Senin, 13 Desember 2021

ANTARA FAKTA, PERSEPSI DAN KEBENARAN

 

Contoh Kasus

Pastor Eko adalah mantan pastor pembantu Paroki A. Pastor Eko pernah berkata bahwa di Paroki A telah terjadi kasus korupsi. Yang mencuri uang Gereja atau yang melakukan korupsi adalah Pastor Paroki; dan kemungkinan juga bendahara paroki.

Untuk membenarkan pernyataannya, Pastor Eko memberikan beberapa fakta. Pertama, tidak ada transparansi keuangan di paroki A. Soal keuangan hanya Pastor Paroki dan bendahara paroki saja yang tahu. Bahkan Pastor Eko dihalang-halangi untuk mengetahui keuangan. Kedua, setidaknya dua kali Pastor Eko menemukan ketidakcocokan data kolekte yang dicatat oleh petugas penghitung uang dengan yang diumumkan di gereja. Pastor Eko pernah menceritakan hal ini kepada salah seorang umat, dan umat itu menegaskan bahwa kasus ini pernah juga terjadi sebelum Pastor Eko di Paroki A. Ketiga, Pastor Paroki selalu menghindar jika diminta pertanggungjawaban keuangan. Keempat, HP Pastor Paroki selalu gonta-ganti; dan harganya mahal-mahal.

Pernyataan Pastor Eko dengan segala dasar pembenarannya sampai ke telinga umat dan beberapa rekan imam lainnya. Mereka semua pada percaya. Mereka percaya bahwa telah terjadi korupsi di Paroki A; atau setidak-tidaknya Pastor Paroki A telah melakukan tindak korupsi. Sikap percaya yang tumbuh dalam diri umat dan beberapa rekan imam membuat pernyataan “Pastor Paroki A melakukan korupsi” telah menjadi sebuah kebenaran.

Akan tetapi, menjadi persoalan, apakah benar Pastor Paroki A melakukan korupsi? Atau dengan kata lain, apakah pernyataan “Pastor Paroki A melakukan korupsi” merupakan suatu kebenaran?

Fakta, Persepsi dan Kebenaran

EFEK BAHAGIA BAGI KESEHATAN

 

“Be happy for this moment. This moment is your life.” Ungkapan ini dilontarkan oleh sastrawan kenamaan Omar Khayyam. Intinya adalah orang perlu merasa bersukacita atau senantiasa berbahagia. Namun, beragam masalah dalam hidup kerap membuat orang kehilangan kebahagiaannya. Tekanan hidup juga membuat orang rentan terkena stress atau depresi. Meskipun demikian, seseorang perlu tetap merasa bahagia karena segudang alasan.

Seseorang yang berbahagia akan memiliki hidup yang lebih sehat. Ada baiknya kebiasaan bersukacita ini diawali dari masa muda. Riset dari Northwestern University, Amerika Serikat, terhadap 10.000 remaja menunjukkan bahwa remaja yang bahagia lebih sedikit cenderung mempunyai masalah perilaku pada usia dewasa. Sebaliknya, remaja yang sering berbahagia cenderung mempunyai kesehatan fisik dan emosional yang baik.

Sebenarnya, saat merasa gembira, tubuh akan memproduksi hormon seperti serotin, relaksin dan dopamin. Saat masuk ke aliran darah, hormon-hormon ini akan merangsang sel-sel kekebalan tubuh. Sel-sel imun ini akan bekerja untuk memerangi penyakit dalam tubuh.

Riset di Inggris terhadap 3.000 lansia berumur di atas 60 tahun menunjukkan responden yang lebih bahagia cenderung dapat melakukan aktivitas fisik yang lebih baik pada usia tua. Sebaliknya, responden yang merasa tidak berbahagia mengalami penurunan fungsi fisik yang lebih cepat (www.livescience.com).

Sebaliknya, saat stress, seseorang menjadi lebih mudah terserang penyakit. Riset mengenai psikoneuroimunologi (PNI) menunjukkan bahwa gejala stress, gelisah, takut atau marah akan merangsang tubuh untuk memproduksi sejumlah hormon yang seperti epinefrin dan kortisol. Hormon yang membantu mengendalikan aktivitas tubuh ini dapat membuat tekanan darah naik. Bila hal ini berlangsung terus menerus, daya tahan tubuh menurun dan lebih mudah terserang penyakit.