Pada tahun 2012 dunia dihebohkan
dengan film Innocence
of Muslims dan kartun tentang
Nabi Muhammad. Oleh umat muslim, dua hal ini dinilai sebagai bentuk penghinaan
terhadap agama islam. Spontan umat islam di seluruh dunia bangkit protes, marah
dan ujung-ujungnya rusuh yang menelan beberapa korban. Karena itu, Pendeta John
Terry, yang dulu pernah berencana membakar Al-Quran, menanggapi aksi rusuh umat
islam ini sebagai cermin islam yang sebenarnya.
Peristiwa ini bukanlah baru pertama kali terjadi. Kita tentu masih ingat
dengan ayat-ayat setannya Shalman Rusdhie, kartun Muhammad dengan bom di atas
kepalanya atau film Fitnah, yang
diproduksi anggota dewan di Belanda. Semua itu
dianggap sebagai bentuk penghinaan agama islam. Karenanya, umat islam seluruh
dunia bereaksi. Akan tetapi, tak sedikit orang menilai bahwa reaksi umat islam itu terkesan
berlebihan.
Tentu tidak semua umat
beragama senang jika salah satu atribut agamanya dihina atau dilecehkan. Dan tak
bisa dipungkiri juga, hampir semua agama mengalami penghinaan terhadap
agamanya. Orang Kristen, Buddha atau Hindu juga pernah mengalami agamanya
dihina. Namun reaksi umatnya tidak seperti umat islam.
Terkait dengan penghinaan
agama ini, sangat menarik membaca tulisan Raymond Ibrahim.
Saya tidak kenal siapa dia. Saya hanya tertarik dengan refleksinya. Sungguh
dibutuhkan jiwa besar untuk membaca tulisannya. Sejatinya tulisan Raymon dalam
bahasa Inggris, namun saya berusaha mengolahnya ke dalam bahasa Indonesia tanpa menghilangkan maksud dan pesannya. Bukan maksud saya untuk memancing-mancing situasi, melainkan mau
mengajak bagaimana menyikapi segala bentuk penghinaan terhadap instrumen agama.
Penghinaan agama ini bukan cuma dialami oleh umat islam, tetapi juga semua
agama di dunia. Namun cara menyikapinya yang berbeda.
Refleksi Raymond Ibrahim berangkat dari seruan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menyikapi penghinaan terhadap agama islam yang lagi marak. OKI, yang beranggotakan 57 negara, mendorong penegakan hukum "penodaan agama" di arena-teoritis
internasional. Maksud OKI adalah untuk melindungi semua agama dari penghinaan.
Akan tetapi dalam kenyataannya semua itu dibuat untuk islam -- satu ironi besar. Jjika
undang-undang tersebut melarang menghina islam, maka konsekuensi logisnya,
mereka juga harus melarang agama islam sendiri untuk tidak menghina agama lain.
Raymond mengatakan bahwa untuk memahami masalah ini, perlu dipertimbangkan apa arti "pencemaran
nama baik" itu. Dalam kamus terdapat beberapa arti seperti
"menghitamkan reputasi orang lain" dan "fitnah atau pencemaran
nama baik." Dalam pemahaman islam, pencemaran nama baik hanya berarti
sesuatu yang menghina atau menyinggung perasaan islam.