Rabu, 28 Agustus 2019

MARI MEMAHAMI KAJIAN USTADZ ABDUL SOMAD


Tiga tahun lalu, dalam sebuah tausiyah di Masjid Annur di Pekanbaru, Ustadz Abdul Somad menyampaikan pandangan islam tentang salib, yang kini menjadi heboh. Pada waktu itu, Sang Ustadz menyampaikan pernyataannya ketika menjawab sebuah pertanyaan dari seorang wanita, yang mengatakan bahwa hatinya menggigil saat melihat salib. Dalam jawabannya itu terungkap pernyataan “di salib itu ada jin kafir” dan “di dalam patung itu ada jin kafir.”
Pernyataan tersebut dirasakan sungguh melukai hati umat kristiani, baik protestan maupun katolik, karena dinilai telah menghina agama Kristen. Bagi orang Kristen, salib merupakan lambang keselamatan, karena melalui salib Yesus Kristus telah menebus dan menyelamatkan umat manusia. Karena itu, umat kristiani merasa dilukai dengan pernyataan bahwa ada jin kafir di salib, seakan hendak menyamakan Yesus Kristus dengan jin.
Akan tetapi, reaksi umat kristiani beragam dalam menyikap pernyataan Ustadz Abdul Somad (UAS). Beberapa tokoh agama Kristen, baik KWI maupun PGI, mengajak umatnya untuk tetap tenang dalam menyikapi kasus UAS. Ada tokoh terang-terangan meminta agar kasus UAS tidak dibawa ke ranah hukum. Namun ada juga umat yang marah dan menuntut Sang Ustadz ke polisi.
Kami tak mau jatuh dalam persoalan reaksi atas kajian islam UAS terkait salib. Kami hanya mau berusaha memahami pernyataan Sang Ustadz bahwa ceramahnya tentang salib itu sudah sesuai dengan aqidah islam. Hal ini dibenarkan juga oleh MUI. Jika MUI dinilai sebagai otoritas islam di Indonesia, maka dapatlah dikatakan bahwa memang kajian islam soal salib itu sesuai dengan ajaran islam.

PENGHINAAN AGAMA USTADZ ABDUL SOMAD DAN CERMIN AGAMA ISLAM

Ketika kami membuat tulisan yang membahas ujaran kebencian dalam ceramah keagamaan (08 Juli 2017), kami sudah menegaskan betapa sulitnya menangani kasus ujaran kebencian dalam ceramah keagamaan islam. Alasannya adalah bahwa ujaran kebencian itu ada dalam ajaran islam atau dapat dikatakan merupakan akidah islam. Dengan kata lain, ada akidah islam, yang bila disampaikan dalam ceramah keagamaan, mau tidak mau pasti akan bernuansa kebencian atau penghinaan.
Ada beberapa contoh untuk membuktikan hal itu. Pertama, ketika membahas surah an-Nisa: 157, tentulah penceramah akan mengatakan bahwa Yesus tidak pernah disalibkan di kayu salib. Yang mati di kayu salib itu adalah orang yang menyerupai Yesus. Bukan tidak mustahil, dengan gaya ‘guyon’ si penceramah akan berkata, “Orang Kristen sudah dibodohi Injil.”
Kedua, ketika mengulas surah al-Maidah: 41, mau tidak mau penceramah akan mengatakan bahwa Alkitab sudah dipalsukan. Bukan tidak mungkin penceramah akan mengutip juga surah al-Baqarah: 75 untuk menguatkan argumennya. Berbagai ekspresi tentu akan ditampilkan untuk menjelaskan kajian tersebut, termasuk dengan mengatakan, “Orang Kristen memang sudah bodoh, mau-maunya dibohongi Alkitab.”

PAUS FRANSISKUS: MEREKA YANG HANYA MENCARI UNTUNG MENGHADAPI ‘KEMATIAN BATINIAH’

Orang-orang Kristen yang lebih fokus pada kedekatan lahiriah dengan Gereja daripada peduli dengan sesama ibarat turis yang berkelana tanpa tujuan, demikian pernyataan Paus Fransiskus pada 21 Agustus saat audensi umum mingguannya. Orang-orang “yang selalu lewat tetapi tidak pernah memasuki Gereja” dalam cara yang sepenuhnya komunal dalam hal berbagi dan peduli sibuk dalam semacam “wisata spiritual yang membuat mereka percaya bahwa mereka adalah orang Kristen tetapi sebaliknya hanyalah turis,” tambah Paus Fransiskus.
“Kehidupan yang hanya didasarkan pada upaya mencari profit dan manfaat dari situasi yang merugikan orang lain pasti menyebabkan kematian batin,” jelas Paus Fransiskus. “Dan beberapa banyak orang yang merugikan orang yang mengatakan bahwa mereka dekat dengan Gereja, berteman dengan pastor dan uskup namun hanya mencari kepentingan mereka sendiri. Ini adalah kemunafikan yang menghancurkan Gereja.”
Selama audensi, Clelia Manfellotti, seorang gadis 10 tahun dari Naples yang didiagnosis autisme berjalan menaiki tangga ke tempat Paus Fransiskus duduk. Paus Fransiskus meminta petugas keamanan untuk membiarkan dia karena Tuhan berbicara melalui anak-anak, yang membuat para audiens bertepuk tangan. Saat menyapa para peziarah berbahasa Italia di akhir audiens, Paus Fransiskus merenungkan gadis kecil itu yang “menjadi korban penyakit dan tidak tahu apa yang dia lakukan.”