Selasa, 30 Juni 2015

Orang Kudus 30 Juni: St. Theobaldus

SANTO THEOBALDUS, PETAPA
Theobaldus lahir pada tahun 1017 di Provins, Perancis, dari sebuah keluarga bangsawan. Semasa mudanya ia banyak membaca buku-buku tentang kehidupan Santo Yohanes Pembaptis dan riwayat hidup orang-orang kudus lainnya. Bacaan-bacaan ini menimbulkan dalam hatinya benih panggilan Allah untuk menjalani hidup seperti orang-orang kudus itu. Ia sungguh mengagumi cara hidup dan perjuangan para kudus untuk meraih kesempurnaan hidup kristiani.
Terdorong hasrat besar untuk meniru cara hidup para kudus itu, ia meninggalkan rumah mereka pada tahun 1054 tanpa sepengetahuan orang tuanya. Ia pergi ke Luxemburg. Di sana ia bekerja sepanjang hari di hutan Patingen sebagai pembakar arang bagi tetangga-tetangganya yang bekerja sebagai tukang besi. Sementara itu ia terus menjalani hidup doa dan tapa secara diam-diam.
Ketika semua orang tahu akan kesucian hidup Theobaldus, banyak orang datang untuk menjadi muridnya. Ia lalu mengasingkan diri ke Salanigo untuk menjalani hidup tapa. Tetapi ia diikuti oleh orang-orang yang tertarik untuk mendapat bimbingannya. Ia kemudian ditahbisan menjadi imam agar lebih pantas menjalani tugas-tugas misioner.
Pada tanggal 30 Juni 1066 Theobaldus meninggal dunia karena terserang penyakit yang berbahaya. Ia digelari ‘kudus’ oleh Paus Aleksander II pada tahun 1073.
sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Baca juga riwayat orang kudus hari ini:

(Refleksi) Ketika Tak Ada Titik Temu

BAGAI MINYAK DAN AIR
Pada suatu kesempatan mengunjungi sebuah paroki, beberapa umat yang saya temui di lokasi dan waktu berbeda mengajukan satu pertanyaan yang sama, “Kapan pastor paroki kami pindah?” Di balik pertanyaan itu, terekam perasaan jenuh menghadapi pastor paroki yang sudah lama berkarya di paroki itu. Kejenuhan tersebut beralasan karena selama menjabat sebagai pastor paroki, sepertinya tidak ada greget hidup menggereja. Pastoral seperti air mengalir.
Menghadapi pertanyaan itu saya tidak mau masuk dalam konflik kepentingan atau konflik lainnya. Karena itu, dengan gaya diplomasi, saya menjawab, “Hanya Roh Kudus yang tahu.”
Tentu ada yang bingung dengan jawaban saya ini atau menganggap saya bercanda. Mungkin ada yang mengatakan bahwa pernyataan saya tersebut hanyalah sebuah kiasan, mengutip pernyataan Tuhan Yesus berkaitan dengan kedatangan Kerajaan Allah. Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa jawaban di atas bukanlah kiasan. Memang hanya Roh Kudus yang tahu. Kenapa bisa begitu?
Soal perpindahan tenaga pastoral tentulah melibatkan dua pihak, yaitu pastor yang bersangkutan dan uskup. Perpindahan dapat terjadi dan mudah diketahui jika ada komunikasi dialogal antara kedua pihak tersebut. Komunikasi dialogal memungkinkan terjadinya titik temu antara tenaga pastoral dan uskup, sebagai pimpinan. Jika tidak ada komunikasi dialogal, maka tidak akan ada titik temu. Ini ibarat minyak dan air atau rel kereta api. Dan kalau begini, ya hanya Roh Kudus yang tahu. Pastor bersangkutan tidak, uskup juga tidak.
Bagaimana hal itu bisa terjadi? Ini bisa terjadi karena kedua belah pihak berkomunikasi dengan menggunakan pengandaian. Sang pastor mengandaikan uskup yang akan “memerintahkan” dirinya untuk pindah. Sebagai seorang imam, ia terikat akan janji setia kepada uskup. Jadi, selagi belum ada mandat dari uskup untuk pindah, ia akan tetap bertahan terus di paroki tersebut, tanpa peduli apakah umat sudah jenuh atau tidak; apakah reksa pastoral jalan atau tidak. Sementara di pihak lain, uskup mengandaikan imamnya datang meminta untuk dipindahkan. Selagi tidak ada permintaan pindah dan atau selagi imamnya tidak bermasalah, maka uskup tidak akan memindahkannya; tak peduli apakah umat sudah jenuh atau tidak; apakah reksa pastoral jalan atau tidak.
Hal ini tidak akan terjadi jika ada suatu sistem rotasi, seperti setiap lima tahun diadakan perpindahan. Atau kedua pihak tidak saling mengandaikan dalam berkomunikasi. Imam harus tahu diri kalau kelamaan di suatu tempat memiliki banyak efek negatif; uskup harus bijaksana agar mau juga mendengarkan suara umatnya. Perlu disadari bahwa dalam berpastoral, umatlah yang menjadi prioritas. Umat adalah kawanan domba yang digembalakan. Karena itu, sangat aneh jika uskup hanya berfokus pada imamnya tanpa peduli akan umatnya.
Bandung, 23 April 2015

Renungan Hari Selasa Biasa XIII - Thn I

Renungan Hari Selasa Biasa XIII, Thn B/I
Bac I  Kej 19: 15 – 29; Injil                 Mat 8: 23 – 27;

Bacaan pertama hari ini, yang diambil dari Kitab Kejadian, menampilkan kisah isteri Lot yang menjadi tiang garam. Cerita ini merupakan kisah yang cukup populer bagi anak-anak sekolah minggu. Diceritakan bahwa Allah memanggil Lot beserta keluarganya untuk keluar dari kotanya yang sudah rusak moralnya. Allah ingin membinasakan kota itu beserta penduduknya, kecuali keluarga Lot. Allah sendiri menuntun mereka. Keselamatan akan terjadi jika mereka percaya kepada Allah. Tindakan isteri Lot yang menoleh ke belakang selain mengungkapkan ketidakpercayaan, juga menunjukkan keterikatan pada dosa.
Dalam Injil hari ini juga dikisahkan tentang kepercayaan. Para murid mengalami tantangan dan cobaan hidup dalam badai gelombang danau. Mereka merasa ketakutan, padahal Tuhan Yesus ada beserta mereka. Ketakutan itu memperlihatkan bahwa mereka tidak percaya. Sikap tidak percaya inilah yang dikecam Tuhan Yesus. Memang dalam kisah ini ketidak-percayaan mereka tidak mendatangkan petaka seperti isteri Lot, karena mereka adalah saksi Tuhan Yesus kemudian hari.
Dalam kehidupan, kita sering mengalami situasi badai. Situasi ini terkadang membuat kita takut. Terkadang ketakutan membuat orang kehilangan akan iman kepercayaan kepada Tuhan. Pada hari ini sabda Tuhan menghendaki kita untuk menaruh kepercayaan kepada-Nya. Di saat badai melanda hidup dan ketakutan menerjang, hendaklah kita tetap percaya kepada Tuhan. Dengan percaya kepada Tuhan maka kita tidak lagi menoleh ke tempat lain. Percaya kepada Tuhan berarti kita menyerahkan hidup kita kepada penyelenggaraan ilahi-Nya. Dengan percaya inilah kita akan mendapatkan keselamatan.***

by: adrian

Senin, 29 Juni 2015

Kisah Ayah dan Anak yang Menggugah

KISAH AYAH DAN ANAK
Tayangan berikut ini memang sangat sederhana, namun sangat menarik sekaligus menggugah kesadaran kita. Kebanyakan kita begitu sibuk dengan diri kita sendiri dan tak peduli pada orang lain, termasuk orang tua kita sendiri. Kita sering melihat mereka sebagai beban atau pengganggu hidup kita.

Lewat cuplikan film ini, kita diajak untuk lebih memperhatikan orang tua kita. Mumpung mereka masih ada bersama kita. Mumpung mereka masih bisa menikmati kasih dan perhatian kita secara langsung. Bayangkan jika mereka meninggal dunia secara mendadak, tanpa kita ketahui dan kita belum sempat mengungkapkan rasa cinta kita kepada mereka. tentulah perasan sesal akan mengiringi perjalanan hidup kita.

Renungan Hari Raya St. Petrus & Paulus - B

Renungan Hari Raya St. Petrus & Paulus, Thn B/I
Bac I  Kis 12: 1 – 11; Bac II        2Tim 4: 6 – 8, 17 – 18;
Injil    Mat 16: 13 – 19;

Hari ini Gereja Universal mengajak umatnya untuk merayakan hari raya dua rasul besar, yaitu Santo Petrus dan Santo Paulus. Bacaan-bacaan liturgi hari ini menampilkan kedua sosok rasul ini. Bacaan pertama dan Injil menampilkan sosok Rasul Petrus, sedangkan bacaan kedua rasul Paulus. Ada dua kesamaan dari kedua sosok ini yang terungkap dalam sabda Tuhan hari ini.
Kesamaan pertama ada pada diri Tuhan Yesus yang mereka ikuti dan layani. Tuhan Yesus inilah, yang dalam Injil disebut Petrus sebagai Mesias, sang Penyelamat. Dialah yang diwartakan oleh Petrus dan Paulus. Dan karena Dia jugalah mereka mengalami bahaya dan penderitaan. Dalam bacaan pertama kita dengar bahwa Petrus dipenjarakan (Kis 12: 4 - 10), sedangkan dalam bacaan kedua Paulus menghadapi setiap usaha yang jahat. (2Tim 4: 18).
Kesamaan kedua adalah penyelamatan dari bahaya yang mereka alami. Karena Tuhan Yesus mereka mendapat bahaya, namun karena Tuhan Yesus pula mereka mendapat penyelamatan. Kisah tentang Rasul Petrus, kita mendengar bahwa ia mendapatkan penyelamatan melalui malaikat Tuhan (Kis 12: 11) sementara tentang Rasul Paulus kita dengar bahwa ia juga mendapat penyelamatan dari Tuhan (ay. 18).
Pada hari raya dua rasul besar ini, ditambah dengan sabda Tuhan, kita ditawarkan teladan hidup kedua orang kudus ini. Kita diajarkan bagaimana cara mengikuti Yesus. Kedua rasul ini sudah menunjukkan apa yang pernah dikatakan Yesus, sang Gurunya, yaitu bahwa mengikuti Dia berarti memanggul salib-Nya juga. Mereka memikul salib itu bukan hanya dengan bersedia menderita, melainkan mewartakan Injil lewat kata dan hidup. Penderitaan merupakan konsekuensi dari mewartakan Tuhan Yesus. Bersediakah kita?***
by: adrian

Minggu, 28 Juni 2015

Keturunan Ismail dan Keledai Liar

MENGENAL KARAKTER ORANG ARAB ( ISLAM) DARI ALKITAB
Islam, Yahudi dan Kristen dikenal sebagai agama Samawi. Dari etimologinya, kata samawi (kata adjektif) memiliki arti “berhubungan dengan langit”. Jika ditambahkan dengan kata agama, menjadi agama samawi, maka dapat dimengerti sebagai agama dari langit. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa agamanya dibangun berdasarkan wahyu Allah melalui para malaikat (dari langit) dan diteruskan oleh para nabi.
Agama samawi dikenal juga dengan sebutan agama Abrahamik. Hal ini didasarkan pada peran Abraham (Islam: Ibrahim), sebagai bapak kaum beriman. Sebagaimana diketahui, Abraham dikenal sebagai orang yang memulai kepercayaan monoteistik. Dari dialah lahir keturunan anak-anak bangsa, yang kemudian dikenal sebagai penganut agama Islam, Yahudi dan Kristen.
Dari Kitab Kejadian, kita dapat mengetahui bahwa Abraham mempunyai dua orang putera dari dua wanita yang ada padanya. Dari Sarah, isterinya yang sah, Abraham mendapat Ishak, dan dari Hagar, budaknya, ia mendapat Ismail. Diketahui, Hagar berasal dari Mesir (Kej 16: 3).
Salah satu perdebatan yang tak pernah selesai antara orang Kristen dan Islam adalah siapa yang dipersembahkan Abraham di Bukit Moria. Dan ini menjadi sebuah lelucon anak cucu Abraham. Orang Islam mengatakan bahwa Ismail yang dipersembahkan, meski dasarnya sangat lemah. Sementara orang Kristen mengatakan Ishak-lah yang dipersembahkan, karena dia merupakan anak sah. Hanya orang Yahudi tidak mau masuk ke dalam perdebatan ini, karena mereka tahu bahwa yang dipersembahkan Abraham adalah seekor kambing.
Bagaimana dari dua putera Abraham ini muncul 3 agama monoteistik? Seperti yang diketahui, Abraham mendapatkan putera sah, yaitu Ishak, yang darinya lahir bangsa Israel. Orang Israel diidentikkan dengan agama Yahudi. Dalam agama Yahudi ada keyakinan mesianistik, dimana Allah akan melaksanakan karya penebusan-Nya.
Muncullah Yesus Kristus sebagai perwujudan rencana keselamatan Allah. Tuhan Yesus membawa pembaharuan dalam ajarannya. Beberapa pembaharuannya dapat dilihat seperti, cinta kasih, menolak hukuman mati, soal haram dan halal, dll. Namun orang Yahudi menolak-Nya. Penolakan ini akhirnya melahirkan orang Kristen (orang yang mengikuti Kristus). Orang Kristen identik dengan agama Kristen.
Selain Ishak, Abraham mempunyai seorang putera lagi dari budaknya, yaitu Ismail. Diyakini bahwa Ismail menjadi bapak bangsa Arab. Orang Arab sudah diidentikkan dengan agama Islam, meski sebagai agama, Islam baru hadir pada abad VII. Muhammad merupakan tokoh utama lahirnya agama Islam ini. Dikatakan bahwa Muhammad membawa pembaharuan. Namun pembaharuan Muhammad bukan pembaharuan atas ajaran samawi yang lama (agama Kristen), melainkan atas tradisi di tempatnya berada. Karena kalau dibandingkan dengan pembaharuan yang ditawarkan Yesus Kristus, Muhammad justru membawa manusia kembali kepada tradisi Yahudi (soal cinta kasih, hukuman mati, haram dan halal, dll).
Jadi, keberadaan agama Islam, Kristen dan Yahudi tak bisa dipisahkan dari kedua anak Abraham. Dapat dikatakan bahwa Ishak melahirkan agama Yahudi dan Kristen, sedangkan Ismail melahirkan agama Islam. Karena itu, orang Islam, Yahudi dan Kristen sebenarnya masih satu keluarga besar. Namun anehnya, kenapa ketiganya selalu tidak bisa hidup berdampingan dengan damai.
Banyak orang mengatakan bahwa biang pangkalnya ada pada orang Islam sebagai keturunan Ismail. Ini didasarkan pada “buah jatuh tak jauh dari pohonnya.” Bagaimana hal ini dijelaskan? Kitab Suci sendiri sudah menyatakan soal karakter Ismail.

Renungan Hari Minggu Biasa XIII - B

Renungan Hari Minggu Biasa XIII, Thn B/I
Injil    Mrk 5: 21 – 43;

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus melakukan dua mujizat: membangkitkan putri Yairus dan menyembuhkan wanita yang menderita pendarahan. Mujizat ini terjadi karena adanya iman pada Yairus dan wanita yang sakit pendarahan itu. Yairus tahu pada Yesus ada keselamatan, karena itu ia berkata, "Datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup." Tak kalah menarik dengan pernyataan wanita yang sakit pendarahan itu.  "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh."
Mereka sadar bahwa dalam diri Yesus ada kesembuhan, keselamatan dan hidup. Mujizat ini mau memperlihatkan keallahan Yesus. Hal ini sejalan dengan pesan penulis Kitab Kebijaksanaan dalam bacaan pertama. Penulis mengungkapkan bahwa sakit dan kematian, yang dikenal dengan istilah maut, berasal dari setan atau iblis. Setan iri hati melihat kebahagiaan manusia. Karena itulah, setan mengirim maut ke dunia agar manusia mengalaminya. Tapi penulis kitab ini mengingatkan bahwa Tuhan adalah sumber kebahagiaan. Manusia dapat menikmati kebahagiaan itu asal mau datang kepada Tuhan dan memintanya. Memang, untuk itu dibutuhkan iman, seperti yang dimiliki Yairus dan wanita yang sakit pendarahan.
Mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus bukan cuma mau menampilkan aspek keallahan Yesus saja, melainkan juga sikap Tuhan Yesus yang mau solider dengan mereka yang menderita. Wujud solidaritas Tuhan Yesus ditunjukkan dengan "memberikan" kuasa yang Dia miliki sehingga anak yang telah mati hidup dan wanita yang sakit pendarahan sembuh. Solidaritas Tuhan Yesus inilah yang diangkat Paulus dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus. Dalam bacaan kedua Paulus mengungkapkan bahwa sekalipun Yesus Kristus itu kaya, namun Dia mau menjadi miskin demi umat manusia agar oleh karena kemiskinan-Nya umat manusia menjadi kaya. Untuk itulah Paulus mengajak umat agar mau dan siap berbagi apa yang dimilikinya kepada mereka yang berkekurangan sehingga terciptalah keseimbangan.
Kiranya pesan Tuhan lewat sabda-Nya jelas buat kita. Kita disadarkan bahwa penyakit atau penderitaan itu berasal dari setan. Akan tetapi, kita mesti ingat bahwa Allah adalah sumber kebahagiaan, kesembuhan, keselamatan dan hidup. Untuk itu, di kala kita menghadapi situasi sulit, sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk datang kepada Allah dan memohon bantuannya. Tuhan juga meminta kita untuk mau bersolider dengan sesama yang berkekurangan. Kita dapat memberi apa yang kita punyai, baik materi maupun non materi. Dengan bersolider kita sudah mengikuti teladan Tuhan Yesus. ***
by: adrian

Sabtu, 27 Juni 2015

Ziarah Ke Israel #4

BUKIT TABOR, TEMPAT YESUS DIMULIAKAN

Renungan Hari Sabtu Biasa XII - Thn I

Renungan Hari Sabtu Biasa XII, Thn B/I
Bac I  Kej 18: 1 – 15; Injil                   Mat 8: 5 – 17;

Ada kemiripan pola dalam kedua bacaan liturgi hari ini. Dalam Injil ditampilkan kisah penyembuhan hamba seorang perwira. Ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa Dia akan datang untuk menyembuhkan orang itu, sang perwira memohon supaya Tuhan Yesus tidak perlu datang. Dia merasa tidak layak. Lalu dia sebutkan latar belakangnya: dia sendiri seorang bawahan, dan di bawahnya ada pula bawahan lain yang dapat ia perintah. Namun ia percaya bahwa Tuhan Yesus dapat menyembuhkan hambanya.
Sikap perwira di atas mirip dengan sikap Abraham dalam bacaan pertama, yang masih diambil dari Kitab Kejadian. Ada kesan bahwa Abraham tidak layak menerima tiga tamunya ke dalam kemahnya, sehingga mereka hanya berteduh di bawah pohon. Apa yang dilakukan Abraham mirip dengan apa yang dikatakan perwira dalam Injil. Abraham hanya memerintah, maka Sarah dan pembantunya melaksakan permintaannya. Sama seperti perwira mendapatkan berita sukacita, demikian pula Abraham. Tamunya menyampaikan kabar bahwa Sarah “akan mempunyai seorang anak laki-laki.” (ay 10).
Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa iman akan mendatangkan sukacita. Namun iman ini harus benar-benar ditanggapi dengan iman. Tidak seperti Sarah yang meragukan warta sukacita dari utusan Tuhan. Tuhan mengajak kita untuk tidak bersikap seperti Sarah, melainkan seperti perwira dalam Injil. Pada dirinya tidak hanya ada iman, melainkan juga sikap rendah hati. Karena itu, hendaklah kita juga membangun sikap rendah hati ini sebagai wujud penghayatan iman kita. Dengan sikap inilah kita dapat menerima setiap peristiwa hidup dengan berserah diri kepada kehendak Tuhan.***
by: adrian

Jumat, 26 Juni 2015

Kenapa Waktu Misa Anak Harus Tenang?

Di Gereja St. Mikael, pelajaran Sekolah Minggu diadakan sebelum perayaan ekaristi, sehingga setelah Sekolah Minggu anak-anak dapat mengikuti misa. Pastor paroki mewajibkan agar anak-anak sejak dini dibiasakan mengikuti perayaan ekaristi, berdampingan dengan orang tuanya.
Karena seringkali anak-anak membuat kebisingan saat perayaan ekaristi, Kakak pendamping Sekolah Minggu memberi pengarahan kepada anak-anaknya.
“Adik-adik, sebentar lagi kalian akan bergabung bersama keluarga untuk mengikuti perayaan ekaristi. Tapi, ingat ya! Kalian harus tenang saat perayaan ekaristi nanti. Ayo, siapa yang tahu, kenapa kita harus tenang saat perayaan ekaristi?”
Seorang bocah langsung mengacungkan tangan dan menjawab, “Agar tidak menganggu umat yang sedang tidur saat kotbah.”
edited by: adrian
Baca juga humor lainnya:

Renungan Hari Jumat Biasa XII - Thn I

Renungan Hari Jumat Biasa XII, Thn B/I
Bac I  Kej 17: 1, 9 – 10, 15 – 22; Injil            Mat 8: 1 – 4;

Kitab Kejadian masih menjadi bacaan pertama hari ini, dengan menampilkan kisah lanjutan tentang kehidupan Abram. Salah satu topik pembicaraan hari ini adalah Sarai, isteri Abram. Tuhan menghendaki supaya Abram menggantikan nama Sarai menjadi Sara. Bagi Tuhan Sara akan “menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya.” (ay. 16). Di sini mau ditunjukkan kuasa Tuhan. Kuasa Tuhan itu terlihat dari kehendak-Nya untuk menggantikan nama isteri Abram. Terlihat bahwa awalnya Abram meragukan keinginan Allah. Namun sekali lagi iman dibutuhkan. Sebab dengan iman, apa yang mustahil bagi manusia akan menjadi nyata.
Dalam Injil hari ini kuasa Allah itu terlihat dalam diri Tuhan Yesus. Sama seperti dalam bacaan pertama kuasa itu tampak dalam kemauan Allah untuk mengubah nama Sarai, demikian pula dalam Injil kuasa itu tampak dalam kemauan Tuhan Yesus. Injil berkisah tentang penyembuhan orang kusta. Kepada orang kusta itu Tuhan Yesus berkata, “Aku mau, jadilah engkau tahir!” (ay. 2). Dan kemauan Tuhan Yesus ini ditanggapi dengan iman sehingga terjadilah penyembuhan. Peristiwa ini bukan hanya memperlihatkan kuasa Tuhan Yesus, melainkan juga keallahan-Nya.
Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa Allah itu Mahakuasa. Kemahakuasaan Allah selalu hadir dalam setiap kehidupan manusia. Namun, agar kuasa itu terjadi dalam kehidupan kita, maka dibutuhkan iman dalam menanggapinya. Kita tidak bisa hanya mengatakan dan mengakui Allah itu mahakuasa, sementara kita tidak menangapinya dengan iman. Ketika iman tidak dipakai, maka muncullah aneka kepercayaan, seperti tahayul. Misalnya, ketika sakit melanda kita dan kita tidak menanggapinya dengan iman, maka dapat muncul tanggapan bahwa sakit itu disebabkan oleh guna-guna atau hal lainnya. Tuhan menghendaki supaya kita mau menyerahkan hidup kita kepada Dia.***
by: adrian

Kamis, 25 Juni 2015

Dana Aspirasi untuk Siapa?

DANA ASPIRASI: DEMI RAKYAT ATAU KEKUASAAN
Setelah cukup panjang perdebatan pro dan kontra soal dana aspirasi di tengah masyarakat, rapat paripurna DPR kemarin akhirnya memutuskan dana aspirasi sebesar 20 miliyar setiap anggota dewan. Anggota dewan seakan tidak memedulikan suara-suara rakyat; dan lebih parah lagi mereka mengabaikan suara hatinya sendiri. Semuanya karena uang 20 miliyar.
Dalam rapat kemarin, memang ada partai yang dengan tegas menolak. Beberapa ketua umum partai sudah menyerukan agar anggotanya menolak jika nantinya terjadi voting. Akan tetapi, ternyata jumlah “penggila” uang jauh lebih banyak, sehingga merekalah yang memenangi pertaruhan itu.
Jadi, dengan disahkannya dana aspirasi ini, maka setiap anggota DPR akan mendapat uang 20 miliyar setiap tahun. Belum diketahui bagaimana mekanisme pembagiannya dan penggunaannya. Apakah langsung 20 miliyar diterima atau bertahap? Bagaimana penggunaan dan pertanggungjawabannya?
Banyak suara menilai bahwa dana aspirasi ini rawan bagi korupsi. Memang ada desakan kepada KPK untuk memantau “perjalanan” dana aspirasi ini. Namun, sebagaimana yang kita ketahui, sebelum KPK mau melaksanakan tugasnya, DPR sudah siap-siap memangkas kewenangannya. Karena itu, indikasi niat untuk korupsi atas dana aspirasi ini ada.
Akan tetapi, tulisan ini tidak mau mengutak-atik soal korupsi. Kami juga tidak akan mempermasalahkan lagi dana aspirasi yang sudah disahkan paripurna DPR itu. kami hanya mau mengungkapkan sedikit kebingungan kami soal dana aspirasi itu. sebenarnya dana aspirasi itu untuk siapa? Untuk rakyatkah atau untuk melanggengkan kekuasaan?
Kalau pertanyaan ini ditanyakan kepada anggota DPR, pastilah mereka akan menjawab dengan lantang bahwa ini untuk rakyat (bukan tidak mustahil akan ditambah kalimat-kalimat mulia lainnya). Tentu akan muncul pertanyaan lain, apakah untuk menampung aspirasi rakyat dibutuhkan uang sebesar 20 miliyar setiap tahun?
Karena itu, perlu ditegaskan peruntukan dana aspirasi itu kepada publik sehingga ada kejelasan. Tugas sekretaris dewan untuk menjelaskan kepada anggota dewan dan kepada masyarakat perihal dana aspirasi itu. Karena agak berlebihan jika 20 miliyar itu hanya digunakan untuk acara jumpa konstituen dan menampung aspirasi mereka.

Renungan Hari Kamis Biasa XII - Thn I

Renungan Hari Kamis Biasa XII, Thn B/I
Bac I  Kej 16: 1 – 12, 15 – 16; Injil                Mat 7: 21 – 29;

Bacaan pertama hari ini masih diambil dari Kitab Kejadian, yang menampilkan lanjutan kisah tentang Abraham. Pusat cerita ada pada dua perempuan yang hadir dalam hidup Abram, yaitu Sarah dan Hagar. Dikisahkan bahwa Sarah tidak mendapatkan anak, sementara Hagar, yang adalah budak mereka, mendapatkan anak dari Abram. Dengan memiliki anak, Hagar merasa dirinya lebih hebat daripada Sarah. Karena itu, ia menyombongkan diri di hadapan Sarah. Kesombongan itu membuat Sarah merasa terhina dan “ditindas”. Namun justru di sanalah lahir belas kasih Allah, sama juga belas kasih Allah kepada Hagar ketika ia melarikan diri dari Abram.
Injil hari ini juga mau berbicara soal kesombongan, secara khusus kesombongan rohani. Tuhan Yesus membuka mata para pendengar-Nya bahwa orang yang berkenan di hadapan Tuhan bukan orang yang rajin berdoa atau bisa mengusir setan demi nama-Nya, melainkan orang yang mendengarkan perkataan-Nya dan melakukannya. Di sini Tuhan Yesus mau mengajak para pendengar untuk tidak jatuh ke dalam kesombongan rohani. Tuhan Yesus menghendaki agar mereka tetap berlaku rendah hati.
Dewasa ini jamak kita jumpai kesombongan rohani. Orang merasa dirinya diberkati ketika ia dapat menyembuhkan orang lain lewat doanya. Atau ada orang merasa bangga karena aktif mengikuti perayaan ekaristi setiap hari. Masih ada banyak contoh lainnya. Bukan berarti apa yang mereka lakukan itu salah. Yang mereka lakukan itu baik dan patut dipuji. Namun, kesombongan diri itulah yang harus dicela. Tuhan menghendaki agar kita tetap berlaku rendah hati sekalipun kita aktif dalam kegiatan rohani. Kegiatan-kegiatan rohani yang kita lakukan bukanlah demi kebanggaan diri, melainkan karena kita mau mengikuti kehendak Tuhan.***
by: adrian

Rabu, 24 Juni 2015

Tentang Anak yang Agresif

MENGENAL AGRESIVITAS ANAK
Banyak orang tua dewasa kini bingung melihat tingkah laku anaknya yang cenderung agresif. Sikapnya tidak seperti anak-anak jaman dulu yang cenderung takut dan hormat pada orang tua. Sedikit-sedikit marah, yang diperlihatkan dengan kata-kata dan nada suara yang tinggi, atau dengan membanting pintu atau benda-benda lain, menyakiti temannya tanpa alasan yang kuat atau merampas barang milik temannya, dan lainnya.
Melihat fenomena agresivitas anak ini selalu muncul pertanyaan, apakah ini faktor perkembangan zaman (lain padang lain belalang) atau memang watak anak. Tak bisa dipungkiri bahwa keduanya sama-sama berperan dalam membentuk agresivitas anak. Tentu kita kenal dengan teori tabula rasa. Anak ibarat kertas putih. Lingkunganlah yang menghiasi lembaran-lembaran itu. Jika lingkungannya bagus, maka kertas itu akan dipenuhi dengan hiasan gambar bagus. Namun jika lingkungannya buruk, dapat dipastikan kertas itu penuh dengan coretan-coretan tak bermakna. Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah mulai dari keluarga, masyarakat, sekolah dan sebagainya.
Jadi, watak agresif anak dapat ditentukan oleh lingkungan. Perlu diketahui bahwa anak adalah peniru paling ulung. Segala apa yang dilihat akan dengan mudah direkam dalam memori alam bawah sadarnya. Segala rekaman itu suatu saat akan muncul, kecuali jika orang tua memberikan pendampingan ketika anak menyaksikan sesuatu yang buruk di lingkungannya.
Mencermati Lingkungan Eksternal
Perlu disadari bahwa tidak ada jaminan 100 % buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Orang tua jangan mudah terbuai bahwa anaknya akan tumbuh menjadi baik karena mereka adalah baik. Demikian pula, orang tua tak perlu merasa minder jika tahu gen yang dimilikinya bukanlah gen orang hebat. Ada banyak bukti sejarah yang menunjukkan adanya anak hebat yang lahir dari gen orang tua biasa saja.
Lingkungan eksternal amat berpengaruh dalam pembentukan karakter anak, termasuk dalam soal agresivitas tadi. Ada beberapa contoh lingkungan eksternal yang dapat memicu agresivitas anak. Di sini kami akan menampilkan faktor eksternal yang berada di dalam keluarga. Pertama, tayangan televisi. Kebanyakan orang tua, ketika dirinya tidak mau “diganggu” anaknya, menyodorkan televisi kepada anak. Sekalipun dalam diri anak ada semacam penyaring, namun bila tayangan televisi yang tidak sehat terus menerus ditonton, maka dapat tumbuh benih agresivitas pada anak.

Renungan HR Kelahiran Yohanes Pembaptis, Thn B

Renungan Hari Raya Kelahiran Yohanes Pembaptis, Thn B/I
Bac I  Yes 49: 1 – 6; Bac II                 Kis 13: 22 – 26;
Injil    Luk 1: 57 – 66, 80;

Hari ini Gereja Universal mengajak kita untuk merayakan Hari Raya Kelahiran Yohanes Pembaptis. Sabda Tuhan hari ini semuanya mau mengisahkan tentang dirinya, meski tak bisa juga dilepaskan dari Tuhan kita Yesus Kristus. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Nabi Yesaya, sang nabi menubuatkan tentang kelahiran seseorang yang merintis jalan bagi terang bangsa-bangsa. Dapatlah dikatakan bahwa nubuat Nabi Yesaya ini mengacu pada diri Yohanes Pembaptis. Yesaya berkata bahwa melalui Yohanes ini, Allah akan “menyatakan keagungan-Ku.” (ay. 3). Tentulah kita ingat akan kisah Tuhan Yesus dibaptis oleh Yohanes.
Bacaan kedua, yang diambil dari Kitab Kisah Para Rasul, juga menggambarkan sosok Yohanes Pembaptis dalam kacamata Paulus. Di sini, sejalan dengan nubuat Nabi Yesaya di atas, Paulus mau menekankan bahwa kehadiran Yohanes Pembaptis bertujuan menyiapkan jalan bagi Tuhan Yesus. Memang sebenarnya warta utama Paulus adalah Tuhan Yesus, sang Juru Selamat. Kehadiran Yohanes sebagai penguat janji Allah bahwa “kabar keselamatan itu sudah disampaikan kepada kita.” (ay. 26).
Sedangkan Injil hari ini mengisahkan peristiwa kelahiran Yohanes Pembaptis. Salah satu hal yang mau ditekankan di sini adalah keterlibatan Allah dalam proses kehamilan dan kelahiran itu. Dalam peristiwa kehamilan dan kelahiran, Allah memiliki peran. Keterlibatan Allah ini membuat orang-orang bertanya, “Menjadi apakah anak ini nanti?” (ay. 66). Pertanyaan ini merupakan kebingungan manusiawi atas penyelenggaraan ilahi, sama halnya juga dengan kehamilan Elisabet.
Merayaan hari raya kelahiran Yohanes Pembaptis kita disadarkan bahwa Allah senantiasa terlibat dalam setiap kehidupan manusia. Lewat sabda-Nya di hari raya St. Yohanes Pembaptis ini kita disadarkan akan karya Allah bagi umat manusia. Seperti yang dikatakan Paulus, kita diingatkan bahwa warta keselamatan sudah tiba di hadapan kita. Karena itu berbahagialah. Namun tetaplah kita membutuhkan penyertaan Tuhan dalam kehidupan kita. Tuhan menghendaki supaya kita selalu melibatkan Allah dalam kehidupan kita.***
by: adrian

Selasa, 23 Juni 2015

(Refleksi) Menyikapi Penolakan Umat

KETIKA DOMBA MENOLAK GEMBALA
Ketika ditahbiskan, seorang imam memiliki jabatan sebagai gembala. Umat adalah kawanan gembalaannya. Tentulah sangat diharapkan agar seorang imam bisa menampilkan dirinya sebagai seorang gembala yang baik, sebagaimana yang pernah diungkapkan Tuhan Yesus (lih. Yoh 10: 1 – 11) atau yang ditegaskan oleh Petrus (lih. 1Ptr 5: 1 – 11).
Akan tetapi, tak bisa dipungkiri bahwa tidak ada manusia yang sempurna di muka bumi ini. Demikian pula seorang gembala. Untuk menjadi gembala yang baik, sebagaimana yang diminta oleh Tuhan, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada begitu banyak persoalan dan perjuangan, baik itu menyangkut hal eksternal maupun internal diri gembala itu sendiri.
Paus Fransiskus sendiri, pada bulan Oktober 2014 lalu sudah menyatakan akan adanya gembala yang buruk, yang hanya sibuk dengan kepentingan diri sendiri, menyangkut uang dan kekuasaan. Sekalipun penuh dengan kelemahan dan kekurangan, bukan lantas berarti seorang gembala menyerah begitu saja tanpa ada niat untuk perbaikan diri. Memang tidak ada manusia yang sempurna, tapi setiap kita dipanggil kepada kesempurnaan. Tuhan Yesus pernah bersabda, “… haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat 5: 48).
Adanya gambaran gembala yang buruk inilah yang sering membuat domba memberontak. Kita dapat membagi pemberontakan ini ke dalam dua kelompok. Pertama, pemberontakan halus. Umat melakukan perlawanan secara diam. Tampil di permukaan seperti tidak ada pergejolakan. Umat seakan mendengar apa yang dikatakan sang gembala, namun dengan diam mengabaikannya. Perlahan-lahan umat enggan mengikuti kegiatan menggereja, malas mengikuti ekaristi hari Minggu, dan menolak setiap kebijakan sang gembala,
Kelompok kedua adalah pemberontakan frontal. Di sini umat dengan terang-terangan menyatakan sikapnya. Ada dua bentuk yang dapat dilihat, yaitu menolak sang gembala dengan mengusulkan pindah tempat tugas, dan yang ekstrem adalah pergi meninggalkan Gereja (pindah Gereja lain atau pindah agama).
Di balik pemberontakan umat ini, ada dua hal yang patut direnungkan oleh para gembala. Pertama, gembala yang buruk membuat umat memberontak. Hal ini berdampak buruk bagi pelayanan, dan yang selalu menjadi korban adalah umat dan Kristus. Hanya karena gembalanya, umat pergi “meninggalkan” Kristus. Kedua, pemberontakan itu mau menunjukkan bahwa para domba mencintai gembalanya. Pemberontakan bukan ungkapan kebencian mereka, melainkan kecintaannya. Mereka ingin agar sang gembala tampil baik.
Berhadapan dengan sikap penolakan domba terhadap gembalanya ini, sangat dibutuhkan kebijaksanaan uskup. Kami tidak akan sibuk dengan persoalan itu, tapi kami ingin mengkritisi penolakan umat atas gembalanya. Kami tidak hanya melihat dari satu sudut pandang saja.
Buat Umat: Tidak Ada yang Sempurna

Renungan Hari Selasa Biasa XII - Thn I

Renungan Hari Selasa Biasa XII, Thn B/I
Bac I  Kej 13: 2, 5 – 18; Injil               Mat 7: 6, 12 – 14;

Injil hari ini masih melanjutkan pengajaran Tuhan Yesus di bukit. Dalam pengajaran-Nya Tuhan Yesus memberikan pelajaran ajaran emas, sebuah pelajaran yang memuat seluruh isi hukum Taurat dan kitab para nabi. “Segala sesuatu yang kamu kehendaki diperbuat orang kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” (ay. 12). Di sini Tuhan Yesus mau mengatakan kepada para pendengar-Nya bahwa kalau mereka ingin dihormati, maka mereka musti menghormati orang lain; jika mereka tidak suka difitnah, maka mereka jangan pernah memitnah orang.
Ajaran emas ini dapat dilihat dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Kejadian. Diceritakan bahwa Abram tidak mau ada pertikaian antara kerabatnya. Abram ingin dihormati, maka ia terlebih dahulu menghormati Lot. “Baiklah pisahkan dirimu dari padaku: jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri.” (ay. 9). Abram tidak mau memaksakan kehendaknya kepada Lot, karena dia juga tak ingin dipaksa-paksa. Karena sikapnya inilah maka Allah berkenan padanya.
Dalam kehidupan, seringkali kita memaksakan kehendak kita pada orang lain. Akan tetapi kita sendiri tidak mau dipaksa orang. Kita ingin dihormati, namun kita enggan menghormati. Kita hanya mau orang lain memperhatikan keinginan kita, tanpa kita sendiri mau peduli pada mereka. Sabda Tuhan hari ini mau membongkar sikap lama kita itu. Tuhan menghendaki agar kita tidak memaksakan kehendak kita kepada orang lain hanya demi kepentingan diri kita sendiri. Tuhan menghendaki supaya kita jangan hanya memakai kacamata kita saja, melainkan juga memakai kacamata orang lain. Dengan melaksanakan ajaran emas ini, maka hidup akan terasa damai.***
by: adrian

Senin, 22 Juni 2015

Orang Kudus 22 Juni: St. Yohanes Fischer

SANTO YOHANES FISCHER, USKUP & MARTIR
Yohanes Fischer adalah sahabat karib Thomas Moore dan Erasmus. Ia lahir di Barverley, Yorkshire, pada tahun 1469 sebagai putera bungsu Robert dan Agnes Fischer.
Pada usia 14 tahun ia disekolahkan di Cambridge sampai memperoleh gelar Bakaleureat pada tahun 1487 dan gelar Master pada tahun 1491. Pada tahun itu jug ia ditahbiskan menjadi imam dalam usia 22 tahun. Kariernya terus meningkat dalam berbagai jabatan penting yang dipercayakan kepadanya: wakil kanselir, pembimbing rohani lady Margareth Beaufort, ibu dari Raja Henry VIII dan usaha-usaha dalam bidang pendidikan. Ia berhasil membujuk lady Margareth untuk mendukung usaha Raja Henry dalam memajukan pendidikan. Ia mendirikan ‘kolese Kristus’ dan dengan bantuan dana dari lady Margareth ia mendirikan ‘Kolese Santo Yohanes’ di Cambridge. Masih banyak lagi usaha lain yang ia kerjakan demi pelayanannya kepada umat.
Pada usia 35 tahun ia diangkat menjadi Uskup Bochester. Ia dikenal luas sebagai pengkotbah ulung dan sebagai seorang uskup yang rajin dan bijaksana dalam rencana-rencananya. Sebagai orang yang cakap dalam ilmu ketuhanan, ia menulis beberapa buku antara lain tentang Sakramen Ekaristi (1527). Bahan-bahan kotbahnya sangat banyak diterbitkan.
Semua keberhasilannya demi pelayanan kepada umat dicapainya dengan banyak pengorbanan. Pada tahun 1529, tatkala ia menjabat sebagai penasehat Katrina dari Aragon, ia dengan tegas menentang kebejatan Raja Henry VIII karena telah memperkosa Katrina. Karena itu ia dimusuhi oleh raja. Kecuali itu, ia berusaha keras untuk menggagalkan keinginan Raja Henry VIII untuk menjadi kepala Gereja di Inggris. Selama itu hidupnya terus dibayang-bayangi ancaman kematian. Dua kali ia ditangkap dan dipenjarakan. Meski demikian ia tetap teguh pada pendirian dan imannya.
Sementara mendekam di dalam penjara, Paus mengangkatnya menjadi kardinal. Pengangkatan itu semakin memperhebat kemarahan Raja Henry, yang memuncak pada pembunuhan atas dirinya secara mengerikan. Pada tanggal 22 Juni 1535, ia dijatuhi hukuman mati penggal kepala. Ia dengan gagah berani menghadap ajalnya demi umat, kebenaran dan Kristus. Ia, seorang sarjana terkenal, ahli perpusatakaan, dan seorang uskup yang membaktikan diri sepenuhnya bagi kesejahteraan rohani umatnya. Pada tahun 1935 ia dinyatakan sebagai santo.
sumber: Iman Katolik
Baca juga orang kudus hari ini:

Observasi tentang Merokok

BERHENTILAH MEROKOK SEKARANG JUGA!!!
Ini gambaran bila orang merokok hingga empat ratusan batang rokok. Ter yang ada dalam batang rokok akan bersemayam dalam organ vital kita. Capat atau lambat berbagai penyakit pun akan melanda kehidupan.
Akan tetapi film ini masih memiliki kelemahan. Tidak ada korelasi langsung antara orang merokok dengan apa yang ditayangkan film ini. Apa yang disajikan dalam film ini menggambarkan yang orang merokok tanpa henti hingga 400-an batang rokok. Rasanya, tidak ada orang yang demikian. Yang terjadi adalah ada waktu jedah orang merokok, dan saat jedah itu ada kemungkinan terjadi penetralisiran rokok dalam tubuh manusia. Ini masih merupakan kemungkinan.
Karena itu, bisa dikatakan bahwa observasi yang ditampilkan dalam film ini belumlah menggambarkan secara utuh orang merokok sehingga bisa dilihat dampaknya yang sama. Namun sebagai sebuah pengajaran, film ini sangat bermanfaat, khususnya bagi anak-anak remaja.

Renungan Hari Senin Biasa XII - Thn I

Renungan Hari Senin Biasa XII, Thn B/I
Bac I  Kej 12: 1 – 9; Injil           Mat 7: 1 – 5;

Bacaan pertama hari ini dimabil dari Kitab Kejadian. Di sini dikisahkan tentang panggilan Tuhan kepada Abraham, yang waktu itu masih bernama Abram. Dari cerita itu tampak jelas kalau Abraham begitu taat kepada kehendak Allah. Sekalipun tidak tahu gambaran tempat yang dimaksud Tuhan, Abraham berangkat saja. Apa yang diperintahkan Tuhan, ia ikuti. Karena hal inilah, maka Abraham dikenal sebagai teladan orang beriman. Ia mengutamakan kehendak Tuhan daripada kehendak pribadi.
Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus menyampaikan sebuah pengajaran revolusioner. Apa yang disampaikan Tuhan Yesus adalah merupakan kehendak Allah. Tuhan menghendaki supaya umat mau terlebih dahulu memeriksa atau mengoreksi diri sebelum mengoreksi orang lain. Inilah yang dimaksud Tuhan Yesus lebih pengajaran-Nya, “Jangan kau menghakimi supaya kamu tidak dihakimi.” (ay. 1). Bukan maksud Tuhan Yesus agar umat tidak perlu mengkritisi orang lain atau menegur kesalahan orang lain, melainkan agar umat waspada agar jangan sampai apa yang dikritik itu justru ada dalam diri umat.
Jauh lebih mudah mencari atau melihat kesalahan orang lain daripada kesalahan diri sendiri. Ketika melihat kesalahan atau kekurangan orang lain, kita cepat mengkritik atau bahkan mencelanya. Namun kita tidak sadar bahwa seringkali apa yang kita cela itu ada dalam diri kita. Misalnya, kita gampang mengritik koruptor tanpa pernah sadar kita sendiri sering atau pernah melakukannya. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk mengikuti teladan Abraham dalam mengikuti kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan hari ini mengajak kita untuk berani mengritik diri sendiri sebelum mengritik orang lain. Kita haruslah terlebih dahulu bersih sebelum membersihkan sesama kita.***
by: adrian

Minggu, 21 Juni 2015

Keluarga Basis Pertahanan Melawan Narkoba

KELUARGA SEBAGAI BENTENG TERHADAP NARKOBA
Dewasa kini masalah narkoba cukup menyita perhatian kita. Masalah narkoba bukan hanya soal hukuman mati, melainkan juga soal penyebaran, bahaya pemakaian, bisnis dan rusaknya moral bangsa. Soal bahaya penyalahgunaan narkoba hampir semua kita sudah mengetahuinya. Malah bisa dikatakan bahwa narkoba dapat merusak moral bangsa. Namun menjadi pertanyaan kita, sekalipun sudah tahu berbahaya, kenapa penyebarannya kian marak.
Ketika seorang dosen kedapatan menggunakan narkoba, seakan kita sudah kehilangan pegangan. Dosen atau guru, yang seharusnya memberikan contoh teladan baik bagi generasi muda, justru terlibat dalam dunia haram ini. Dunia pendidikan sebagai benteng pertahanan kaum muda dari serangan bahaya narkoba perlahan mulai runtuh.
Dari data yang ada, pengguna narkoba terbesar berasal dari kalangan kaum muda dan remaja. Mereka umumnya masih berada di bangku pendidikan. Karena itu, jika lembaga pendidikan saja sudah tercemar dengan benda haram ini, lantas kepada siapa kita berharap? Apakah kepada polisi? Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada begitu banyak polisi juga terlibat dalam bisnis haram ini. Bandingkan saja dengan kisah mafia narkoba di Amerika dalam film The American Gangster. Memang seperti film itu, kita juga tentu berharap masih ada polisi bersih.
Bukan berarti kita meremehkan polisi atau Badan Narkotika Nasional (BNN), atau lembaga-lembaga lain. Kita masih bisa berharap kepada mereka (mengharapkan hadirnya polisi bersih). Akan tetapi, janganlah menggantungkan pengharapan itu hanya kepada mereka saja. Keluarga hendaknya menjadi benteng pertahanan terakhir melawan gempuran bahaya narkoba ini.
Jika dikatakan keluarga sebagai benteng pertahanan melawan bahaya narkoba, disana ada orang tua yang berperan penting. Para orang tua hendaknya mendidik, membina dan mengawasi putra-putrinya. Pendidikan dan pembinaan dilakukan sejak anak masih kecil (usia prasekolah dan usia SD). Di sini anak dilatih untuk mengenal secara umum baik dan buruk atau boleh dan tidak boleh dengan segala konsekuensinya. Anak juga dilatih bagaimana menolak tanpa menyakiti hati orang lain.
Di usia akhir SD dan memasuki usia remaja, orang tua perlu mengajar anaknya tentang penyebaran dan bahaya narkoba. Berkaitan dengan narkoba ini, orang tua perlu memberikan batasan yang jelas dan tegas berkaitan dengan boleh dan tidak boleh. Anak juga perlu diberitahu sikap orang tua jika mereka menggunakan narkoba. Perlu disadari agar proses penyampaian itu tidak terkesan menggurui, karena salah satu sifat remaja adalah anti digurui. Namun, jika sejak dini sudah terbangun relasi yang baik antara orang tua dan anak, kesan itu akan hilang.

Renungan Hari Minggu Biasa XII - B

Renungan Hari Minggu Biasa XII, Thn B/I
Bac I  Ayb 38: 1, 8 – 9; Bac II             2Kor 5: 14 – 17;
Injil    Mrk 4: 35 – 40;

Sabda Tuhan pada kita hari ini mau mengatakan bahwa dalam situasi mencekam, Allah hadir. Hal ini dapat dilihat dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Ayub. Dikatakan bahwa dari dalam badai, Tuhan menjawab. Artinya, Tuhan hadir dalam badai. Biasanya orang selalu takut dengan badai. Karena itu, apabila ada badai, orang selalu menyingkir. Badai merupakan sesuatu yang bukan saja ditakuti, melainkan musti dihindai. Dalam bacaan pertama, Ayub malah mendengarkan Allah berbicara kepadanya dalam badai.
Injil hari ini juga berbicara soal badai taufan. Ketika Tuhan Yesus dan para rasul menyeberang dengan perahu, tiba-tiba datang taufan yang dahsyat sehingga ombak pun menghantam perahu itu. Tuhan Yesus tidur tenang di buritan, sementara para murid mulai cemas dan ketakutan. Mereka tidak melihat ada Tuhan di dalam perahu mereka. Sikap mereka inilah yang dikecam Tuhan Yesus, “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (ay. 40).
Sikap para murid di atas menggambarkan kemanusiaan lama mereka. Sekalipun mereka sudah hidup bersama dengan Tuhan Yesus, namun sikap dan hidup mereka masih menunjukkan manusia lama. Mereka takut dan kurang percaya. Sikap inilah yang hendak dibaharui Paulus. Dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus, yang menjadi bacaan kedua hari ini, Paulus mengajak umat untuk menjadi manusia baru. Dengan menerima Kristus berarti hidup juga di dalam Kristus. Dan ini berarti menjadi ciptaan baru. Yang lama harus ditanggalkan.
Kita selalu melihat bahwa dalam peristiwa-peristiwa buruk Tuhan tidak hadir. Peristiwa buruk selalu diartikan dengan ketiadaan Tuhan. Karena itu, berhadapan dengan situasi buruk kita selalu merasakan ketakutan dan kecemasan. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk mengubah pola pikir demikian. Tuhan tidak hanya ditemui dalam peristiwa suka atau kejadian baik. Tuhan hadir juga dalam setiap peristiwa hidup kita. Semua tergantung sejauh mana mata iman kita terbuka untuk melihat dan menemui-Nya. Melalui sabda-Nya hari ini Tuhan menghendaki agar kita tidak perlu takut berhadapan dengan situasi “gelap” dalam hidup kita. Tuhan senantiasa ada.***
by: adrian

Sabtu, 20 Juni 2015

Ziarah ke Israel #3

YORDANIT – HOTEL TIBERIAS

Renungan Hari Sabtu Biasa XI - Thn I

Renungan Hari Jumat Biasa XI, Thn B/I
Bac I  2Kor 11: 18, 21 – 30; Injil         Mat 6: 19 – 23;

Injil hari ini masih melanjutkan pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit. Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus mengajarkan para pendengar-Nya tidak merasa khawatir akan hal-hal dalam hidup. Tuhan Yesus memberikan contoh pembanding burung pipit, yang tidak menabur namun tidak pernah mati kelaparan, atau bunga bakung, yang tidak pernah memintal namun dapat menghasilkan bunga yang indah. Namun perlu disadari bahwa ajaran tentang kekhawatiran ini harus dikaitkan dengan pernyataan Tuhan Yesus yang pertama, yaitu soal mengabdi kepada dua tuan. Di sini Tuhan Yesus hendak menegaskan kepada pendengar-Nya agar jangan sampai kekhawairan hidup itu membuat mereka akhirnya jatuh kepada penyembahan dua tuan.
Nasehat Tuhan Yesus dalam Injil kembali diteruskan oleh Paulus dengan nada yang berbeda dalam bacaan pertama. Dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus, Paulus mengatakan bahwa dalam hidupnya ada satu orang yang membuat dia ingin bermegah. Orang itu adalah Tuhan Yesus. Memang ada juga niat dalam hati untuk bermegah atas diri sendiri. Namun Paulus sadar bahwa hal ini dapat membawanya jatuh kepada kesombongan diri. Jadi, di sini Paulus menyampaikan ada dua tuan, yang kepadanya kita dapat bermegah, yaitu Tuhan Yesus dan diri kita sendiri. Paulus mengajak jemaat untuk mengikuti dirinya memegahkan Tuhan dalam kehidupan.
Kekhawatiran merupakan bagian dari hidup manusia. Setiap manusia pasti pernah mengalaminya. Seringkali terjadi kekhawatiran itu membuat manusia kehilangan pijakan sehingga menempuh jalan yang keliru. Sabda Tuhan hari ini menghendaki agar sekalipun kita mengalami kekhawatiran dalam hidup, kita jangan sampai meninggalkan Tuhan. Kita diajak untuk tetap berpegang pada iman akan Dia. Paulus sudah memberi teladan hidupnya. Sekalipun penderitaan senantiasa mendera hidupnya, Paulus tetap setia pada Kristus. Malah dalam kelemahannya Paulus memegahkan Kristus.***
by: adrian