Sabtu, 30 November 2013

(P U I S I) Uang

                 U A N G
         

               I
Uang, uang lagi
Boss-boos pun beraksi
Demi anak isteri dan diri
Kaya karena korupsi
Uang, uang lagi
Pelacuran pun kian menjadi
Di mana hotel berdiri
Di sana pelacur beraksi
Pelacur butuh duit
Sang boss yang sikat
Puaskan nafsu diri
Dengan uang hasil korupsi

                II
Uang, uang lagi
Koruptor pun mulai beraksi
Caplok sana dan sini
Negara mulai rugi
Rakyat yang bersedih
Koruptor banyak relasi
Dengan uang hasil korupsi
Di pengadilan dapat lari
Dengan uang hasil korupsi

             III
Uang, uang lagi
Buat orang berjudi
Dari kecilan hingga kaum berdasi
Berjudi sampai lupa diri
Lupa anak dan isteri
Lupa akan harga diri

                 IV
Uang, uang lagi
Kuasa bagai dewa
Membunuh sesamanya
Menipu sesamanya
Memfitnah sesamanya
Semua karena uang              

                 V
Uang, uang lagi
Wong cilik resah lagi
Lihat harga membubung tinggi
Barang-barang tak mampu dibeli

                VI
Uang, uang lagi
Beraksi para peragawati
Pamer paha dan bodi
Tak peduli dengan harga diri
Yang penting laku terbeli
 Okt 1991
by: adrian

Melihat Otentisitas Sebuah Tulisan

TOLOK UKUR KEASLIAN TULISAN
Dalam sebuah tulisan di www.kesalahanquran.wordpress.com ada seorang bernama Otori Mitsuke (mungkin bukan nama asli) menulis sebuah komentar. Demi Bahasa Indonesia yang baik dan benar, saya mengedit tulisan tersebut tanpa menghilangkan pesannya sedikitpun. Pesan komentator itu adalah sebagai berikut:

“Al-Qur’an terjaga keasliannya, sebagaimana janji Allah. Kalau tidak percaya, coba kalian:
1. Palsukan Al-qur’an dan kalian terbitkan Al-Qur’an itu ke seluruh Indonesia dan semua toko buku.
2. Kalian palsukan Injil dan kalian terbitkan Injil itu ke seluruh Indonesia dan semua toko buku.
Dan kalian bakal mendapatkan efek yang teramat sangat jauh berbeda dari kedua hal yang kalian lakukan, yaitu:
1. Kalau kalian palsukan Al-Qur’an, kalian pasti akan diprotes besar-besaran, didemo, diburu polisi dan masuk tv…..masuk penjara
2. Kalau kalian palsukan Injil, kalian pasti tidak kenapa-napa, tak ada protes besar-besaran,  karena Injil sekarang memang sudah dipalsui…. Injil sekarang berbeda dengan jamannya nabi Isa a.s…. masih original.
Dan di Injil, nabi Isa pernah bilang kalau Dia cuma utusan Allah, dia bukan Tuhan… tapi kok kalian yang pakai Injil (sekarang) malah menyembah Dia …. Dan Injil itu sudah banyak direvisi” (lih: http://kesalahanquran.wordpress.com/2011/11/11/kumpulan-kesaksian-para-murtadin-islam/)

Sebuah Kebenaran
Kita harus jujur bahwa apa yang dikatakan Otori Mitsuke tidak sepenuhnya salah. Ada kebenaran di dalam pernyataannya. Kebenaran dari pernyataan Mitsuke adalah bahwa jika Quran dipalsukan akan menimbulkan reaksi besar, bukan saja di Indonesia melainkan seluruh dunia. Berbeda dengan Injil atau Kitab Suci orang kristen. 

Jadi, adalah benar apa yang dikatakan Mitsuke bahwa umat islam akan marah, protes dan melakukan tindakan anarki lainnya bila ada orang yang memalsukan Quran. Ini adalah fakta. Jadi kebenarannya berdasarkan fakta. Kita bisa katakan bahwa pendapat Misuke ini mewakili pendapat umum umat islam, karena ada banyak ditemui orang islam yang berpikiran demikian.

Akan tetapi, apakah kemarahan, protes dan tindakan anarki merupakan tolok ukur keaslian Quran? Harus disadari juga bahwa reaksi marah, kekerasan bahkan sikap anarkis umat islam ini bukan hanya muncul bila terjadi sesuatu pada Quran yang tidak benar, melainkan juga pada atribut agama. Misalnya, jika ada “pelecehan” atau informasi yang tidak disukai berkaitan dengan Nabi Muhammad, maka umat islam seluruh dunia akan demo, protes, marah bahkan bertindak brutal. Tentu kita masih ingat akan kasus pembakaran buku “5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia” oleh Toko Buku Gramedia pada 14 Juni 2012. Gramedia takut menghadapi ancaman umat islam (baca ulasannya dalam http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/15/mengapa-gramedia-memusnahkan-buku-%E2%80%9C5-kota-paling-berpengaruh-di-dunia%E2%80%9D-464760.html). Atau ketika ada video dengan nabi Muhammad, umat islam sedunia marah.

Jadi, sifat suka marah yang dapat berujung pada tindakan anarkis sepertinya menjadi karakter umat islam, bukan merupakan tolok ukur keaslian sebuah naskah. Mungkin sifat ini mendapat pendasarannya dalam Quran sendiri. Demi membela (atribut) agama, apapun boleh dilakukan. Karena itu wajar bila bulan September lalu Pemerintahan Rusia memerintahkan untuk memusnahkan Al-Quran, karena dinilai menciptakan ekstremisme.

Amat sangat menyedihkan jika keaslian sebuah naskah ditentukan oleh selera. Dan yang terjadi selama ini adalah demikian. Semua tulisan atau karya apapun yang bersinggungan dengan keislaman, harus sesuai dengan selera umat islam. Jika tidak maka akan muncul kemarahan.

Dalam buku “5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia” di sana hanya ditulis bahwa untuk menghidupi kelompoknya Muhammad merampok. Umat islam tidak suka dengan kata merampok. Hal itu seakan mengurangi citra luhur sang nabi. Padahal, fakta sejarah memang demikian.

Injil Dipalsukan?
Dengan pola pikir di atas, maka wajar bila orang islam berkesimpulan bahwa Injil sudah dipalsukan. Karena sama sekali tidak ada kemarahan apalagi tindakan anarki dari orang kristen bila terjadi sesuatu pada Injil. Jangankan pada Injil, pada atribut keagamaan lainnya, jarang sekali terdengar. Kalaupun terjadi, itu pasti di tingkat lokal saja. Misalnya, ketika terjadi pelecehan Yesus oleh Neymar, hanya umat Brasil yang protes. Itupun tidak seluruhnya. Protes itu disuarakan oleh Konferensi Waligereja Brasil. Tidak ada kerusuhan, tidak ada demo atau penutupan majalah yang memuat gambar pelecehan tersebut.

Lalu, apakah itu berarti Injil dipalsukan? Apakah Injil sekarang berbeda dengan Injil waktu jaman Yesus?

Harus diingat bahwa pada waktu Yesus hidup belum ada Injil seperti yang ada sekarang ini. Pada waktu itu hidup, perkataan dan perbuatan Yesus itulah Injilnya. Setelah Yesus naik ke surga, kisah hidup Yesus ini berkembang dari mulut ke mulut dalam tradisi lisan. Dan setelah puluhan tahun ada usaha beberapa orang untuk menuliskan kembali kisah hidup Yesus (perbuatan dan perkataan-Nya).

Jadi, tidak benar bila dikatakan bahwa Injil sudah dipalsukan hanya dilihat dari tidak adanya reaksi protes pada umat kristen. Kenapa umat kristen diam saja? Mungkin orang kristen sudah bisa membedakan mana yang asli dan tidak. Atau mungkin karena tidak ada pendasaran dalam Injil untuk marah atau melakukan tindak kekerasan demi membela kebenaran. Bukankah Injil memerintahkan umat kristen untuk berlaku kasih, bahkan kepada mereka yang menghina, mencela, memfitnah atau memusuhi.

Tolok Ukur Keaslian
Pertanyaan kita sekarang, apa yang seharusnya menjadi tolok ukur keaslian tulisan (Quran dan Injil)?

Untuk menguji keaslian sesuatu, kita membutuhkan pembanding yang juga sama dengan sesuatu itu. Pembanding inilah yang menjadi tolok ukurnya, bukan soal selera. Misalnya, untuk menguji keaslian emas, kita harus punya pembandingnya. Emas yang kita uji itu kita bandingkan dengan emas murni sebagai pembandingnya; jika sama maka emas yang diuji itu asli. Jadi bukan karena saya suka, maka emas itu asli.

Atau sebuah keaslian berita dapat diketahui bila kita punya pembanding. Misalnya, tentang peristiwa Perang Padri (1803 – 1838). Kita tidak bisa mengandalkan informasi Perang Padri ini dari buku yang ditulis tahun 1900-an, tanpa sumber-sumber pendukung yang mendekati tahun kejadian. Kita tidak bisa mengandalkan selera untuk menyatakan bahwa informasi dalam buku itulah yang benar. Kita harus membutuhkan pembanding untuk mengetahui fakta yang terjadi pada Perang Padri. Pembanding itu dapat kita temukan pada buku atau manuskrip-manuskrip yang ditulis sekitar tahun kejadian. Buku atau manuskrip yang ditulis sekitar tahun kejadian inilah yang harus diakui kebenaran peristiwanya.

Contoh lain tentang eksorsis. Ada film yang mengisahkan tentang eksorsis dengan judul “The Rite”. Dikatakan bahwa film ini didasarkan dari kisah nyata yang ditulis dalam buku dengan judul “Ritual Pengusiran Setan: Pencarian keyakinan seorang eksorsis di zaman modern” karya Matt Baglio. Jika kita hanya berdasarkan selera, maka kita akan mengatakan bahwa informasi dalam film itulah yang benar, meski ada perbedaan jauh antara film dan buku. Buku mendekati kebenaran karena ia langsung dari sumber utama, sedangkan film yang dibuat jauh setelah buku diterbitkan, sangat jauh dari sumber utama.

Demikianlah dengan Injil. Sebenarnya ada banyak kitab yang disebut ‘injil’. Umumnya diketahui ada sekitar 20 injil. Dari ke-20 kitab injil itu, Gereja hanya mengakui 4, yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Alasannya, pertama penulisnya tidak jauh dari sumbernya. Misalnya, Injil Matius dan Yohanes diyakini ditulis oleh Rasul Matius dan Yohanes; sedangkan Injil Markus dan Lukas ditulis oleh murid rasul Yesus (Markus, murid rasul Petrus; dan Lukas, murid rasul Paulus). Jika membandingkan keempat tulisan Injil itu terdapat kesamaan pesan. 

Hal ini berbeda dengan injil-injil lainnya. Sekalipun memakai nama rasul (misalnya, injil Petrus, injil Thomas, injil Filipus, injil Yudas dan injil Keduabelas rasul), sangat diragukan keasliannya. Ini dapat dilihat dari tahun penulisan serta bahasa dan gaya penulisan. Selain itu, keberadaan keempat Injil itu sudah diakui oleh Bapa-bapa Gereja yang hidup di abad-abad awal, seperti Papias, St. Hieronimus, St. Irenaeus, Origenes dan Eusabeus. Mereka hidup antara tahun 150 – 250. Kesaksian mereka memberi peneguhan atas keaslian keempat Injil, yang berbeda dengan injil lainnya. Ini bisa terjadi karena Gereja tidak memusnahkan karya-karya lainnya yang bertentangan dengan keempat Injil. Dengan ini orang bisa menguji keasliannya dengan cara membandingkan dan dengan cara lainnya.

Berbeda dengan Al-Quran. Kita sama sekali tidak punya naskah pembanding, karena naskah-naskah yang dinilai tidak menyenangkan dimusnahkan. Karena itu, yang ada dalam Quran hanyalah yang baik-baik saja menurut ukuran umat islam. Karena semuanya menjawab selera. Dan orang pun “dipaksa” untuk menulis yang baik-baik saja (sesuai selera umat) tentang keislaman. Tulisan yang tidak sesuai dengan selera umat, tentulah akan segera dimusnahkan (contoh buki lima kota atau ayat-ayat setan). Orang tidak diperkenankan untuk beda pendapat, sekalipun untuk berbeda itu ada dasarnya. Misalnya penulis buku lima kota punya data yang bukan sembarangan.

Hal ini berdampak pada penerbit dan toko buku. Penerbit dan toko buku tidak berani menerbitkan atau memajang buku bernuansa islam yang tidak sesuai selera umat islam. Resikonya sangat besar.

Jadi, keaslian sebuah naskah tidak ditentukan oleh selera atau ada tidaknya aksi demo yang bisa berujung pada tindak anarkis. Keaslian sebuah naskah ditentukan oleh naskah lain sebagai pembanding. Ada banyak syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah tahun penulisan. Seorang sejarahwan, ketika hendak menulis sebuah naskah sejarah, ia akan mencari sumber buku yang tahun penulisannya mendekati peristiwa sejarah yang akan ditulisnya.Inilah yang berlaku dalam tradisi kristen. 

Berbeda dengan tradisi islam yang menilai kebenaran dan keotentikan sebuah naskah dari selera. Wujud tampilannya adalah demo, protes dan amuk. Semakin besar demo dan protesnya; dan semakin hebat amukannya, semakin otentik dan benarlah sebuah naskah.
Jakarta, 25 November 2013
by: adrian

Renungan Pesta St. Andreas Rasul - C

Renungan Pesta St. Andreas Rasul, Thn C/I
Bac I   : Rom 10: 9 – 18; Injil       : Mat 4: 18 – 22

Hari ini adalah pesta Santo Andreas, Rasul. Bacaan Injil mengisahkan panggilan Andreas menjadi murid Yesus. “Mari, ikutilah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” (ay. 19). Ini berarti Andreas dan rasul lain yang dipanggil Yesus memiliki tugas untuk keselamatan manusia. Keselamatan itu datang dari Yesus; dan tugas para rasul adalah mewartakan Dia.

Inilah yang diungkapkan Paulus dalam bacaan pertama. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus mengatakan bahwa keselamatan datang dari iman kepada Yesus. Artinya orang harus percaya kepada-Nya. Namun, agar orang lain bisa percaya maka harus ada yang mewartakan Dia (ay. 14). Inilah dasar ke-rasul-an Paulus. Dia harus mewartakan Yesus agar orang lain mendengar dan percaya sehingga mereka mendapat keselamatan. Sebab “iman timbul dari pendengaran...” (ay. 17).

Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita akan tugas perutusan kita sebagai ‘rasul’ Kristus. Kita juga punya tugas untuk mewartakan Kristus. Inilah yang dikehendaki Tuhan lewat sabda-Nya. Kita diajak untuk mewartakan hidup dan perkataan Yesus agar orang lain mendapat keselamatan. Di sini tampak jelas bahwa kita yang sudah mendapat keselamatan karena sudah percaya kepada-Nya, dipanggil untuk membagikan keselamatan itu kepada sesama lewat pewartaan. Jadi, keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita janganlah dinikmati sendiri.

by: adrian

Jumat, 29 November 2013

Retret Di Kabanjahe dan Kisaran (1994 - 1995)

 saya, Dion dan Polly





 Cuci piring bersama
 Kemas-kemas
 Tetap semangat setelah olah rohani
Foto dulu sebelum pulang

Orang Kudus 29 Novermber: St. Fransiskus Antonius Fasani

SANTO FRANSISKUS ANTONIUS FASANI, PENGAKU IMAN
Antonius Fasani lahir pada tahun 1681. Semasa kecil ia biasa dipanggil Johnny. Ia adalah putera seorang petani Italia. Ayahnya meninggal dunia sebelum usianya mencapai sepuluh tahun. Suami-kedua ibunya bersikap baik kepadanya. Ia mengirim anak itu agar mendapatkan pendidikan dari para Fransiskan.

Ketika usianya limabelas tahun, Johnny minta agar diperkenankan bergabung dengan ordo Fransiskan. Ia menjadi Frater Fransiskus Antonius. Ia berhasil amat baik dalam seluruh pelajaran dan ditahbiskan menjadi seorang imam. Fransiskus Antonius menjadi terkenal sebagai seorang guru dan pengkhotbah. Di kemudian hari, ia juga diangkat sebagai superior. Ia berusaha semaksimal mungkin menjadi pelayan kasih bagi segenap biarawan.

Fransiskus Antonius secara istimewa menaruh perhatian pada para tahanan. Penjara-penjara di masa itu sungguh merupakan tempat yang mengerikan. Dengan segala daya upaya ia berusaha membantu para tahanan yang malang. Kasihnya mengalir bagi siapa saja yang membutuhkan. Dialah yang memulai kebiasaan mengumpulkan hadiah-hadiah di masa Natal untuk dibagikan kepada keluarga-keluarga miskin. Di Lucera, di kota di mana ia melewatkan hidupnya, orang biasa mengatakan, “Jika engkau ingin melihat Santo Fransiskus dari Assisi, lihat saja Pater Fransiskus Antonius!”

Fransiskus Antonius memiliki devosi yang mendalam kepada Bunda Maria. Ia biasa menyampaikan penghormatan istimewa kepada Santa Perawan Maria dengan gelarnya Yang Dikandung Tanpa Dosa. Pada permulaan novena menyambut hari raya inilah ia wafat. Beberapa waktu sebelumnya, kala kesehatannya masih prima, ia mengatakan bahwa ia akan segera meninggal dunia. Ia bahkan mengatakan kepada seorang rekan imam bahwa ia akan ikut bersamanya. Rekan imam yang baik ini dengan agak terperanjat menjawab, “Dengar, Pater, jika engkau hendak meninggalkan dunia ini, itu urusanmu, tetapi aku tidak akan tergesa-gesa!”

Akan tetapi Fransiskus Antonius menjawab, “Kita berdua harus melakukan perjalanan ini. Aku dulu dan engkau menyusul.” Dan tepat inilah yang terjadi. Rekan imam itu hidup hanya dua bulan setelah Fransiskus Antonius pergi mendapatkan ganjaran abadinya. Fransiskus Antonius wafat pada tahun 1742 dan dimaklumkan sebagai “beato” oleh Paus Pius XII pada tahun 1951 dan sebagai “santo” pada tahun 1986 oleh Paus Yohanes Paulus II.

Renungan Hari Jumat sesudah HR Kristus Raja - Thn I

Renungan Hari Jumat sesudah HR Kristus Raja, Thn C/I
Bac I   : Dan 7: 2 – 14; Injil           : Luk 21: 29 – 33

Dalam Injil hari ini, lewat perumpamaan pohon ara, Yesus mengajak para murid-Nya untuk bisa membaca tanda-tanda zaman. Dengan kemampuan membaca tanda-tanda zaman ini, para murid akan dapat mengetahui kedatangan kerajaan Allah. Dengan demikian mereka akan mendapatkan keselamatan.

Kemampuan membaca tanda-tanda zaman diperlihatkan oleh Daniel dalam bacaan pertama. Di sana dikatakan bahwa Daniel melihat sebuah penampakan. Ada begitu banyak hal yang bisa dijelaskan dalam kisah penglihatan itu. Namun satu hal yang harus diingat adalah soal kehancuran kesombongan di hadapan Allah. Ini menyiratkan bahwa Allah tidak berkenan pada kesombongan atau keangkuhan. Allah berkenan pada kerendahn hati dan kelamah-lembutan, yang tampak dalam sosok anak manusia.

Sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita untuk belajar membaca tanda-tanda zaman. Bacaan pertama memberikan pelajaran berharga. Di sana dikatakan bahwa Allah tidak suka akan kesombongan. Ini menunjukkan bahwa Tuhan menghendaki supaya kita bersikap rendah hati. Bahwa Allah berkenan pada orang yang rendah hati, sudah terungkap dalam kidung Maria (Luk 1: 46 – 55).

by: adrian

Kamis, 28 November 2013

Orang Kudus 28 Novermber: St. Maria Helena Stollenwerk

BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK, PENGAKU IMAN

Maria Helena Stollenwerk lahir pada 28 November 1852. Ayahnya, Johann Peter Stollenwerk bekerja di bidang pertanian. Anna Maria Bongard, ibunya, adalah seorang wanita yang baik dan murah hati. Sebelum Helena lahir, ibunya telah mendedikasikannya kepada Bunda Maria. Sepanjang hidupnya Helena tetap pemuja khusus dari Bunda Allah.

Oleh kasih karunia Allah dan pendidikan yang baik oleh orang tua yang benar-benar Kristen, dia tumbuh berkembang menjadi anak yang saleh. Keinginan besar untuk mendedikasikan dirinya untuk pekerjaan misionaris datang lebih awal dalam hidupnya. Helena harus butuh waktu yang lama dan dengan perjuangan keras sebelum ia mendapat izin dari direktur spiritual dan orang tua untuk masuk konggregasi misi.

Helena masuk Rumah Misi Jerman, yang didirikan oleh Santo Arnoldus Janssen. Di sana Helena Stollenwerk berperan sebagai pembantu di Rumah Misi. Selama sepuluh tahun ia harus menunggu di sana dalam diam kesabaran dan penyerahan sebelum keinginan hatinya terpenuhi.

Pada tanggal 17 Januari 1892, Pesta Nama suci Yesus, Helena menerima jubah dari tangan pendiri, bersama-sama dengan nama biara "Maria". Kerinduan besar Helena dan doanya telah dipenuhi. Dia adalah seorang suster misionaris dan Hamba Roh Kudus. Keinginan besar untuk mendedikasikan dirinya untuk pekerjaan misionaris datang lebih awal dalam hidupnya.

Menurut rencana Tuhan ia menjadi superior kongregasi untuk para suster misionaris. Pemenuhan tugasnya sebagai superior pertama sangat diberkati. Pada 8 Desember 1898 ia dipindahkan ke cabang kedua dari kongregasi. Nyaris setahun kemudian ia menjadi sakit parah dan pada 3 Februari 1900, dengan penderitaan semua anak rohaninya, Tuhan baik mengambil hamba -Nya yang setia di rumah dan diberikan padanya mahkota kehidupan.

Menerima berita kematian Ibu Maria Helena, Pastor Arnold Janssen, yang saat itu di Mödling, Austria, mengirim telegram dengan pesan: "Suster Maria harus dihormati sebagai rekan pendiri". Besar sukacita diisi semua saudara pada menerima pesan dari pendiri pada tanggal 6 Februari 1900. Akhirnya pada 7 Mei 1995 Ibu Maria Helena diproklamasikan sebagai beata.
by: adrian

Renungan Hari Kamis sesudah HR Kristus Raja - Thn I

Renungan Hari Kamis sesudah HR Kristus Raja, Thn C/I
Bac I   : Dan 6: 12 – 28; Injil        : Luk 21: 20 – 28

Injil hari ini diawali dengan gambaran yang menakutkan. Ini terus berlanjut dengan ayat-ayat berikutnya. Akan tetapi, dua ayat terakhir berisi gambaran yang menyenangkan. Gambaran kehancuran merupakan awal kedatangan keselamatan. Kehancuran adalah awal tumbuhnya kehidupan. Injil tidak hanya mewartakan kabar yang menakutkan, melainkan kabar menggembirakan. Karena itu, para murid diajak untuk tidak hanya melihat pada gambaran kehancuran itu saja, melainkan pada keselamatan. “... angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat.” (ay. 28).

Pesan Injil hari ini terlukis dalam diri Daniel. Dalam bacaan pertama, kita tahu bahwa Daniel akan menghadapi maut, yaitu dimangsa singa. Ini merupakan gambaran yang sangat menakutkan. Semua orang, termasuk raja, berpikir bahwa tamatlah riwayat Daniel. Namun Daniel tidak melihat pada kematiannya di mulut singa, melainkan melihat Allah sang penyelamat. “Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatup mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku.” (ay. 22).

Kehancuran dan penderitaan adalah gambaran yang menakutkan. Setiap orang selalu menghindarinya. Banyak orang mudah menyerah dan mencari enaknya saja. Tak sedikit orang berusaha untuk menghadapinya. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk tidak takut menghadapi semua itu. Di saat kita menghadapi tantangan, cobaan dan penderitaan hidup, Tuhan meminta kita untuk tetap setia kepada-Nya. Tuhan menghendaki agar kita tetap mengangkat kepala dan menatap-Nya.

by: adrian

Rabu, 27 November 2013

Antara Nasionalisme dan Irrasionalisme

DEMO PENYADAPAN: NASIONALISME ATAUKAH INI IRRASIONALISME KITA?
Hot news sepuluh hari terakhir ini di sejumlah media di Indonesia adalah tentang penyadapan yang dilakukan oleh intelijen elektronik Australia. Sebenarnya aksi penyadapan itu terjadi pada bulan Agustus 2009, namun baru terkuak ke permukaan saat ini. Adalah Edward Snowden, kontraktor dinas rahasia Amerika, yang membocorkan rahasia itu. Dan sekarang Snowden masuk dalam daftar orang yang paling dicari oleh Pemerintah Amerika.

Ada beberapa tokoh pemerintahan yang disadap oleh pihak Australia ini. Di antaranya adalah Presiden SBY. Sontak peristiwa ini menimbulkan kemarahan pada publik Indonesia. Sekelompok organisasi massa menggelar aksi demo mengutuk tindakan Australia.

Tercatat, pada 21 Nov. ada demo yang dilakukan oleh Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Peduli Hankam. Hari berikutnya ada tiga elemen yang melakukan unjuk rasa. Ada Markas Besar Komando Pejuang Barisan Merah Putih; ada juga Front Pembela Islam (cocoknya diganti Indonesia) dan yang terakhir Hizbut Tahir Indonesia (HTI). Tak kalah menarik juga adalah Ruhut Sitompul, anggota DPR dari Partai Demokrat, turut hadir di tengah-tengah demonstran.

Para pendemo ini melakukan aneka aksi. Bahkan ada demo yang nyaris rusuh (lih. http://www.youtube.com/watch?v=3EQyo6aE2PY). Intinya mereka mengecam tindakan penyadapan itu. Kecaman itu terlihat dari tulisan di poster, misalnya, ada tulisan “Usir Diplomat Australia”, “Australia Penjarah Informasi”, “Tanpa Australia Indonesia Tetap Bisa”, “Mr. Abbot is Stupid”, dan “Go to Hell is Abbot”. Malah ada yang membawa-bawa nama agama. Kecaman juga terlihat dari kata-kata yang terucapkan, seperti “Ganyang Australia, bakar-bakar Australia sekarang juga” atau tuntutan agar diplomat Australia segera angkat kaki dan meminta pemerintah Indonesia untuk memboikot produk-produk Australia. Selain dua aksi itu, kecaman juga dapat dilihat dari tindakan membakar bendera Australia dan Amerika atau melemparkan telur-telur busuk ke dalam gedung kedutaan besar Australia seperti yang dilakukan oleh FPI.

Sekedar diketahui, kasus penyadapan oleh intelijen ini bukan hanya dialami oleh Indonesia. Ada banyak negara lain juga yang disadap oleh, khususnya, Amerika. Akan tetapi tidak ada aksi demo yang seheboh di Indonesia. Kalau di negara-negara lain tenang-tenang saja, di Indonesia begitu “ganas”.

Pertanyaan kita adalah: apakah aksi ini sebagai wujud nasionalisme atau sebuah irrasionalisme warga bangsa?

Terus terang, saya meragukan kalau aksi mereka dikatakan sebagai bentuk nasionalisme. Bukan lantaran saya tidak cinta negeri ini atau mendukung Australia. Saya lebih cenderung mengatakan bahwa ini merupakan irrasionalisme warga bangsa Indonesia. Dan memang terkadang kita suka menunjukkan irrasionalisme. Wujud dari irrasionalisme itu adalah tindakan-tindakan anarkis yang sulit dimengerti akal sehat manusia. Amuk massa adalah bentuk konkretnya.

Dan perlu diketahui bahwa Indonesia menyumbang satu perbendaharaan kata untuk dunia, yaitu amuk. Ini karena orang Indonesia tidak bisa lepas dari amuk. Sedikit-sedikit amuk. Masalah sepele saja diselesaikan dengan amuk. Kebiasaan amuk sudah menjadi ciri khas bangsa kita. Kita tidak bisa menyelesaikan masalah dengan akal sehat nan jernih, selalu dengan amuk massa.

Karakter ini benar-benar dipahami oleh orang luar. Karena itulah, beberapa hari yang lalu Pemerintah Australia mengeluarkan peringatan bagi warganya yang hendak bepergian ke Indonesia. Mereka tidak mau warganya menjadi korban amuk warga Indonesia.

Ketidak-rasionalan aksi para pendemo ini semakin diperjelas lagi dengan pernyataan Hedropriyono, mantan orang besar Badan Intelijen Negara. Hedropriyono mengatakan bahwa soal sadap menyadap itu adalah soal biasa dalam dunia intelijen. Hampir setiap negara melakukannya. Bahkan Indonesia pun pernah menyadap pejabat Australia.

Seharusnya kita bisa melihat masalah penyadapan ini dengan bijak. Kita jangan seperti “satu jari menunjuk orang lain, sementara ada banyak jari lain yang terarah ke diri kita.” Seharusnya kita juga malu dengan aksi kita terhadap Australia dan Amerika. Harap diingat: intelijen Indonesia juga pernah menyadap pejabat Australia. Tapi, pernahkah kita mendengar rakyat Australia demo membakar bendera Merah Putih, melempar telur busuk dan lain sebagainya?

Pernyataan Hedropriyono, bahwa soal sadap menyadap itu merupakan hal biasa di dunia intelijen, seakan terbukti. Baru-baru ini Snowden kembali membuka dokumen rahasianya. Ternyata ada beberapa negara lain juga menyadap pejabat Indonesia. Akankah muncul kembali aksi demo ke kedubes-kedubes lainnya itu? Bagaimana jika ternyata semua kedubes yang ada di Indonesia ini melakukan penyadapan?

Harap kita sadari bahwa masih ada banyak masalah di negeri ini yang membutuhkan semangat nasionalisme, ketimbang urusan penyadapan.
Jakarta, 26 November 2013
by: adrian

Ada Bahaya di Balik Penamaan Bayi

NAMA YANG MENJADI POTENSI BAHAYA PSIKOLOGIS

a)     Nama yang sangat umum sehingga individu merasa kurang memiliki identitas pribadi
b)    Nama yang sangat aneh membuat individu perlu menarik perhatian
c)     Nama yang dapat digunakan baik untuk anak laki-laki maupun perempuan, jadi tidak sesuai untuk satu jenis kelamin
d)    Nama yang dihubungkan dengan tokoh komik murahan atau tokoh-tokoh yang tidak populer dalam seri film televisi
e)    Nama yang menggolongkan individu dengan kelompok ras, agama atau etnik terhadap masa orang sering berprasangka
f)      Nama yang sulit disebut atau sulit dieja
g)     Nama yang menghasilkan nama panggilan yang memalukan
h)    Nama yang kuno

sumber: Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 71

Orang Kudus 27 Novermber: St. Virgilius

SANTO VIRGILIUS, USKUP & PENGAKU IMAN
Sangat terbatas informasi mengenai orang kudus ini. Biarawan dan abbas Irlandia ini diangkat menjadi Uskup Zalsburg, Austria. Ia mengajarkan bahwa bumi ini bulat. Konsekuensinya, orang-orang di dua tempat berbeda di muka bumi yang dihubungkan oleh garis tengah bumi berdiri dengan posisi kaki saling berlawanan (Yunani: antipodes). Misalnya orang-orang di Jawa berdiri terbalik dengan orang-orang di sekitar Karibia (sebelah utara Amerika Tengah). Ajaran ini ditentang oleh banyak orang, bahkan dicap bidaah oleh Santo Bonifasius. Sebagai misionaris ia sangat giat.

Renungan Hari Rabu sesudah HR Kristus Raja - Thn I

Renungan Hari Rabu sesudah HR Kristus Raja, Thn C/I
Bac I   : Dan 5: 1–6, 13–14, 16–17, 23–28; Injil       : Luk 21: 12 – 19

Injil hari ini melanjutkan ramalan Yesus tentang kehancuran. Kepada para murid-Nya, Yesus mengatakan bahwa mereka akan mendapat tantangan dan aniaya yang sangat berat. Namun Yesus meminta mereka untuk tidak takut atau lari dari masalah. Justru Ia meneguhkan mereka untuk tetap bersaksi tentang Dia. Di sini Yesus mau meyakinkan mereka bahwa Dia tidak akan meninggalkan mereka sendirian.

Gambaran Injil hari ini tampak dalam diri Daniel. Dalam bacaan pertama, kita tahu bahwa Daniel merupakan orang buangan, tawanan Kerajaan Babel. Ia tetap menunjukkan kesetiaannya kepada Allah. Karena itu, Allah senantiasa menyertainya. Bahkan dalam situasi seperti itu, Daniel tetap bersaksi tentang kemahakuasaan Allah. Daniel lebih tertarik pada bersaksi daripada menerima pemberian hadiah.

Seringkali manusia takut bila menghadapi tantangan dan cobaan, apalagi bila diketahui bahwa hal itu sangatlah berat. Tak sedikit yang lari menghindari atau bersembunyi. Demikian pula dalam hal iman. Berhadapan dengan tantangan iman, banyak di antara kita yang mudah menyerah. Wujudnya adalah dengan meninggalkan iman, tergiur akan tawaran dan hadiah. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk teguh dalam iman. Kita tak perlu cemas dan takut. Kita tidak sendirian dalam menghadapi semuanya itu. Tuhan selalu menyertai kita, asal kita mau membuka diri bagi-Nya.

by: adrian

Selasa, 26 November 2013

(Pencerahan) Terikat pada Masa Lalu

TINGGALKAN BEBAN MASA LALU

Setiap orang pastilah pernah mengalami pengalaman terluka dalam hidup. Tak jarang pula pengalaman pahit itu diikuti dengan rasa trauma. Jika mengalami trauma yang sangat besar pada masa lalu ia akan meninggalkan bekas. Dan sering kali terjadi bahwa trauma ini lantas digunakan sebagai 'kambing hitam' atas keterpurukan saat ini. Kita terus terikat dengannya, meski itu menyakitkan.

Bila
kita tak bisa lepas dari trauma, maka cobalah tanyakan hal ini pada diri sendiri, "Berapa banyak luka lagi yang akan saya biarkan diderita oleh diri saya sendiri? Apakah trauma ini pantas menghancurkan seluruh sisa hidup saya? Siapa yang berkuasa disini, diri saya--ataukah trauma?"

Mari kita belajar dari alam. Perhatikanlah daun-daun yang mati dan berguguran dari pohon, ia sebenarnya memberikan hidup baru pada pohon. Bahkan sel-sel dalam tubuh kita pun selalu memperbaharui diri. Segala sesuatu di alam ini memberikan jalan kepada kehidupan yang baru dan membuang yang lama. Satu-satunya yang menghalangi kita untuk melangkah dari masa lalu adalah pikiran kita sendiri.

Sering kali terjadi bahwa beban berat masa lalu, dibawa dari hari ke hari. Beban itu berubah menjadi ketakutan dan kecemasan, yang kemudian pada akhirnya akan menghancurkan hidup kita sendiri. Ingatlah, hanya seorang pemenanglah yang bisa melihat potensi, sementara seorang pecundang sibuk mengingat masa lalu.

Bila kita sibuk menghabiskan waktu dan energi kita memikirkan masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan, maka kita tidak memiliki hari ini untuk disyukuri.

Saat kita merasa sedih dan putus asa
atau bahkan menderita, coba renungkan keadaan di sekitar kita. Barangkali masih banyak yang lebih parah dibandingkan kita? Tetaplah tegar dan percaya diri, berpikir positif dan optimis, berjuang terus, dan pantang mundur.

by: adrian, diolah dari email Anne Ahira

Orang Kudus 26 Novermber: St. Sarbel Maklouf

SANTO SARBEL MAKLOUF, PENGAKU IMAN
Seorang gadis dan seorang biarawati dengan mata terbelalak memandang ke arah dinding batu karang yang terletak di hadapan mereka. Mereka heran karena melihat bahwa batu (nisan) itu mengeluarkan peluh. Tetesan-tetesan air keluar dari permukaannya. Seperti kena hipnose, gadis itu mengulurkan dan menempelkan tangannya yang lumpuh itu pada batu itu. Sementara itu biarawati itu pun merasa tegang seluruh tubuhnya. Gadis lumpuh yang gemetaran itu, lalu terjatuh di pangkuan biarawati yang sedang tegang itu. Ketika gadis itu siuman lagi, ia merasa sudah terbebas dari penyakit lumpuh yang telah dideritanya selama 14 tahun. Bekas-bekas kelumpuhan pun tidak kelihatan lagi. Sekarang ia telah bersuami dan tinggal di Libanon.
 
Batu (nisan) yang bertuliskan huruf-huruf Arab itu mengingatkan penduduk setempat akan suatu peristiwa penyembuhan yang terjadi di situ pada tahun 1951. Batu itu adalah batu kubur Sarbel Maklouf, seorang rahib Gereja Maronit Libanon, yang dijuluki "Bapa Kami" oleh orang-orang Libanon, baik Kristen maupun Islam.

Pada tahun 1822, para rahib Maronit di Libanon membangun biara Maron d'Annaya, yang terletak di pegunungan Libanon. Tigapuluh tahun setelah biara itu berdiri, datanglah ke biara itu seorang pemuda sederhana dan miskin dengan pakaian yang tak teratur. Pemuda itulah Sarbel Maklouf. Semula Sarbel adalah petani dan gembala miskin di pegunungan Libanon. Menginjak usia 23 tahun, ia meninggalkan desanya, lalu melangkahkan kakinya ke daerah pegunungan Annaya menuju sebuah biara yang ada di sana. Ia diterima masuk biara itu untuk selamanya. Di sana ia belajar teologi dan giat membantu di paroki. Dalam waktu relatif singkat Sarbel segera terkenal di antara kaum Badui, petani-petani miskin di pegunungan, orang-orang Kristen dan kaum Muslim. Ia selalu menolong mereka yang menderita dan menghibur orang-orang yang bersusah. Pengetahuannya sangat luas tentang rempah-rempah dan aneka jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat. Sesuatu yang luar biasa tidak tampak pada dirinya. Demikian juga setelah ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1859, ia tetap seorang rahib yang rendah hati, sederhana dan rajin membantu siapa saja yang meminta bantuannya.

Duapuluh tiga tahun terakhir hidupnya, ia bertapa di puncak gunung Annaya, dekat dengan biaranya. Dalam biliknya yang sempit, Pastor Sarbel kusuk berdoa sampai larut malam. Pada waktu subuh ia sudah bangun untuk berdoa sebelum merayakan Misa Kudus. Ia selalu sendirian dan bekerja keras di kebun. Ia hanya makan sekali sehari dan itu pun tidak sampai kenyang. Sehari-harinya pertapa ini tidak banyak bicara. Dengan selembar kain yang membelit tubuhnya ia melawan panas dan dinginnya udara yang tidak kenal kompromi. Suatu hari halilintar menyambar kapelnya dan mengoyakkan jubah yang sedang dikenakannya. Namun aneh bahwa Sarbel yang sedang berdoa itu tidak terkena sedikit pun dan terus berdoa dengan tenang. Di tempat pertapaannya itu, Pastor Sarbel menghembuskan nafasnya terakhir pada tanggal 16 Desember 1898. Jenazahnya diletakkan di atas dua lembar papan dan dimasukkan ke dalam lobang yang dipahat pada batu karang.

Sehabis penguburan Pastor Sarbel, orang-orang Badui menyaksikan suatu peristiwa ajaib yang membingungkan mereka: dari makam Sarbel itu terpancarlah berkas-berkas cahaya biru selama 45 hari penuh setelah penguburannya. Hal ini pun dilihat oleh rekan imamnya yang lain: Pastor Elie Abi-Ramia yang berusia 97 tahun dan satu-satunya imam Maronit yang masih hidup di antara biarawan-biarawan yang tinggal bersama Sarbel dibiara Santo Maron d'Annaya. Ia juga hadir pada upacara penguburan Sarbel Maklouf rekannya pada tahun 1898. Tentang Sarbel, ia berkomentar: "Sarbel Maklouf semasa hidupnya dikenal sangat sederhana, rajin dan menaruh perhatian besar kepada orang-orang miskin dan bersusah. Tidak ada sesuatu keistimewaan yang luar biasa pada dirinya. Yang tampak menonjol ialah bahwa ia rajin berdoa dan tekun memperhatikan orang-orang miskin."

Tahun-tahun berikutnya makam itu menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi. Di sana terjadi mujizat penyembuhan berbagai jenis penyakit. Berpuluh-puluh tahun kemudian, setelah menyaksikan berbagai mujizat penyembuhan di makam itu, makam Sarbel menarik perhatian Vatikan untuk turun tangan menyelidikinya.

Atas perintah Vatikan, jenazah rahib saleh itu dikeluarkan kembali dari makamnya untuk diselidiki kebenaranriya. Vatikan mengirim dokter-dokter ahli dan para sarjana dari berbagai disiplin ilmu untuk menyelidiki makam dan jenazah Sarbel dan berbagai penyembuhan yang terjadi di makamnya. Makam itu, yang berbentuk sebuah lobang pahatan di dalam batu karang dan ditutup dengan batu itu, disegel dan dipasangi pintu besi yang berjeruji. Kunci pintu makam itu disimpan oleh ketua panitia internasional yang beranggotakan dokter-dokter ahli dan para sarjana itu. Mereka, bersama rekan-rekan Sarbel yang tinggal di biara Maron d'Annaya, heran menyaksikan bahwa meskipun sudah 68 tahun wafat dan dikuburkan, jenazah Sarbel masih dalam keadaan utuh.

Mereka terus menyelidiki kalau-kalau batu makam tersebut mengandung zat-zat kimia yang mempunyai daya pengawet. Tetapi penyelidikan itu tidak menemukan hal itu. Maka selama 6 tahun, jenazah Sarbel Maklouf dimasukkan kembali ke dalam sebuah lobang dalam batu karang untuk melihat apakah jenazah itu masih tetap mengeluarkan peluh keringat. Karena peluh itu tetap mengalir, jenazah Sarbel dikeluarkan lagi dan dijemur selama tujuh bulan. Akibat penjemuran itu, warna kulit Sarbel menjadi sawo matang dan kulitnya mengerut, sambil tetap mengeluarkan peluh sampai tahun 1927.

Dalam penyelidikan selanjutnya terjadi hal-hal baru yang mengherankan para dokter: ketika jenazah itu diiris sedikit dengan pisau keluarlah darah. Memang warna darah itu hitam, namun anehnya bahwa darah itu terus mengalir keluar seperti orang yang masih hidup. Contoh darah ini dengan bukti-bukti lain yang tak terhitung jumlahnya disimpan di dalam sebuah lemari kaca yang disegel. Sementara itu lembaga-lembaga di Italia, Prancis dan Jerman terus menyelidiki darah itu di laboratorium-laboratorium terkenal. Hasil analisa-analisa itu dikirim ke Vatikan.

Setelah melewati berbagai penyelidikan yang mutakhir, akhirnya Sarbel dinyatakan sebagai 'kudus' oleh Paus Paulus VI (1963-1978) pada tanggal 5 Desember 1965 di basilik Santo Petrus Roma. Hingga sekarang bekas tempat tinggal dan makam Sarbel Maklouf menjadi tempat ziarah terkenal di Libanon, yang dikunjungi banyak orang dari berbagai penjuru dunia, baik Kristen maupun Islam dan Yahudi, terlebih orang-orang Badui setempat.

Tentang mujizat penyembuhan di makam Sarbel Maklouf, Pater Joseph Ejail, seorang imam dari biara Maron d'Annaya yang menguasai tiga bahasa asing dan mengajar di sekolah-sekolah Libanon, memberikan kesaksian pandangan mata berikut: "Di muka makam itu duduk sepasang suami-isteri dari Syria. Mereka orang Islam. Di samping mereka, berbaring anak lelaki mereka berumur 6 tahun di atas sebuah usungan. Oleh dokter-dokter, anak lelaki itu dikatakan tidak bisa sembuh lagi dari kelumpuhannya. Kira-kira setelah sejam mereka berdoa di makam itu, Bapa anak itu menyaksikan peristiwa ajaib kesembuhan anaknya. Anaknya yang lumpuh sejak kecil itu sekonyong-konyong bangkit dan berjalan tegak. Bapa itu langsung jatuh pingsan melihat peristiwa ajaib itu. Demikian juga isterinya; ia tak berdaya karena lemas seluruh badannya. Setelah siuman dan kuat kembali, ia membimbing keluar anak dan isterinya yang lemas itu", demikian kisah pandangan mata Pater Joseph Ejail untuk menguatkan mujizat-mujizat penyembuhan yang terjadi di makam Santo Sarbel Maklouf.

Renungan Hari Selasa sesudah HR Kristus Raja - Thn I

Renungan Hari Selasa sesudah HR Kristus Raja, Thn C/I
Bac I   : Dan 2: 31 – 45; Injil        : Luk 21: 5 – 11

Kesamaan sabda Tuhan dalam bacaan pertama dan Injil adalah soal kehancuran. Bacaan pertama membahas kehancuran kerajaan-kerajaan. Dikatakan bahwa satu kerajaan bangkit menghancurkan kerajaan lain, demikian seterusnya. Pesan yang mau diambil di sini, bukan sekedar waspada saja, melainkan juga agar tidak sombong.

Dalam Injil, kehancuran yang dimaksud adalah kehancuran Bait Allah. Yesus meramalkan kehancuran Bait Allah itu, “di mana tidak ada satu batupun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain;  semuanya akan diruntuhkan.” (ay. 6). Di sini Yesus mau mengajak para murid-Nya untuk tidak meletakkan kebanggaan pada hal-hal fisik duniawi. Selain itu juga, para murid diminta untuk waspada agar tidak jatuh dalam kesombongan.

Seringkali manusia jatuh ke dalam kesombongan ketika mendapatkan suatu prestasi. Seorang imam berbangga karena telah melayani umatnya dengan penuh pengorbanan. Seseorang bangga dengan jabatannya. Ada juga yang bangga akan gelar akademiknya. Sabda Tuhan hari ini mau mengingatkan kita bahwa semua itu sia-sia. Tak perlu kita membanggakan diri di hadapan orang lain soal pelayanan, prestasi, jabatan atau gelar yang kita miliki. Kita harus ingat bahwa di atas langit masih ada langit.

by: adrian

Senin, 25 November 2013

Retret Pra-Unio, Unit & Guru (1993 - 1994)

 Retret pra-unio di Silalahi
 Mejeng sebentar. Ka - Ki: Untoro, Daniel Desa, Marcel Keo Adhi, Albertus, Yosef Keraf (saya di belakangnya) dan Anis Lodan
 Banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih
Anggota Unit. Duduk (Ki - Ka): Hironimus Betu, saya, Benny Purba dan Heru Asmoro
Berdiri: Joko dan Daniel Desa (berjubah)
 Foto bersama kepala sekolah SMA negeri Belimbingan, Tanah Jawa
 Foto bersama murid-muridku
 Dengan murid cowok
 Dengan murid cewek
Foto bersama ketua dan wakil ketua kelas

(Inspirasi Hidup) Mencari Kesenangan

PERHATIAN SOBAT LAMA
Markus adalah mantan seminari, tapi tidak sampai tamat. Karena keterbatasan uang sekolah, ia akhirnya memutuskan untuk mundur. Selepas dari seminari, ia merantau ke Jakarta. Berbagai profesi sudah digelutinya, sampai akhirnya di menjadi sopir Mikrolet.

Suatu hari, seorang imam naik mikrolet yang dikemudikan Markus. Dari kaca di atas sopir, Markus terus memperhatikan penumpang istimewanya itu. Dia merasa mengenal orang tersebut. Ketika mobil berhenti sebentar hendak menaikkan penumpang, Markus meminta penumpang istimewanya itu maju ke depan, duduk di samping sopir.

Setelah duduk di samping, Markus berkata sopan, “Anda pastor, kan?”

Imam itu sedikit kagum atas tepatnya tebakan sang sopir. “Koq, kamu tahu?”

“Tampak dari cara naiknya,” ujar Markus diselingi sebuah senyuman. “Romo, sepertinya wajah romo tak asing bagi saya.” Markus memulai percakapan sambil menyetir mikroletnya menyelib-nyelib mobil-mobil lain. “Kalau tak salah, nama romo adalah Matius, kan?”

“Lho, kamu ini siapa? Koq tahu?” Romo Matius, yang merupakan penumpang istimewa mikrolet itu semakin penasaran.

“Romo, kita dulu satu seminari menengah. Saya keluar kelas 2.” Markus menjelaskan beberapa hal penting yang bisa menjadi pengingat. Dan ternyata memang mereka merupakan sahabat lama waktu seminari menengah itu. Akhirnya ceritapun mengalir sampai tukaran nomer HP.

Ketika tujuan Romo Matius sudah dekat, dia mengambil duapuluh ribu dari sakunya. Namun Markus, sang sopir mikrolet, menolaknya. “Untuk romo selalu gratis. Romo naik mobil saya saja sudah merupakan berkat. Berkat itu kan bahasa Latinnya Gratia. Mirip-mirip dengan gratis.” Ujar Markus sambil tersenyum.

“Tidak sobat. Kamu harus terima. Uang inilah berkatnya. Kamu kerja untuk mencari duit, kami kerja untuk cari kesenangan.”

Melihat bahwa Markus bingung dengan penyataannya, Matius mulai menjelaskan. Dia mengatakan kalau orang awam seperti Markus bekerja untuk mencari duit. Dari duit itulah kebutuhan hidup dipenuhi. Hal ini jauh berbeda dengan para imam. Banyak imam bekerja untuk mencari kesenangan. Setiap imam yang bekerja pasti mendapat uang saku, istilah lain yang halus dari gaji. Akan tetapi, semua kebutuhan pribadi imam sudah ditanggung dari unit tempat ia kerja. Misalnya, paroki. Kebutuhan makan minumnya dari paroki. Kebutuhan untuk perlengkapan mandi, dibelikan dari kas paroki. Transportasi ditanggung paroki. Butuh ini, butuh itu, semuanya ambil dari kas paroki. Karena itu, uang sakunya utuh. Lantas untuk apa?

Akhirnya larilah ke hedonis-materialisme. Beli gadget cangih nan mahal. Beli kamera dan perlengkapan elektronik lainnya yang mahal-mahal. Singkat kata: kemewahan. Di sanalah para imam menemukan kesenangan. Ketika ia belum menemukan, karena uang sakunya tidak mencukupi, mulailah dia “menjual imamatnya” dengan menggelar misa-misa khusus, membuat ketentuan khusus soal stipendium atau bahkan memanupulasi laporan keuangan paroki.

“Jadi, kamu harus terima duit dari saya. Inilah berkat.” Matius menjelaskan sambil menunjukkan lembaran duapuluh ribu di tangannya. “Bagi saya, kamulah berkat. Saya lumayan lama di Jakarta ini. Mampirlah bila kamu ada waktu.”

Markus menepikan mikroletnya di tempat yang ditunjuk sobatnya. Dia akhirnya menerima uang pemberian penumpang istimewanya itu. Setelah bersalaman, Romo Matius pun turun. Mereka masih sempat melempar senyum sebelum akhirnya mikrolet berjalan. Mikrolet Markus terus melaju mencari penumpang; mencari uang demi kebutuhan hidup.

Jakarta, 7 Nov 2013
by: adrian