Senin, 07 September 2015

(Pencerahan) Jangan Menilai dari Perkataan Saja

ANTARA KATA DAN PERBUATAN
Sangat menarik menyaksikan film American Psycho, yang diperankan oleh Christian Bale sebagai Patrick Bateman. Patrick adalah lajang yang berprofesi sebagai akuntan publik. Tinggal di sebuah apartemen berkelas. Penampilan sangat menarik, macho namun selalu memperhatikan perawatan tubuh, tak jauh beda seperti wanita. Dari aspek fisik lahiriah, ia adalah idola kaum perempuan.
Kata-katanya pun memikat. Dalam salah satu adegan, ketika sedang makan-makan di restoran, ditampilkan satu sisi positif dari Patrick. Ketika teman-temannya mengajak membahas tentang masalah Sri Langka, Patrick  menyinggung persoalan-persoalan yang ada di depan mata mereka. Intinya, Patrick mengajak teman-temannya untuk memiliki sikap peduli akan nasib sesama yang ada di sekitar mereka sebelum disibukkan dengan orang nun jauh di sana.
Tentulah ketika mendengar perkataannya itu, orang akan menilai Patrick itu orang baik. Tapi, tak disangka dia adalah aktor utama American Psycho itu. Dialah pelaku berbagai pembunuhan. Sungguh di luar dugaan. Orang yang berpenampilan menarik, kata-kata bijak bestari ternyata seorang pembunuh berdarah dingin.
Di sini kita disadarkan untuk tidak terlalu percaya pada kata-kata yang diucapkan dalam menilai orang. Untuk menilai seseorang, apakah ia baik atau tidak, jangan hanya dilihat dari penampilan dan kata-katanya. Lihatlah juga dari perbuatannya.
Tuhan Yesus sudah pernah mengatakan hal ini, ketika Ia menasehati orang untuk hati-hati terhadap tokoh-tokoh agama (Mat 7: 15 – 20). “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” (ay. 20). Atau pada kesempatan lain lagi, Tuhan Yesus berkata, “Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.” (Mat 12: 33).

Renungan Hari Senin Biasa XXIII - Thn I

Renungan Hari Senin Biasa XXIII, Thn B/I
Bac I  Kol 1: 24 – 2: 3; Injil                 Luk 6: 6 – 11;

Dalam suratnya kepada Jemaat di Kolese, yang menjadi bacaan pertama hari ini, terlihat jelas kalau Paulus mengalami penderitaan karena pelayanannya kepada umat. Akan tetapi, sekalipun menderita, Paulus tetap bersukacita. Paulus tak peduli apakah orang mengenal dirinya atau tidak, yang penting umat dapat “mengenal rahasia Allah, yaitu Kristus.” (ay. 2). Pada Kristus terdapat “segala harta hikmat dan pengetahuan.” (ay. 3). Inilah yang utama, karena hikmat dan pengetahuan itu mendatangkan keselamatan.
Berbeda dengan Paulus, para ahli Taurat dan orang Farisi tidak dapat menemukan hikmat dan pengetahuan itu. Dalam Injil diceritakan konflik antara Tuhan Yesus dengan orang Farisi dan ahli Taurat. Pangkal persoalannya adalah tindakan Tuhan Yesus menyembuhkan orang lumpuh pada hari sabat. Orang Farisi dan ahli Taurat masih setia pada aturan yang bagi Tuhan Yesus menghalangi orang untuk menikmati keselamatan. Karena itulah Tuhan Yesus menantang mereka dengan bertanya, “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat: berbuat baik atau berbuat jahat; menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” (ay.  9).
Peraturan dibuat untuk menciptakan keteraturan. Akan tetapi, peraturan itu dibuat untuk mengabdi pada manusia. Ada banyak ruang dan nilai dalam sebuah peraturan. Jika peraturan hanya dilakukan sebatas aturan saja, maka manusia tak ubahnya menjadi robot. Melalui sabda-Nya hari ini, Tuhan menghendaki kita untuk tidak kaku terhadap peraturan, tetapi senantiasa mencari hikmat dan pengetahuan-Nya. Dan setelah kita menemukannya, hendaklah kita mau membagikannya kepada sesama kita. Artinya, kita diminta untuk membawa keselamatan bagi orang lain.***

by: adrian