Kamis, 05 Juni 2014

Cemara Sewu, Tawangmangu

 
 
 

Ramadhan & Naiknya Harga

Tidak lama lagi saudara-saudari kita muslim akan memasuki bulan suci ramadhan sebagai persiapan menyambut Hari Raya Idul Fitri. Dalam bulan ramadhan atau bahkan menjelang bulan ramadhan, berita tetap yang selalu menghiasi semua media massa adalah realitas kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Setiap kali menjelang dan sepanjang bulan ramadhan kita selalu melihat, menyaksikan dan mendengar bahwa harga-harga barang, terlebih barang sembako, naik dari biasanya. Kenaikan ini malah berdampak juga pada orang-orang yang sama sekali tidak bersentuhan dengan bulan ramadhan.

Realitas naiknya harga kebutuhan pokok menjelang dan selama masa puasa ini seakan menjadi sebuah tradisi. Dari tradisi ini lahirlah tradisi lain seperti mengeluh. Umumnya kaum ibu-lah yang sering bersentuhan dengan tradisi keluhan ini. Hanya sedikit orang yang merasa bingung dengan realitas ini. Orang bingung karena ramadhan itu selalu dirayakan setiap tahun. Kenapa kejadian kenaikan harga barang ini selalu terulang lagi? Apa berarti selama ini tidak ada penanganannya?

Sebenarnya realitas kenaikan harga barang di bulan ramadhan ini bisa dijelaskan dengan hukum ekonomi. Dalam hukum ekonomi (pasar), di mana persediaan barang sedikit dan permintaan akan barang itu banyak, maka dengan sendirinya harga barang itu akan naik. Naiknya harga ini bisa dipahami agar barang tidak hilang dari pasar.

Karena itu, hukum ekonomi (pasar) ini bisa diterapkan dalam fenomena harga naik pada saat bulan puasa, baik menyongsong maupun sepanjang ramadhan. Bisa dikatakan bahwa menjelang ramadhan persediaan barang yang dibutuhkan sangat sedikit, sementara para pamakainya banyak. Hal ini membuat harga-harga barangnya menjadi naik. Sebagai contoh, telur. Pada hari biasa persediaan telur 1.000, sementara yang membutuhkannya hanya 10 orang, di mana tiap orang cuma butuh 1 atau 2 butir telur. Di sini telur akan dijual murah agar cepat habis. Tapi pada saat ramadhan, di mana persediaan telur tetap 1.000, sementara yang butuh lebih dari 500, di mana tiap orang butuh 2 atau 3 butir, maka pedagang dengan sendirinya akan menaikkan harga telur itu. Atau juga yang butuh tetap 10 orang, tapi tiap orang membutuhkan 100 butir telur, tentulah pedagang juga akan menaikan harga telur. Inilah hukum ekonomi.

Jadi, kenaikan itu merupakan suatu keharusan, sebagaimana yang telah diuraikan dalam hukum ekonomi. Akan tetapi, haruskah kita menyerah pada hukum tersebut, atau bisakah diatur sedemikian rupa sehingga pada masa puasa ini harga barang tidak naik? Tentu saja bisa dan seharusnya bisa.

Kita sudah mengetahui bahwa unsur-unsur yang menyebabkan harga naik tadi, yaitu persediaan barang yang terbatas, peminat yang banyak atau kebutuhan akan barang yang banyak. Peminat atau pemakai sebenarnya tidak terlalu banyak. Tentulah orang-orang itu saja yang membutuhkannya. Tak mungkin setiap ramadhan jumlah penduduk kita bertambah banyak. Yang meningkat adalah kebutuhan akan barang. Orang membutuhkan barang dalam jumlah yang tidak biasanya. Jadi, bisa dikatakan bahwa penyebab kenaikan harga barang ini ada dua, yaitu persediaan barang dan kebutuhan.

Untuk mengendalikan harga pasar, tentulah dengan cara mengendalikan kedua unsur tadi. Pertama, persediaan barang harus ditingkatkan jumlahnya. Bulan ramadhan sebenarnya bukan hanya sekali dua kali saja terjadi, melainkan berkali-kali. Setiap tahun pasti orang mengalaminya. Karena itu, seharusnya sudah bisa diprediksikan berapa kebutuhan akan barang tertentu. Misalnya, kalau setiap ramadhan kebutuhan akan telur sekitar 3000, maka menjelang ramadhan harus sudah disediakan 3000-4000 butir telur.

Kedua, soal kebutuhan akan barang. Karena kebutuhan ini melekat pada manusia, maka yang perlu dikendalikan adalah manusianya. Apa yang harus dikendalikan dari manusianya? NAFSU! Nafsu manusialah yang harus dikendalikan, karena nafsu itulah yang mendorong manusia untuk membeli barang dalam jumlah yang sangat banyak. Jika seandainya nafsu itu dapat dikendalikan atau dimatikan, tentu manusia tidak akan membeli dalam jumlah yang banyak. Konsekuensinya, harga tidak akan naik. Persoalannya, dapatkah manusia mengendalikan nafsunya itu?

Seharusnya dapat. Bukankah bulan ramadhan adalah masa puasa. Puasa merupakan ibadah. Bulan puasa ini umat muslim diminta untuk mengendalikan hawa nafsunya. Dan salah satu hawa nafsu itu adalah nafsu membeli barang dalam jumlah yang banyak. Konsekuensi logisnya adalah di masa ramadhan ini manusia mengendalikan hawa nafsunya, termasuk membeli barang dalam jumlah yang sangat banyak, sehingga dengan demikian harga barang tidak akan naik.

Pertanyaan kita sekarang adalah siapa yang bertanggung jawab akan semuanya ini. Untuk pengendalian unsur yang pertama, yaitu persediaan barang, tentulah yang bertanggung jawab adalah pemerintah, para produsen dan para pedagang. Pemerintah bertanggung jawab untuk mengatur ketersediaan barang di pasar. Dengan wewenang yang dimilikinya, pemerintah dapat mendesak para produsen untuk memproduksi barang dalam jumlah yang banyak menjelang ramadhan. Dan para produsen harus menyediakan hal itu. Jika produsen memproduksi barang dalam jumlah yang banyak di saat mendekati ramadhan, tentulah para pedagang tidak ada niat untuk melakukan penimbunan.

Memang pemerintah bertanggung jawab atas pengendalian harga pasar ini. Namun bukan berarti kesalahan atas naiknya harga barang dalam masa puasa ini mutlak pada pemerintah. Tak pantaslah kita menyalahkan pemerintah saja atas kejadian ini. Pihak lain yang harus disalahkan adalah konsumen, yang merupakan unsur kedua.

Konsumen adalah pengguna atau pemakai barang. Ia merupakan unsur kedua yang bertanggung jawab atas kenaikan harga barang. Konsumen juga berperan penting dalam menstabilkan harga barang. Bagaimana caranya?

Masing-masing orang hendaknya mengendalikan hawa nafsunya untuk membeli barang dalam jumlah sangat banyak. Sebenarnya saat puasa adalah momen yang sangat tepat. Inti dari puasa adalah pengendalian hawa nafsu, bukan keserakahan yang terlihat dari naiknya porsi makanan. Orang selalu heran, kenapa di saat ramadhan (bulan puasa) orang justru makan lebih banyak daripada biasanya. Bukankah puasa itu mengajak orang untuk menahan diri? Bukankah pada saat puasa orang hanya makan dua kali sehari?

Dengan adanya pengendalian dua unsur ini, tentulah kejadian naiknya harga barang menjelang dan sepanjang ramadhan tidak akan terjadi lagi. Ramadhan atau bukan kebutuhan orang akan barang tetaplah sama saja. Malah seharusnya di saat ramadhan kebutuhan akan barang mesti turun, karena orang makan cuma 2 kali sehari (pagi dan malam). Semua ini bisa terjadi jika ada kemauan politik dari unsur-unsur yang berkaitan dengan kenaikan harga tadi.
Jakarta, 4 Juni 2014
by: adrian

Renungan Hari Kamis Paskah VII - A

Renungan Hari Kamis Paskah VII, Thn A/II
Bac I    Kis 22: 30, 6 – 11; Injil         Yoh 17: 20 – 26;

Injil hari ini masih melanjutkan doa Yesus kepada Allah Bapa untuk para murid-Nya. Dalam doa itu Tuhan Yesus menyampaikan harapan-Nya, yaitu supaya para murid bersatu sama seperti Ia dan Bapa sehingga mereka ada di dalam kesatuan Bapa dan Yesus (ay. 21). Namun salah satu topik yang menarik dalam doa Yesus ini adalah bahwa Tuhan Yesus tidak hanya berdoa bagi para murid saja, melainkan juga untuk orang yang percaya pada pewartaan para murid. (ay. 20).

Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab KIsah Para Rasul, ditampilkan kisah tentang Rasul Paulus yang menghadapi sidang “pengadilan”. Dalam sidang itu Paulus berhadapan dengan dua kubu, yaitu kaum Farisi dan Saduki (ay. 6). Dengan kelicikannya, Paulus berhasil memecah-belah kelompok yang hendak menyidangkan dirinya. Paulus memecah-belah mereka dengan pewartaannya. Yang menarik dari kisah dalam bacaan pertama ini adalah peristiwa pasca kerusuhan dalam sidang itu, yaitu pada malam hari berikutnya Tuhan datang kepada Paulus (ay. 11). Tuhan tidak hanya meminta Paulus untuk tabah menghadapi cobaan ini, tetapi juga agar Paulus terus bersaksi hingga ke Rama. Tujuannya supaya semua orang menjadi percaya. Permintaan Tuhan pada Paulus ini mirip dengan harapan Yesus dalam doa-Nya.

Harapan Yesus dalam Injil dapat dilihat sebagai harapan-Nya kepada kita dewasa ini; dan permintaan Tuhan kepada Paulus dalam bacaan pertama dilihat sebagai permintaan Tuhan kepada kita saat ini. Karenanya sabda Tuhan hari ini pertama-tama menyadarkan kita bahwa Tuhan Yesus telah lebih dahulu mendoakan kita agar kita percaya dan tetap bersatu dengan-Nya. Tuhan juga menghendaki supaya kita terus bersaksi agar orang lain juga mengenal dan percaya kepada Yesus.

by: adrian