Senin, 03 Oktober 2022

HATI-HATI DENGAN SAMPAH ELEKTRONIK

 

Mari buat daftar perangkat elektronik yang kita gunakan sehari-hari. Ponsel, komputer tablet, komputer, laptop, televisi, alat pemutar musik, kamera, kulkas, kipas angin, mesin cuci, microwave, penyejuk udara, dispenser, setrika, blender. Betapa banyak. Itu pun belum semuanya.

Hidup dengan dikelilingi perangkat elektronik merupakan keniscayaan bagi manusia modern. Jika tidak, tentu saja banyak kegiatan akan terhambat, bahkan kita barangkali tak bisa belajar, bekerja atau bermain. Kita sudah begitu tergantung pada perangkat elektronik ini. Namun, yang menjadi masalah adalah saat ini kita kerap mengonsumsinya tanpa kesadaran penuh. Kita menjadi begitu konsumtif.

Data US Cencus Bureau pada Januari 2014 mengungkapkan, jumlah ponsel yang digunakan masyarakat Indonesia sebanyak 281 juta. Padahal penduduk negeri ini hanya sekitar 251 juta jiwa. Jika anak anak bayi pun sudah memakai ponsel, maka masih ada sisa 30 juta ponsel. Artinya, ada 30 juta orang Indonesia yang memiliki 2 ponsel. Banyak orang yang memiliki lebih dari satu ponsel untuk berkomunikasi maupun mengakses informasi. Ketika ponsel rusak pun, dengan ringan kita menggantikannya dengan yang baru.

Rantai perjalanan perangkat elektronik tak berhenti dari produsen, distributor lalu konsumen. Sebagai pengguna, kita patut bertanya, kemana barang-barang elektronik yang sudah tidak lagi kita pakai berakhir?

Berdasarkan survei yang dilakukan Dinas Kebersihan DKI Jakarta dan organisasi nirlaba Waste4Change, 55 persen penduduk Jakarta tidak tahu kemana sampahnya dibawa. Namun jawaban atas pertanyaan itu sendiri pun sebenarnya tak menggembirakan. Indonesia belum punya pusat pengelolaan sampah elektronik. Sebagian besar sampah ini masih tertumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA). Ada juga yang menumpuk di kamar. Sebagian kecilnya dikelola di tempat pemisahan sampah elektronik, yang ada di Pulau Jawa dan Batam. Komponen yang masih bisa digunakan, antara lain plastik dan tembaga, dipisahkan lantas diekspor ke Singapura untuk didaur ulang.

Sampah elektronik yang tidak terkelola dengan baik menimbulkan masalah. Komponen-komponennya mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). Circuit board komputer misalnya, mengandung logam-logam berat seperti timah, krom, besi, timbal, perak dan tembaga. Komponen di dalam televisi dan monitor komputer bekas pun mengandung timah, cadmium dan merkuri. Limbah-limbah ini, jika tidak ditangani dengan benar, menjadi polutan bagi air, tanah dan udara. Ini juga akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan orang-orang yang ada di sekitarnya.

diambil dari tulisan 7 tahun lalu