Sabtu, 10 Oktober 2015

Pertentangan dalam Kitab yang Sama

SATU KITAB DUA PESAN BERTENTANGAN
Islam dikenal sebagai agama dengan dua wajah. Di satu wajah islam dikenal sebagai agama rahmatan lil alamin, di wajah yang lain islam dikenal sebagai agama teroris (baca: fundamental-radikalis yang cenderung anarkis). Wajah islam yang penuh kasih ini sering kali dikumandangkan oleh tokoh-tokoh muslim. Dan biasanya untuk mengimbangi aksi-aksi kekerasan yang dilakukan umat islam dengan mengatasnamakan islam. Sedangkan wajah islam yang beringas merupakan gambaran kenyataan.
Baik wajah kasih maupun wajah beringas, kedua-duanya mendapatkan legitimasinya dari ajaran islam sendiri, baik itu dalam Al-Quran maupun Hadits. Umumnya orang islam yang islamnya berwajah kasih menolak bila dikatakan bahwa islam itu berwajah beringas. Padahal, keberingasan itu merupakan salah satu hakikat islam. Sebagai contoh, pasca kudeta Mekkah, ada pendapat yang mengatakan bahwa kelompok Juhaiman adalah orang-orang muslim sejati. Lawrence Wright, dalam bukunya “SejarahTeror” menilai kalau tokoh-tokoh sentral teroris, misalnya seperti Juhaiman, Azzam, Zawahiri, Syeikh Omar, Osama bin Laden, Mullah Omar, dll adalah orang yang teguh berpegang pada agamanya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Osama bin Laden adalah prototipe Muhammad.
Kekerasan sebagai ajaran islam dibenarkan juga oleh Front Pembela Islam. Seperti yang ditulis Damar Iradat di Metrotv New dot com, bahwa tindakan anarkis yang biasa dilakukan oleh FPI sudah sesuai ajaran islam. Jika memang kekerasan yang dilakukan FPI tidak sesuai, tentulah otoritas islam Indonesia (MUI) akan mengambil sikap. Bukankah itu merupakan bentuk pelecehan terhadap islam? Namun faktanya, MUI diam.
Jadi, kitab yang satu dan sama memuat ajaran yang bertentangan. Yang satu tentang kasih, sedangkan banyak yang lain tentang kekerasan. Perbedaan juga terjadi pada sikap umat islam terhadap orang kristiani. Dari satu kitab yang sama terdapat dua sikap yang berbeda. Yang satu menilai bahwa orang Kristen adalah kafir, sedangkan sikap yang lain tidak. Karena itulah, karena bersumber dari satu kitab yang sama dengan dua sikap yang berbeda itulah, makanya umat islam pun terbagi menjadi dua kelompok. Ada kelompok yang menerima orang kristen sebagai saudara; namun ada pula kelompok yang tetap menganggap orang kristen itu kafir.
Dasar pengkafiran orang kristen ada pada QS Al-Ma’idah: 72 yang berbunyi, “Kafirlah mereka yang mengatakan Allah adalah Kristus (Yesus) anak Maryam.” Atau juga QS Al-Ma’idah: 73 yang berbunyi, “Kafirlah mereka yang berkata bahwa Allah adalah satu dari tiga.” Ayat 72 itu menyangkut soal keyakinan orang Kristen bahwa Yesus adalah Allah. Sampai kapan pun keyakinan tak akan berubah. Sementara ayat 73 menyangkut soal iman akan trinitas. Sama dengan iman akan Yesus sebagai Allah, keyakinan Allah Trinitas ini pun sudah pakem. Karena tetap pada keyakinan ini, maka orang Kristen adalah kafir.
Sementara itu ada orang yang menilai, secara implisit, bahwa orang Kristen bukanlah kafir. Mereka sering menggunakan dasar-dasar ini: Hadits Sahih HR Bukhari, “Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kata fasiq, dan menuduhnya dengan kata kafir, kecuali tuduhan itu akan kembali kepada si penuduh jika orang yang tertuduh tidak seperti yang dituduhkan.” Ada juga Hadits Sahih HR Muslim, “Dan barangsiapa yang memanggil seseorang dengan panggilan ‘kafir’ atau ‘musuh Allah’ padahal tidak kafir, maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh.”
Sementara dari Al-Quran sendiri sering dikutip QS Al-Baqarah: 256, QS Yunus: 99 dan QS Al Kahfi: 29. Dari Al-Quran cuma surah Al Kahfi saja yang jelas-jelas menyinggung soal kafir dengan sikap permisif: biarkan saja orang kafir. Sedangkan surah Al-Baqarah dan Yunus berbicara soal islam yang tidak memaksa orang lain masuk islam; bukan soal pengkafiran.
Surah-surah inilah yang kemudian membuat umat islam sendiri terpecah menjadi dua kubu dalam menyikapi orang, khususnya orang Kristen. Ada kelompok, dengan dasar Al-Quran, melihat orang Kristen itu kafir; dan ini tak bisa dibantah lagi karena orang Kristen seperti digambarkan Al-Quran, yaitu menerima Yesus sebagai Tuhan dan menerima konsep Trinitas. Sementara kelompok lain, jika memegang ajaran Al-Quran, khususnya Al Kahfi, akan bersikap permisif, bukan justru menganggap orang Kristen bukan kafir.
Jadi, dasar pembelaan kelompok yang menilai orang Kristen bukan kafir sangatlah lemah. Orang Kristen sampai kapan pun tetap dengan keyakinannya bahwa Yesus itu Allah yang menjadi manusia; dan orang Kristen mengakui Allah tritunggal. Sikap permisif, sebagaimana diajarkan surah Al Kahfi, tidak menegasi kekafiran orang Kristen. Orang Kristen tetaplah sebagai kafir.
Demikian pula dengan 2 hadits sahih tadi (HR Bukhari dan HR Muslim). Kedua hadits ini memang melarang umat muslim untuk tidak seenaknya saja menyebut orang lain kafir. Namun perlu diperhatikan frase “padahal tidak kafir” (HR Muslim) atau “jika orang yang tertuduh tidak seperti yang dituduhkan”. Hadits ini tidak dapat digunakan untuk melawan orang islam yang menyebut orang kristen kafir, karena hadits ini berisi ajaran untuk tidak memfitnah, bukan mengkafirkan orang. Fitnah berarti mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan. Kalau mengatakan orang kristen itu kafir, berdasarkan pada ajaran Al-Quran, orang islam bukan melakukan fitnah, karena memang orang kristen itu kafir. Mengapa orang kristen kafir, QS Al-Ma’idah: 72 dan 73 adalah jawabannya.
Pangkalpinang, 24 September 2015
by: adrian
Baca juga tulisan lainnya:

Renungan Hari Sabtu Biasa XXVII - Thn I

Renungan Hari Sabtu Biasa XXVII, Thn B/I
Bac I  Yl 3: 12 – 21; Injil           Luk 11: 27 – 28;

Bacaan Injil hari ini sangat singkat. Akan tetapi pesannya amat tegas dan mendalam. Ada satu persoalan yang dibahas dalam Injil hari ini, yaitu soal kebahagiaan. Kebanyakan orang melihat kebahagiaan sejati itu dari kaca mata duniawi. Kebahagiaan itu terlihat dari prestasi dan prestise. Dalam Injil, hal itu terlihat dari pernyataan seorang perempuan yang memuji ibu yang telah melahirkan dan menyusui Tuhan Yesus (ay. 27). Ini dikaitkan dengan apa yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus bagi banyak orang. Akan tetapi, Tuhan Yesus memperlihatkan hal yang lain, yaitu kebahagiaan spiritual. Kebahagiaan itu terletak pada “mendengarkan firman Allah dan memeliharanya.” (ay. 28).
Kebahagiaan spiritual ini juga yang menjadi pesan dalam Kitab Nabi Yoel, yang menjadi bacaan pertama hari ini. Melalui mulut nabi Yoel, umat Israel disadarkan bahwa Allah senantiasa memperhatikan mereka. Tuhan Allah akan memberikan kebahagiaan pada mereka asalkan mereka senantiasa melaksanakan kehendak Allah dan setia pada-Nya. Gambaran kebahagiaan itu terlihat dari ungkapan-ungkapan anggur baru, susu dan air (ay. 18).
Dewasa ini banyak manusia, tak hanya kaum awam tetapi juga kaum berjubah, meletakkan kebahagiaan pada hal-hal duniawi, pada kepemilikan benda-benda, prestasi dan prestise. Tuhan bukannya anti terhadap semuanya itu. Tuhan tidak menghendaki kita menjadikan semuanya menjadi prioritas dalam hidup sehingga melupakan kehendak-Nya. Melalui sabda-Nya hari ini, Tuhan mengajak kita untuk senantiasa melakukan apa yang dikehendaki-Nya dalam hidup kita. Melaksanakan kehendak Allah akan mendatangkan kebahagiaan.***

by: adrian