Selasa, 23 Oktober 2012

(Pencerahan) Prinsip

KENAIKAN PANGKAT
Calon pertama masuk.

“Saudara tahu bahwa ujian sederhana ini
kami berikan kepada saudara,
sebelum saudara diterima bekerja di sini?”

“Ya!”

“Nah, dua kali dua itu berapa?”

“Empat.”

Calon kedua masuk.

“Saudara siap untuk ujian?”

“Ya!”

“Nah, dua kali dua itu berapa?”

“Berapa saja, terserah Bapak.”

Calon kedua inilah yang mendapat kenaikan pangkat.

Sikap calon kedua itulah yang amat dianjurkan, kalau Anda ingin mendapat kenaikan pangkat di setiap lembaga, baik yang sekular maupun yang bersifat keagamaan.

Sikap ini juga akan menghasilkan nilai yang tinggi dalam ulangan keagamaan. Itulah sebabnya, orang yang mendapat gelar dalam ilmu ketuhanan itu lebih dikenal karena kesetiaannya pada ajaran daripada kesetiaan pada kebenaran.

by: Anthony de Mello, Burung Berkicau
Baca juga refleksi lainnya:

Renungan Hari Selasa Biasa XXIX - Thn II

Renungan Hari Selasa Pekan Biasa XXIX B/II
Bac I  Ef 2: 12 – 22 ; Injil        Luk 12: 35 – 38

Dalam Injil hari ini Yesus berbicara soal berjaga-jaga. Berjaga-jaga ini dikaitkan dengan kedatangan kerajaan Allah, yang merupakan tujuan atau cita-cita hidup manusia. Orang diminta untuk berjaga-jaga karena kedatangan kerajaan Allah itu tidak dapat diprediksi. Tidak ada orang yang tahu persis kapan datangnya kerajaan Allah.

Dalam ketidak-tahuan itulah, sikap yang bagus dan baik adalah berjaga-jaga. Dengan berjaga-jaga, kita sudah siap menyambut datangnya kerajaan Allah itu. Dan ini tentulah membawa kebahagiaan. Yesus mengambarkan kebahagiaan itu dengan perumpamaan hamba yang berjaga-jaga menanti tuannya datang. Hamba itu akan senang dan bahagia (ay. 37 – 38).

Ada dua sikap yang menonjol dari sikap berjaga-jaga. Kedua sikap ini saling berkaitan erat. Pertama adalah fokus. Orang yang berjaga-jaga akan fokus pada apa yang di”jaga”nya. Ia tidak akan melakukan hal-hal lain yang dapat mengganggu fokusnya. Seperti hamba yang berjaga-jaga menunggu datang tuannya. Ketika ia berjaga-jaga, maka perhatian dan dirinya terarah hanya kepada tuannya yang akan datang.

Sikap yang menonjol kedua adalah setia. Orang yang berjaga-jaga adalah orang yang setia. Orang yang tidak setia tentulah ia tidak akan berjaga. Ia akan sibuk dengan urusannya sendiri. Orang yang berjaga-jaga tidak akan larut dalam situasi. Ia tetap menunjukkan kesetiaannya dengan fokus pada apa yang dijaganya.

by: adrian

Orang Kudus 23 Oktober: St. Yohanes Kapistrano

Santo Yohanes Kapistrano, Pengaku Iman
Yohanes lahir di Kapistrano, Italia Tengah pada 1386. Ayahnya seorang perwira tinggi yang menetap di Kapistrano sebagai utusan Raja Ladislaos. Sayang sekali bahwa ayahnya bersama dua belas orang saudaranya dibunuh oleh musuh-musuh Raja Ladislaos. Rumah mereka pun dibakar. Hanya ia sendiri yang selamat.

Pada umur 15 tahun ia belajar ilmu hukum di Universitas Perugia. Ia belajar dengan tekun sampai tengah malam karena mau melampaui kawan-kawannya dalam berbagai bidang studi. Pada tahun 1409 ia menyelesaikan studinya dengan hasil yang gilang gemilang. Selama beberapa tahun ia menjabat sebagai hakim di Kantor Pengadilan kota Perugia dan kemudian menjadi gubernur kota itu pada tahun 1412. Ia sangat dermawan kepada para pengemis. Namun tetap menaruh dendam kepada para pembunuh ayah dan saudara-saudaranya.

Selama 15 tahun ia tidak pernah berkomuni, meskipun selalu mengakukan dosa-dosanya. Tahun 1415 ia meringkuk di dalam penjara sebagai tawanan perang. Dalam percobaannya untuk meloloskan diri dari tahanan itu ia jatuh dan patah kakinya. Pada hari ketiga di dalam penjara ia mengalami suatu penglihatan ajaib: ia melihat seorang imam Fransiskan yang diliputi cahaya surgawi mendatanginya. Yohanes takut tetapi serta merta berkata, “Aku tidak mau menjadi imam, apalagi menjadi biarawan.” Delapan hari kemudian ia mengalami lagi penglihatan ajaib itu di dalam sel tahanannya. Tetapi ia tetap berpendirian keras, sehingga ditegur keras oleh seseorang yang ada di dalam cahaya ajaib itu. Maka akhirnya ia berkata, “Ya, saya rela melakukan apa yang dikehendaki Tuhan dari padaku.” Untuk membebaskan dirinya dari tahan itu, ia harus ditebus dengan bayaran mahal.

Kini ia menjadi seorang yang ditangkap Tuhan dan rela melakukan apa saja yang diminta Tuhan dari padanya. Ia rela meninggalkan segala-galanya termasuk istrinya yang belum pernah digaulinya dan masuk biasa Fransiskan pada umur 30 tahun. Dalam masa novisiatnya, Yohanes belajar teologi dan menghayati suatu cara hidup yang keras. Ia banyak dicobai dan dilatih hidup dengan disiplin yang amat keras. Akhirnya dia ditahbiskan menjadi imam dalam Ordo Fransiskan.

Ia menjadi seorang pengkotbah keliling Eropa yang sangat berhasil. Doa yang tekun dan tapa yang keras menjadi dasar kerasulannya. Ia selalu berjalan tanpa alas kaki, kendati pun jalan-jalan tertutup es dan salju. Makannya hany sekali sehari. Dengan kotbah-kotbahnya yang menarik dan menyentuh hati umat, ia berhasil menobatkan ribuan orang selama 40 tahun berkarya di seluruh Eropa. Di Austria 12.000 orang heretik dibawanya kembali ke pangkuan Bunda Gereja. Karena itu para penganut ajaran sesat berusaha membunuhnya meskipun selalu gagal karena ia selalu dilindungi Allah secara ajaib. Bersama dengan SantoBernardinus dari Siena ia berusaha membaharui Ordo Fransiskan, mempersatukan kelompok-kelompok yang bertentangan di dalam Ordo Fransiskan, dan memajukan devosi kepada Nama Suci Yesus Kristus. Dengan devosi ini lahirlah kembali semangat iman umat.

Yohanes menarik begitu banyak orang dengan gaya pewartaannya yang begitu menarik, dan berhasil menobatkan banyak orang. Ketika Kaisar Frederik III (1440 – 1493) meminta bantuan kepada Paus Nikolas V (1447 – 1455) untuk melawan kaum Hussites dan sekte-sekte sesat lainnya, Yohanes-lah yang ditunjuk dan diutus ke Vienna pada 1451 sebagai Inkuisitor Jenderal. Pada 1456 sementara berada di Hungaria, ia melancarkan pewartaan melawan bangsa Turki dan membantu pasukan dalam memukul mundur pasukan Turki di Belgrade. Yohanes meninggal dunia di Villach, Austria, pada 23 Oktober 1456 dan dinyatakan ‘kudus’ pada 1724.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun