Minggu, 11 Oktober 2015

Renungan Hari Minggu Biasa XXVIII - B

Renungan Hari Minggu Biasa XXVIII, Thn B/I
Bac I  Keb 7: 7 – 11; Bac II                 Ibr 4: 12 – 13;
Injil    Mrk 10: 17 – 30;

Dalam bacaan kedua hari ini, yang diambil dari Surat kepada Orang Ibrani, penulis memaparkan refleksinya tentang sabda Allah. Bagi penulis, sabda Allah itu lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun sehingga dapat memisahkan jiwa dan roh, serta membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita (ay. 12). Sungguh luar biasa tajamnya sehingga dapat memisahkan jiwa dan roh. Di sini penulis mau mengajak pembacanya untuk senantiasa membaca dan merenungkan sabda Allah dalam Kitab Suci.
Peran sabda Allah yang dapat memisahkan dan membedakan itu dapat dilihat dalam bacaan pertama dan Injil. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Kebijaksanaan, peran itu dirasakan oleh Raja Salomo. Dengan sabda Allah itu Salomo dapat memisahkan keinginan dan kebutuhan. Salomo lebih memilih pengertian dan kebijaksanaan daripada kekuasaan dan kekayaan (ay. 7 – 8). Justru pilihan pertama itu membuat yang kedua datang menghampirinya (ay. 11).
Apa yang disampaikan dalam bacaan pertama, terlihat juga dalam Injil. Peran sabda Allah itu diperankan langsung oleh Tuhan Yesus. Dia adalah Sabda Allah yang menjadi manusia (Yoh 1: 1, 14). Dalam Injil sabda Allah mampu membedakan antara kewajiban dan pengorbanan. Kepada orang muda yang kaya, yang ingin mengetahui cara mendapatkan hidup kekal, Tuhan Yesus memintanya untuk berkorban bagi sesama. Tidak cukup hanya dengan melaksanakan kewajiban saja (ay. 19 – 20). Kepada para murid-Nya, Tuhan Yesus kembali menegaskan bahwa jika mereka memilih pilihan pengorbanan maka yang lain akan menyusul (ay. 29 – 30). Ini seperti pilihan Salomo.
Dewasa ini banyak orang merasa cukup hanya dengan melaksanakan kewajiban agamanya saja. Orang merasa dengan melaksanakan kewajiban itu ia sudah merasa lebih suci dan hebat dalam kehidupan rohani. Sabda Tuhan hari ini membuka mata kita bahwa hal itu belumlah cukup. Tuhan menuntut lebih. Tuhan menghendaki supaya kita mau berkorban. Yang dikorbankan adalah diri kita dengan segala kepentingannya. Pengorbanan itu ditujukan kepada sesama.***
by: adrian