Minggu, 02 Maret 2014

Surat Gembala Prapaskah 2014 KAJ

DIPILIH UNTUK MELAYANI

Para Ibu/Bapak, Suster/Bruder/Frater, Kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih dalam Kristus,

1.        Bersama dengan seluruh Gereja, kita akan memasuki masa Prapaskah pada Hari Rabu Abu, tanggal 5 Maret yang akan datang. Menjelang masa Prapaskah ini, kita terhenyak oleh rentetan bencana alam yang datang bertubi-tubi: banjir yang melanda banyak tempat, letusan gunung-gunung, tanah longsor dan gempa bumi, membuat kita semua prihatin dan berduka. Semua bencana itu menyisakan kesengsaraan ratusan ribu orang yang kehilangan sanak saudara, rumah, harta benda dan mata pencaharian. Hati kita sesak melihat saudara-saudari kita itu harus hidup di tempat-tempat pengungsian sambil menatap dengan khawatir masa depan mereka. Bencana alam ini seringkali terkait erat dengan bencana moral seperti keserakahan, korupsi, kebohongan publik, rekayasa politik kekuasaaan yang pasti tak kalah mengkhawatirkan dan membahayakan negara dan bangsa.

2.        Sabda Tuhan pada hari ini berbicara mengenai kekhawatiran. “Janganlah khawatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan jangan khawatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.” (Mat 6: 25). Bagaimanakah sabda Tuhan ini kita mengerti? Bukankah hidup kita senantiasa diwarnai dengan kekhawatiran? Bukankah kekhawatiran itu merupakan tanda kepedulian kita terhadap persoalan hidup? Para pengungsi mengkhawatirkan masa depan hidup mereka. Kita pun mengkhawatirkan mereka dan juga masa depan kita sendiri dan anak-anak kita. Kita khawatir akan kemiskinan yang semakin meningkat, kejahatan yang merajalela, moralitas yang semakin rendah. Kita khawatir akan krisis kemanusiaan, krisis kepemimpinan dan krisis-krisis yang lain, termasuk krisis ekologi yang mengancam lingkungan hidup kita. Kekhawatiran semacam ini merupakan akibat dari sikap peduli yang berasal dari Tuhan yang menyentuh hati kita, menggugah keprihatinan dan mendorong kita untuk melakukan sesuatu.

3.        Lalu apa yang dimaksud dengan “khawatir” dalam sabda Tuhan hari ini? Pada bagian awal kutipan dinyatakan bahwa kesetiaan kepada Allah tidak mungkin dipegang bersamaan dengan kesetiaan kepada Mammon. “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mammon.” (Mat 6: 24). Dengan latar belakang ini kita sampai pada kesimpulan bahwa kekhawatiran yang dimaksud di dalam sabda Tuhan adalah kekhawatiran yang menggeser kepercayaan kita kepada Allah dan menggantikannya dengan Mammon, yaitu harta milik, uang. Banyak orang begitu khawatir akan masa depan mereka sehingga bersikap serakah dengan mengambil keuntungan setinggi-tingginya dalam usaha, mengumpulkan sebanyak-banyaknya harta dengan cara apapun, termasuk cara yang tidak terpuji. Kekhawatiran yang membawa kepada keserakahan mencerminkan ketidakpercayaan kita kepada Allah. Hidup tidak lagi diabdikan untuk kesejahteraan bersama, tetapi untuk menimbun harta; orang bekerja bukan untuk hidup, tetapi untuk mengumbar keserakahan yang adalah berhala (bdk. Ef 5: 5). Kepada orang-orang yang khawatir dan bersikap serakah semacam ini, Yesus bersabda: “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di surga.” Kekhawatiran yang memicu keserakahan tidak akan memunculkan kepedulian, tetapi justru akan menumpulkan kepekaan sosial, membunuh hati nurani dan menjauhkan siapa pun dari Tuhan dan sesama.

Saudaari-saudara yang terkasih,

4.        Sejalan dengan keinginan kita untuk menjalani tahun ini sebagai tahun pelayanan, tema yang dipilih untuk Aksi Puasa Pembangunan (APP) 2014 pada masa Prapaskah ini adalah “Dipilih untuk Melayani”. Tema ini bisa dibaca dalam dua konteks.

4.1.                       Dalam konteks Gerejawi, memilih dan melayani adalah dua kata yang amat dekat dengan jati diri kita sebagai murid-murid Kristus. Seperti halnya para murid Yesus yang pertama, kita semua adalah pribadi-pribadi yang terpanggil dan terpilih (bdk. Mat 4: 18 – 22). Kita tidak pernah boleh mengatakan, “Kebetulan saya juga katolik.” Keyakinan bahwa kita adalah pribadi-pribadi yang dipilih dan dipanggil seharusnya membuat kita menjadi warga Gereja yang bangga dengan jati diri kita sebagai murid-murid Kristus. Sementara itu, kita juga sadar bahwa kita dipanggil dan dipilih tidak demi kepentingan diri kita sendiri, melainkan untuk mengikuti Yesus yang datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberi hidup demi sesama, demi kebaikan bersama (bdk. Mat 20: 28). Semoga pesan-pesan iman yang disampaikan lewat tema APP 2014 ini mendorong kita semua untuk “khawatir” dalam arti positif, untuk mengasah suara hati dan mengembangkan kepedulian sosial yang berbuah dalam bentuk-bentuk pelayanan yang semakin kreatif.

4.2.                       Dalam konteks tahun politik, tema itu dikaitkan dengan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 ini. Diharapkan semua umat katolik menggunakan hak pilihnya sebagai bentuk tanggung jawab sebagai warga negara yang baik. Kita memilih dengan cerdas dan menurut suara hati calon-calon yang jelas akan melayani kepentingan atau kebaikan bersama, bukan yang lain. Semoga mereka yang akan terpilih tidak menggantikan Pancasila dengan Mammon. Semoga mereka terdorong oleh kekhawatiran yang melahirkan kepedulian dan kemurahan hati, bukan kekhawatiran yang melahirkan keserakahan.

4.3.                       Sementara itu, kita perlu yakin juga bahwa status kita sebagai warga negara Indonesia adalah juga pilihan dan panggilan. Keyakinan ini akan mendorong kita semua untuk semakin menyadari bahwa kita merupakan bagian dari suatu Bangsa dan Negara, yaitu Indonesia. Kita hidup di alam Indonesia sebagai satu bangsa, menggunakan satu bahasa pemersatu walaupun kita berbeda satu sama lain. Sebagai bangsa, kita dipersatukan oleh sejarah yang sama di masa lampau dan cita-cita yang sama mengenai masa depan. Kita juga tahu bahwa cita-cita bangsa Indonesia termuat dalam kelima sila Pancasila. Oleh karena itu, setiap bentuk kegiatan atau pelayanan untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila yang amat mulia dan luhur, pastilah juga merupakan bentuk perwujudan iman kita.

5.        Untuk memperkaya bekal kita memasuki masa Prapaskah, kita juga ingin belajar dari pesan Paus Fransiskus untuk Masa Prapaskah ini. Judul pesan Paus adalah “Ia telah menjadi miskin supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (bdk. 2Kor 8: 9). Ini adalah landasan rohani yang disampaikan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus agar mereka murah hati dalam membantu saudari-saudara mereka di Gereja Induk Yerusalem yang membutuhkan bantuan karena mereka miskin. Menurut Paus, selain kemiskinan material, berkembang juga pada jaman kita ini kemiskinan moral dan kemiskinan spiritual. Miskin material berarti tidak terpenuhinya hak-hak dan kebutuhan dasar manusia. Miskin moral berarti menjadi budak dosa. Miskin spiritual berarti meninggalkan Allah dan mengabdi Mammon serta kawan-kawannya. Dalam ketiga lapangan kemiskinan itu, kita diundang untuk menjadi “hamba-hamba Kristus dan pengurus rahasia Allah” (1Kor 4: 1), artinya menjadi saksi-saksi kekayaan Kristus yang seluruh hidup-Nya dijalani demi keselamatan manusia seutuhnya dan kemuliaan Allah.

6.        Akhirnya, bersama-sama dengan para imam dan semua pelayan umat, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu/Bapak/Suster/Bruder/Frater/Kaum Muda/Remaja dan Anak-anak sekalian, yang dengan peran berbeda-beda telah ikut mengemban tanggung jawab sejarah Keuskupan Agung Jakarta. Para perintis dan pendahulu kita telah menulis sejarah – artinya meletakkan dasar dan mengembangkan – keuskupan kita tercinta ini menjadi seperti sekarang ini. Sekarang kitalah yang mesti mengemban tanggung jawab sejarah itu. Marilah berbagai pelayanan sederhana yang kita lakukan dan prakasrsa-prakarsa kreatif yang kita usahakan, kita hayati sebagai wujud pelayanan dan pertobatan kita yang terus menerus, khususnya di masa Prapaskah ini. Salam dan Berkat Tuhan untu Anda sekalian, keluarga-keluarga dan komunitas Anda.
+ I. Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta

Renungan Hari Minggu Biasa VIII - A

Renungan Hari Minggu Biasa VIII, Thn A/II
Bac I   : Yes 49: 14 – 15; Bac II   : 1Kor 4: 1 – 5;
Injil     : Mat 6: 24 – 34

Sabda Tuhan hari ini berbicara tentang kekhawatiran. Dalam bacaan pertama, Yesaya mengungkapkan ratapan bangsa Israel di pembuangan. Mereka khawatir nasib dan hidup mereka. Mereka kehilangan harapan. Mereka melihat bahwa Tuhan telah melupakan dan meninggalkan umat pilihan-Nya. Namun, melalui Nabi Yesaya, Tuhan menegaskan bahwa Dia tidak akan melupakan mereka (ay. 15).

Dalam suratnya yang pertama kepada umat di Korintus, Paulus mengatakan bahwa dirinya telah “dipercayakan rahasia Allah” (ay. 1). Rahasia Allah itulah yang diwartakan Paulus kepada umat. Paulus sadar bahwa rahasia itu bakal menimbulkan pertentangan. Namun ia tidak merasa khawatir. Paulus tidak peduli akan penilaian manusia. Tugasnya hanyalah mewartakan dan terus mewartakan rahasia Allah itu. Tuhanlah yang nanti menilainya. Jadi, Paulus tidak mengalami kekhawatiran karena semuanya diserahkan kepada Tuhan.

Sikap Paulus ini sesuai dengan apa yang diajarkan Yesus dalam Injil hari ini. Yesus mengajarkan para murid-Nya untuk tidak perlu merasa khawatir dalam hidup soal hal-hal sepele sampai meninggalkan Allah dan mengabdi kepada mamon. Yesus mengajak mereka untuk berkaca pada burung yang tidak cemas akan makanan karena Tuhan senantiasa menyediakannya; atau bercermin pada bunga bakung yang menyerahkan dirinya didandani Tuhan. Di sini Yesus hendak mengajak kita untuk memikirkan yang lebih penting dalam hidup dan menanamkan sikap berserah diri kepada penyelenggaraan ilahi.

Cemas atau khawatir merupakan bagian hidup manusia. Setiap kita tentu pernah merasakan atau mengalaminya, namun kadarnya bisa berbeda-beda tiap individu. Rasa cemas bisa muncul karena kita memiliki tuntutan hidup yang melebihi kemampuan kita. Ketidakmampuan ini membuat kita kehilangan asa; dan darinya lahirlah kecemasan. Tuhan hari ini mengajak kita untuk selalu bersyukur atas apa yang ada. Rasa syukur ini membantu kita mengurangi rasa cemas. Lebih dari itu, sikap berserah diri kepada Tuhan, sebagaimana yang dipraktekkan Paulus, membantu menghilangkan kekhawatiran dalam hidup.

by: adrian