Kamis, 11 Februari 2021

MELIHAT SEJARAH HARI VALENTINE'S DAY


Awal peringatan valentine’s day (VD) atau biasa dikenal dengan sebuatan hari kasih sayang, berasal dari tradisi Romawi sebagai upacara penghormatan Dewa Lupercus, dewa kesuburan. Tanggal peringatannya adalah 15 Februari. Tujuan peringatan ini adalah mendapatkan keturunan. Sarananya adalah hubungan seks.

Ketika kekristenan mulai muncul, ada banyak tradisi kafir diambil alih dan “dibaptis”. Salah satunya adalah hari raya Lupercalia ini. Adalah peran Paus Galasius I yang mengubah hari raya Lupercalia ini menjadi hari kasih sayang. Pada tahun 496, Paus Gelasius I menetapkan tanggal 14 Februari sebagai peringatan st. Valentinus. Sejak saat itu, tanggal 14 Februari dikenal sebagai hari kasih sayanghari cinta kaum muda-mudi. Tujuan peringatan ini adalah membangun keluarga. Sarananya adalah cinta.

Dalam perjalanan waktu, peringatan VD menjadi milik dunia. Akan tetapi, telah terjadi degradasi nilai. Tak jarang ditemukan adanya penyimpangan makna sampai mengakibatkan hubungan seks di luar nikah. Artinya, ada usaha untuk mengembalikan peringatan VD atau hari kasih sayang ini ke hari raya Lupercalia. Karena sudah terlanjur VD dikaitkan dengan peringatan St. Valentinus, maka pada tahun 1969 Gereja menghapus peringatan orang kudus yang namanya dijadikan perayaan (valentine). Sekalipun Gereja menghapus peringatan St. Valentinus, peringatan VD atyau hari kasih sayang terus berlangsung.

Akhirnya, VD tidak lagi menjadi peringatan liturgi gerejawi. Hari kasih sayang menjadi peringatan umum. Gereja tidak melarang umatnya merayakannya. Gereja hanya melarang penyalahgunaan kegiatan VD yang tidak memanusiawikan manusia atau merendahkan martabat luhur manusia. Misalnya yang menyebabkan orang jatuh ke dalam seks bebas atau mental hedonis-konsumtivistik.

BELAJAR MENGHADAPI FITNAH DARI DAUD


Tentu kita ingat akan kisah “pertikaian” Daud dan Saul (1Sam 18 – 24). Pasca kemenangan Daud atas Goaliat, pahlawan perang bangsa Filistin, Saul merasa cemburu akan popularitas Daud. Saul merasa dirinya disaingi; dan dalam pemikiran Saul hal ini dapat mengancam kedudukannya. Karena itu, ia berencana untuk melenyapkan Daud. Untuk mewujudkan niatnya ini Saul menyebarkan isu bahwa Daud berikhtiar membunuh dirinya.

Isu bahwa Daud berencana membunuh raja dilakukan Saul untuk dua hal. Pertama,  ia ingin menarik simpati rakyat. Tentu rakyat akan membelanya dan mulai membenci Daud. Secara tidak langsung isu ini membuat Daud tersingkir dari rakyat. Hal ini tentunya akan memuluskan hal yang kedua, yaitu rencana membunuh Daud. Rencana ini seakan sudah mendapat legalitasnya. Seandainya ia membunuh Daud, rakyat tidak akan marah kepadanya.

Maka dimulailah usaha pengejaran Daud untuk membunuhnya. Dalam pengejaran ini, orang-orang yang membela Daud dihabisi oleh pedang raja (bab 22).

Ada yang menarik dari kisah ini. Daud tidak sibuk membela diri dan menuduh Saul telah berbohong. Yang dilakukan Daud hanyalah menghindari dari pertikaian. Pada akhir cerita, ditampilkan bagaimana sikap bijak Daud dalam menghadapi tuduhan Saul itu (bab 24).

Ketika Saul sedang buang hajat, diam-diam Daul memotong punca jubah Saul. Sebenarnya Daud punya kesempatan untuk melenyapkan Saul. Itulah yang dikatakan orang-orangnya (ay. 4). Akan tetapi Daud tidak melakukan hal itu. Jika Daud melakukannya, pastilah tuduhan Saul menjadi benar. Daud hanya ingin membuktikan bahwa tuduhan itu tidak benar; bahwa dia tidak bermaksud jahat terhadap raja.

Karena itu, setelah Saul selesai buang hajat, Daud muncul di belakangnya. Dia berkata bahwa dia tidak ada niat untuk membunuh raja. Seandainya memang ada, maka sudah dari tadi dia melakukannya, di saat raja sedang membuang hajat. Lantas Daud menunjukkan bukti potongan punca jubah Saul. Tentu hal ini merupakan pukulan telak bagi Saul dan para prajuritnya.

***