Senin, 20 Desember 2021

JANGAN MEROKOK SAAT HAMIL

 

Ibu hamil dan menyusui semestinya memang tidak merokok karena kebiasaan ini tak hanya membahayakan kesehatannya, tetapi juga bayi dalam kandungannya. Jika melahirkan anak laki-laki, merokok berpotensi menyebabkan kerusakan alat reproduksi. Hal ini berdasarkan penelitian ilmuwan di Australia.

Berdasarkan penelitian ini, asap rokok dari ibu hamil berdampak pada kesuburan reproduksi sang anak sehingga menghasilkan sperma yang buruk saat dewasa.

Peneliti Australia ini mempelajari tikus yang menghirup asap rokok sebanyak 24 batang rokok per hari sebelum melahirkan. Hasilnya, anak tikus laki-laki menghasilkan sperma lebih sedikit dan kualitasnya rendah ,seperti tidak dapat berenang dengan baik, dan gagal mengikat telur. Menurut peneliti, percobaan pada tikus cukup relevan disamakan dengan ibu hamil yang merokok.
Profesor Eileen McLaughlin, co-director Priority Research Centre in Chemical Biology di University of Newcastle, New South Wales mengatakan, rokok dapat meracuni anak yang dikandung. Para ibu pun seharusnya tahu dan peduli terhadap hal ini.

"Kita sudah tahu bahwa merokok selama kehamilan merugikan bayi dalam rahim sebagai bayi sering lahir kecil dan rentan terhadap penyakit," kata Eileen.

Menurut peneliti, efek terhadap kesehatan reproduksi itu dapat diderita laki-laki yang kini berusia 30-40 tahun. Bahkan, dampak itu bisa terjadi meskipun anak laki-laki tersebut tidak merokok saat usia remaja.

Saat ini, para ilmuwan juga tengah meneliti dampak bahaya rokok saat hamil bagi anak perempuan yang dilahirkan. Merokok ketika hamil atau janin yang terpapar asap rokok selama 15 menit, dinilai telah meningkatkan risiko bayi keguguran hingga lahir prematur.

diambil dari tulisan 7 tahun lalu

POLA PERUBAHAN MINAT RELIGIUS ANAK REMAJA

 

Manusia adalah makhluk religius. Tingkat kematangan religiusitas seseorang biasanya seiring dengan kematangan kepribadiannya. Semakin matang kepribadian orang, makin mantap juga sikap religiusnya. Bagaimana dengan religiusitas pada anak remaja? Menurut Elizabeth B. Hurlock, dalam bukunya PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5), religiusitas masa remaja terbagi dalam 3 periode (hlm. 222). Berikut ini ketiga periode tersebut:

Periode Kesadaran Religius

Pada saat remaja mempersiapkan diri untuk menjadi anggota gereja yang dianut orang tua, minat religiusnya meninggi. Sebagai akibat dari meningkatnya minat ini, ia mungkin menjadi bersemangat mengenal agama – sampai-sampai ia mempunyai keinginan untuk menyerahkan kehidupan untuk agama – malah meragukan keyakinan yang diterima mentah-mentah selama masa kanak-kanak. Seringkali remaja membandingkan keyakinannya dengan keyakinan teman-teman, atau menganalisis keyakinannya secara kritis sesuai dengan meningkatnya pengetahuan remaja.

Periode Keraguan Religius

Berdasarkan penelitian secara kritis terhadap keyakinan masa kanak-kanak, remaja sering bersikap skeptik pada pelbagai bentuk religius, seperti berdoa dan upacara-upacara gereja yang formal, dan kemudian mulai meragukan isi religius, seperti ajaran mengenai sifat Tuhan dan kehidupan setelah mati. Bagi beberapa remaja keraguan ini dapat membuat mereka kurang taat pada agama, sedangkan remaja yang lain berusaha untuk mencari kepercayaan lain yang dapat lebih memenuhi kebutuhan daripada kepercayaan yang dianut oleh keluarganya.

Periode Rekonstruksi Agama

Lambat atau cepat remaja membutuhkan keyakinan agama meskipun ternyata keyakinan pada masa kanak-kanak tidak lagi memuaskan. Bila hal ini terjadi, ia mencari kepercayaan baru – kepercayaan pada sahabat karib sesama jenis atau lawan jenis, atau kepercayaan pada salah satu kultus agama baru. Kultus ini selalu muncul di berbagai Negara dan mempunyai daya tarik yang kuat bagi remaja dan pemuda yang kurang mempunyai ikatan religius. Pemuda biasanya merupakan mangsa bagi setiap kultus religius yang berbeda atau baru.

diolah dari tulisan 7 tahun lalu