Senin, 14 Januari 2019

MAKNA TERSINGGUNG

Setiap orang pasti pernah mengalami ketersinggungan, entah karena dihina atau pun dikritik. Tersinggung karena penghinaan adalah lumrah, karena tidak ada orang yang mau dirinya dihina. Penghinaan merupakan sebentuk perendahan terhadap harkat martabat kemanusiaan.
Lain halnya dengan kritik. Jika penghinaan identik dengan perendahan atau bahkan penghancuran martabat seseorang, kritik malah membangun. Lalu, mengapa kritik dapat menyebabkan orang tersinggung? Ketersinggungan karena kritik itu tergantung dari bagaimana orang menyikapi kritik tersebut.
Akan tetapi, tersinggung itu ternyata memiliki makna. Positip atau negatifnya makna tersebut tergantung pada cara menyikapinya. Tulisan “Mati Rasa” merupakan refleksi atas persoalan tersinggung ini. Melalui tulisan ini pembaca diajak untuk bercermin, melihat dirinya sendiri, sejauh mana dirinya menyikapi ketersinggungan itu. Lebih lanjut mengenai tulisan ini, silahkan klik di sini.

PAUS FRANSISKUS: IMAN BUKAN IDE, TAPI RELASI PERSONAL DGN YESUS


Paus Fransiskus mengatakan para kudus adalah umat kristiani yang “gila akan kekonkretan” dan mengerti bahwa iman bukan sebuah ide melainkan sebuah hubungan dengan Yesus yang mengarah pada tindakan yang memperlihatkan cinta kasih. Saat merayakan misa pagi pada 7 Januari di Kapel Domus Sanctae Marthae, Paus Fransiskus mengatakan bahwa perayaan natal adalah perayaan iman yang konkret.
Umat kristiani meyakini iman mereka yang mengatakan bahwa “Anak Allah datang dalam daging menjadi sama seperti kita,” kata Paus Fransiskus. “Dia dikandung dalam rahim Bunda Maria, lahir di Betlehem, bertumbuh seperti layaknya seorang bayi, mengungsi ke Mesir, kembali ke Nazareth, belajar membaca bersama bapanya, bekerja – meskipun Allah, ia juga sesungguhnya manusia.”
“Bacaan pertama pada misa diambil dari Surat Pertama Yohanes yang mengatakan bahwa umat Kristen diperintahkan untuk percaya dalam nama Yesus dan saling mengasihi sesuai dengan kasih yang konkret, bukan kasih yang fantasi,” jelas Paus Fransiskus. “Kekonkretan. Inilah tantangannya. Bukan ide-ide dan kata-kata yang indah,” lanjut Paus Fransiskus.
Bacaan pertama pada misa juga mencakup peringatan Yohanes, “Janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia.” Kehidupan umat kristiani membutuhkan “kewaspadaan spiritual” dan iman akan Yesus Kristus serta belas kasih.
Salah satu cara untuk bertumbuh dalam kewaspadaan spiritual adalah meluangkan waktu selama beberapa menit di penghujung hari untuk berkomunikasi dengan Allah dan memohon kepada-Nya agar Ia berbicara kepada setiap hati. Langkah selanjutnya adalah menindak-lanjuti inspirasi yang muncul berdasarkan pada Injil dan panduan spiritual yang bijaksana.
Ada banyak orang – imam, kaum religius, umat awam – yang memiliki kemampuan untuk “membantu kita melihat apa yang sedang terjadi dalam roh kita sehingga kita tidak berbuat kesalahan.” Menutup homilinya, Paus Fransiskus mengungkapkan Yesus menjadi manusia, lahir dari seorang wanita, menderita kematian yang sesungguhnya dan meminta kita untuk mencintai sesama secara konkret meskipun ada orang yang sulit untuk mencintai.