Selasa, 11 Januari 2022

KAWIN, CERAI, LALU KAWIN LAGI

Menikah adalah hak setiap orang. Karena manusia adalah makhluk sosial, maka menikah, yang melekat dengan kemanusiaan kita, juga mempunyai dimensi sosial. Artinya, orang tidak bisa sesuka hatinya saja. Ketemu pasangan langsung menikah; namun ketika bosan, langsung cerai.

Karena itulah pernikahan diikat dengan seperangkat peraturan. Tujuan peraturan yang ada bukan untuk mengekang kebebasan individu manusia, melainkan supaya kebebasan itu dihargai dengan saling menghargai kebebasan tiap individu. Dari sinilah akan lahir tatanan kehidupan yang teratur.

Di samping itu, aturan dalam pernikahan membuat manusia berbeda dari binatang. Lihatlah dunia binatang pada umumnya. Karena tidak ada aturan, yang mengatur tentang pernikahan, hidup mengikuti naluri saja. Ketemu pasangan, ya kawin. Kehamilan dan beranak adalah urusan betina. Ada pasangan lain, kawin lagi. Begitu seterusnya.

Manusia tidaklah demikian. Gereja Katolik, dengan aturannya, mengikat sebuah perkawinan seumur hidup. Gereja juga mengajak umatnya untuk membangun keluarga yang monogami agar ada kejelasan status orangtua.

Akan tetapi, karena sudah merupakan sifat manusia yang serakah dan tidak bisa puas dengan apa adanya, manusia mengalami kejatuhan. Termasuk dalam membangun keluarga. Tak terkecuali mereka yang awalnya menikah di luar Gereja Katolik.

Ada banyak kasus umat Katolik yang menikah di luar Gereja Katolik, baik beda Gereja maupun beda agama, menemui masalah hidup dalam keluarga dan akhirnya bercerai. Dalam perjalanan waktu, mereka menemukan pasangan hidup lagi, mungkin seiman mungkin juga tidak, lalu ingin menikah secara Katolik. Dengan kata lain, ada orang yang sudah bercerai dari perkawinan sebelumnya, yang tidak diresmikan secara Katolik, hendak menikah lagi secara Katolik.

Bagaimana sikap Gereja Katolik? Apakah mereka-mereka ini bisa menikah lagi secara Katolik?