja yang pernah saya ceritakan
tentang kejelekan Yuni!” Dan ternyata memang tak ada satu orang pun yang pernah
mendengar cerita kejelekan Yuni dari mulut Toni.
Jadi, siapa yang memfitnah siapa?
Cerita lain. Lusi bercerita kepada Martha kalau Joko pindah
kelas karena wali kelas yang memindahkannya. Ini ia dengar sendiri. Waktu itu
Joko bercerita kepada Ramli bahwa dirinya dipindahkan karena ide wali kelas.
Memang aneh si Joko ini, demikian kata Lusi. Bisanya menjelek-jelekkan wali
kelas. Padahal wali kelas sama sekali tidak ada niat memindahkannya. Lagi pula
wali kelas kan tak punya kuasa untuk
itu. Hanya Kepala Sekolah saja yang punya kuasa memindahkan murid.
Dari cerita di atas ada kesan bahwa Joko telah memfitnah wali
kelas. Karena itu wajar kalau Martha lantas membela wali kelas dan membenci
Joko. Lama kebencian itu bersemanyam dalam diri Martha, sampai suatu hari ia
bertemu dengan Joko. Tanpa sadar ia menceritakan apa yang diceritakan Lusi
kepadanya. Joko tidak lantas membela panjang lebar. Dia hanya menyarankan
Martha untuk bertanya kepada Ramli apakah dirinya pernah bercerita bahwa
kepindahannya itu karena wali kelas.
Keesokan harinya Martha bertemu dengan Ramli. Dia langsung
bertanya apakah dirinya pernah ngobrol
dengan Joko perihal kepindahannya. Ramli hanya berkata bahwa dirinya sering
bertemu dengan Joko. Sering juga ngobrol.
Tapi bercerita soal kepindahannya yang dikaitkan dengan wali kelas, sama sekali
tidak pernah. Joko hanya cerita soal kebingungan akan kepindahan dirinya,
karena dirinya punya banyak rencana untuk kelas itu. Karena ia pindah, ia tak
dapat lagi mewujudkan mimpinya untuk kelas itu.
Nah, siapa yang memfitnah siapa?
Dari dua cerita di atas dapatlah ditarik sebuah kesimpulan
bahwa fitnah itu berada di antara kebenaran dan pembenaran. Ia bisa menjadi
terlihat sebagai suatu kebenaran, tapi bisa juga sebagai pembenaran. Namun
semuanya itu hanyalah semu. Dalam cerita pertama awalnya kita melihat kebenaran
ada pada Yuni; dan dalam cerita kedua ada pada Lusi. Akhirnya, baik Yuni maupun
Lusi adalah yang salah. Justru merekalah yang penyebar fitnah. Kebenaran awal
mereka bukanlah kebenaran yang sebenarnya, melainkan sebuah pembenaran.
Pembenaran itu bukanlah sebuah kebenaran, tetapi seolah-olah kebenaran.
Kenapa akhirnya fitnah itu berpindah? Kenapa akhirnya
pembenaran itu diketahui bukanlah sebuah kebenaran, melainkan sebuah fitnah.
Ini bisa terjadi jika ada cross check
atau konfirmasi. Tanpa konfirmasi pembenaran tetap menjadi kebenaran.
Konfirmasi akan membuka selubung fitnah sehingga kita dapat mengetahui
kebenaran. Seperti cerita di atas. Dengan mengonfirmasikan cerita Yuni ke Toni,
kita akhirnya tahu kebenaran. Karena Martha mengonfirmasi cerita Lusi ke Joko,
yang kemudian diteruskan kepada Ramli, Martha akhirnya tahu kebenaran.
Satu kesimpulan yang dapat ditarik di sini adalah, jangan
mudah percaya begitu saja pada omongan orang. Sekalipun orang itu menarik dan
terkesan baik serta punya jabatan religius, omongannya jangan ditelan begitu
saja tanpa adanya konfirmasi; apalagi bila omongan itu berbau fitnah. Jangan
sampai kita termakan oleh omongannya sehingga kita pun terlibat dalam
pemvonisan orang lain yang mungkin sebenarnya tidak bersalah.
Jakarta, 22 Nov 2013
by: adrian
Orang Kudus 29 April: St. Katarina Siena
SANTA KATARINA SIENA, PERAWAN &
PUJANGGA GEREJA
Pada
abad ke-14, kota Sienna menjadi ibukota sebuah Republika yang makmur dan
merdeka. Di kota inilah, Katarina lahir pada tahun 1347, keluarganya tergolong
besar tapi sederhana. Demi keutuhan Gereja, Allah memilih dia menjadi
pembimbing dan pelindung Gereja dalam suatu kurun waktu yang suram.
Katarina
tidak bersekolah dan tidak pandai menulis. Keterampilan membaca sangat sedikit
dikuasainya. Hal ini sedikit menolongnya untuk mengikuti doa ofisi di kemudian
hari ketika ia masuk biara. Ketika berusia 6 tahun, ia mengalami suatu
peristiwa ajaib, yang memberi tanda surgawi bahwa ia akan dipilih Allah untuk
suatu tugas khusus dalam Gereja. Ia melihat Kristus di atas Gereja Santo
Dominikus yang sedang memberkatinya. Peristiwa ini menyebabkan perubahan besar
dalam hidupnya. Sejak saat itu, ia suka memencilkan diri untuk berdoa. Ibunya
tidak suka melihat kelakuannya. Oleh karena itu, ia dipekerjakan di dapur dari
pagi hingga malam. Ia tidak memberontak terhadap perlakuan ibunya. Sebaliknya,
ia dengan taat dan rajin melakukan apa yang disuruh ibunya.
Kesabarannya
dalam menaati suruhan ibunya, akhirnya membuahkan hasil yang baik. Ia mampu
mengatasi segala kesulitan yang menimpanya, sambil terus berdoa kepada Tuhan.
Sesudah mengalami banyak kesulitan, ia diizinkan orang tuanya untuk masuk ordo
Ketiga Santo Dominikus. Di dalam biara ia tetap melaksanakan doa dan meditasi
di samping karya amal dan kerasulannya. Lama-kelamaan ia menjadi pusat
perhatian semua anggota biara. Kerohanian dan kepribadiannya yang menarik
mengangkat dia ke atas jabatan pemimpin biara itu.
Situasi
Gereja pada masa itu kacau-balau. Imam-imam dan pimpinan Gereja tidak
menampilkan diri secara baik. Peperangan antar negara dan antar raja-raja
timbul di mana-mana. Di samping itu, Paus di Avignon, Perancis yang sudah
berusian 70 tahun menimbulkan percekcokan di kalangan pemimpin-pemimpin Gereja.
Dalam suatu penglihatan, Kristus menganjurkan kepada Katarina untuk menyurati
Paus, raja-raja dan uskup serta para panglima guna memperbaiki keadaan
masyarakat dan Gereja. Paus Gregorius XI memintanya pergi ke Pisa dan Florence
untuk mendamaikan kedua republik itu. Katarina berhasil meyakinkan Paus untuk
pulang ke Roma sebagai kota abadi dan pusat Gereja.
Semenjak
masuk ke dalam Ordo ketiga Santo Dominikus, Katarina makin memperkeras
puasanya. Banyak kali ia tidak makan, kecuali menerima Komuni Suci. Ia
dikaruniai Stigmata / luka-luka Tuhan Yesus. Atas permohonannya, stigamata itu
tidak terlihat oleh orang lain selama hidupnya. Kemudian setelah meninggal
stigmata itu baru terlihat di badannya secara jelas. Katarina memiliki kharisma
yang besar untuk mempengaruhi banyak orang. Ia berhasil membawa kembali banyak
pendosa ke jalan Tuhan, termasuk mendamaikan raja-raja dengan Gereja. Semuanya
itu dilihatnya sebagai anugerah Tuhan. Ia sendiri menganggap dirinya hanyalah alat
Tuhan untuk menegakkan kemuliaan Tuhan. Pada tahun 1380 ia meninggal dunia di
Roma dalam usia 33 tahun.
Renungan Hari Selasa Paskah II - A
Renungan Hari Selasa Paskah
II, Thn A/II
Bac I : Kis 4: 32 – 37; Injil : Yoh 3: 7 – 15;
Injil hari ini masih melanjutkan diskusi antara Yesus dengan Nikodemus,
seorang Farisi dan pemimpin agama Yahudi. Jika kemarin diskusi membahas soal
dilahirkan kembali, diskusi kali ini mengarah pada peristiwa salib. Yesus memberi
perbandingan antara kisah ular tembaga Musa dengan kisah Salib Yesus. Keduanya
berdampak pada kehidupan. “Sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun,
demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” (ay. 14 – 15).
Bacaan pertama menampilkan kisah kehidupan jemaat kristen
perdana. Dapat dikatakan bahwa cara hidup ini merupakan ungkapan kepercayaan
mereka kepada Yesus yang wafat dan bangkit. Dengan kata lain, mereka yang
percaya kepada Yesus mengungkapkannya lewat cara hidup yang tidak lagi
mengagungkan egonya, sehingga melihat “segala sesuatu adalah kepunyaan mereka
bersama.” (ay. 32).
Sabda Tuhan hari ini mau mengingatkan kita bahwa salib
Kristus membawa keselamatan. Di kayu salib tergantung tubuh Tuhan Yesus, yang
rela menanggalkan ego-Nya demi keselamatan umat manusia. Semangat salib itulah
yang dihidupi oleh jemaat perdana. Dan Tuhan menghendaki supaya kita pun
menghayati semangat salib Kristus, menanggalkan ego kepentingan pribadi demi
kebahagiaan bersama.
by: adrian
Langganan:
Postingan (Atom)