Senin, 07 April 2014

(Pencerahan) Wanita Selalu Jadi Penyebab Dosa?

WANITA SELALU JADI PENYEBAB DOSA?
Ketika sedang mengajar, beberapa kaum pria datang dengan membawa seorang perempuan. Menurut mereka perempuan itu kedapatan berpenampilan seksi sehingga menggoda seorang pemuda untuk berbuat mesum. Bahkan penampilan seksi itu menyebabkan banyak kaum pria jatuh ke dalam dosa. Karena itu, perempuan itu harus dihukum. Mereka minta pendapat Sang Guru.

Sang Guru menatap wajah mereka satu per satu dengan wajah memelas. Dengan tenang ia kembali duduk dan membisu. Kaum pria tadi terus bertanya mendesak. Mereka ingin mendengarkan pendapat Sang Guru yang terkenal bijak. Sementara si perempuan sudah pasrah ketakutan. Dia siap menerima hukuman, sekalipun ia merasa tak bersalah. Bukankah wanita punya hak untuk berpenampilan seksi. Ia sama sekali tidak punya niat untuk menggoda siapa pun.

Karena terus menerus didesak, akhirnya Sang Guru berdiri. Setelah kembali menatap wajah mereka satu per satu dengan wajah berbelas, ia berkata, “Siapa di antara kalian yang tidak berdosa, silahkan menjatuhi hukuman kepada perempuan ini.” Setelah berkata demikian, ia kembali duduk dan membisu.

Para kaum pria tadi saling pandang satu sama lain. Semua merasa berdosa. Akhirnya mereka pergi meninggalkan perempuan itu dan Sang Guru. Tak ada satu orang pun yang menjatuhkan sanksi kepada perempuan, yang bagi kaum pria dilihat sebagai biang dosa.

Sang Guru menatap ke sekitar, tak ditemukannya siapapun selain dirinya dan perempuan itu. Ia bertanya, “Kemana mereka tadi?”

“Sudah pergi.” Sahut si perempuan dengan nada harap-harap cemas.

“Tidak adakah yang menghukum kamu?”

“Tidak ada Guru.”

“Pergilah! Aku pun tidak menghukum engkau.”
Jakarta, 7 April 2014
by: adrian, terinspirasi dari kisah Perempuan Zinah atau kisah Susana

Orang Kudus 7 April: St. Yohanes de la Salle

SANTO YOHANES DE LA SALLE, PENGAKU IMAN
Ia adalah anak sulung dari sebuah keluarga bangsawan yang kaya raya. Yohanes Baptista lahir di Reims, Perancis pada tanggal 7 April 1719. Kekayaan orang tuanya kiranya menjadi jaminan kokoh bagi masa depannya. Orang tuanya bercita-cita agar Baptista menjadi seorang ahli hukum. Untuk itu, semenjak kecil Baptista telah menerima pendidikan di rumah di bawah bimbingan seorang guru ahli. Neneknya pun cukup berpengaruh selama bertahun-tahun awal kehidupannya. Pendidikan awal dalam keluarga ini berhasil menanamkan dalam dirinya kemampuan menilai makna kekayaan keluarganya sebagai sesuatu yang fana belaka. Baptista sebaliknya lebih tertarik pada kehidupan rohani. Semenjak kecil ia tertarik menjadi seorang imam.

Setelah menanjak besar, Baptista menjalani pendidikan calon imam di Seminari St. Sulpius di Paris. Tetapi pendidikan dan persiapannya untuk menjadi imam ini dihentikan sementara karena orang tuanya meninggal. Ia terpaksa meninggalkan seminari untuk kembali mendampingi adik-adiknya di Reims, kota kelahirannya. Dua orang saudaranya kemudian menjadi imam dan saudarinya Rose Marie menjadi biarawati tarekat St. Agustinus.

Beberapa tahun kemudian, Baptista kembali ke seminari dan ditabhiskan menjadi imam di Reims pada tahun 1778. Sebagai imam baru ia bekerja di katedral Reims. Perhatiannya pada pendidikan kaum miskin sangatlah besar.

Seorang rekan imamnya, yaitu Pater Roland -- seorang imam yang saleh -- mempunyai minat yang sama dalam pendidikan kaum miskin, terutama anak-anak wanita yang berasal dari keluarga tak mampu. Pater Roland telah mendirikan sebuah sekolah bagi anak-anak ini dan mengorganisir sekelompok guru dalam sebuah perkumpulan yang disebut Perkumpulan suster-suster dari Kanak-Kanak Yesus. Baptista diminta oleh Pater Roland untuk membantu membina suster-suster itu.

Sementara itu, Nyonya Mailever, yang punya hubungan keluarga dengan Baptista, ingin mendirikan sekolah untuk anak-anak lelaki yang ada di Reims. Untuk maksud itu, ia bekerja sama dengan seorang awam saleh, Andrien Nyel. Dengan sebuah surat pengantar dari Nyonya Mailever kepada pemimpin Perkumpulan Suster-suster dari Kanak-Kanak Yesus, Nyel tiba di biara itu untuk mengadakan pembicaraan dengan mereka.

Pastor Baptista segera merasakan pentingnya rencana ini. Dua orang lainnya telah membuka sebuah sekolah kecil di Paroki St. Maurisius pada tanggal 15 April 1670. Sekolah ini dimulai dengan sukses, tetapi Nyel yang ingin memperluas kegiatannya bersikap diam saja, banyak kali absen dari tugasnya. Tentang hal ini, Baptista merasakan suatu tanda bahaya. Tetapi sebagai seorang guru yang tulen, ia tetap tabah dan teguh sambil mengumpulkan beberapa guru muda di rumahnya. Ia mendidik guru-guru muda itu menjadi guru-guru yang benar-benar tangguh, beriman, ramah dan bertanggungjawab, demi keberhasilan pendidikan anak-anak.

Guru-guru muda yang berhasil dikumpulkannya, menjadi perintis lembaga Baptista. Pada tanggal 24 Juni 1680, Baptista mendirikan Perkumpulan Bruder Sekolah-sekolah Kristen. Sistem pendidikannya disusun dengan Statuta Sekolah-sekolah Kristen. Kerasulannya dibidang pendidikan kaum muda, terutama yang miskin, sampai kini masih diteruskan di berbagai negara.

Lembaga pendidikannya tersebar di Paris pada tahun 1699, di Sint Denis pada tahun 1709 dan diterima oleh Tahkta Suci pada tahun 1725. Baptista juga mendirikan sebuah seminari untuk mendidik para bruder dan yang lain untuk berkarya diantara para pengungsi Irlandia yang datang ke Perancis sesudah revolusi melawan para bangsawan Inggris pada tahun 1688. Baptista juga membuka sebuah sekolah Teknik dan sekolah rehabilitasi untuk anak-anak nakal.

Baptista dikenal sebagai seorang imam yang rendah hati, rajin berdoa dan bertapa. Kepemimpinannya atas tarekat yang didirikannya diserahkan kepada seorang bruder muridnya. Ia sendiri memusatkan perhatiannya pada kehidupan rohani dan menulis banyak buku pendidikan. Setelah lama mengabdi Gereja, Baptista meninggal dunia pada tanggal 7 April 1719, tepat pada hari Jumat Besar. Ia digelari Kudus pada tahun 1900 dan dinyatakan sebagai tokoh teladan para guru pada tahun 1950.

Renungan Hari Senin Prapaskah V - A

Renungan Hari Senin Prapaskah V, Thn A/II

Sabda Tuhan hari ini berkisah tentang derita kaum perempuan dalam kekuasaan kaum lelaki (partiark). Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Nabi Daniel, penulis berkisah tentang nasib Susana. Di sini ditampilkan arogansi kekuasaan kaum pria yang selalu melihat wanita sebagai biang dosa, meski sebenarnya dirinyalah yang berdosa. Susana yang tidak bersalah dibuat seolah-olah bersalah, karena memang alam pikir sudah dirasuki arogansi partiarkh. Wanita itu penggoda yang menyebabkan lelaki berdosa. Akan tetapi, Daniel membongkar kebusukan alam pikir partiarkh ini sehingga selamatlah Susana.

Kejadian serupa terulang kembali pada jaman Perjanjian Baru. Dalam Injil dikisahkan ahli-ahli Taurat dan kaum Farisi membawa seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka ini mau menghukumnya sesuai dengan hukum yang berlaku, namun mereka meminta pendapat Yesus hanya sekedar mencobai Dia (ay. 6). Di balik pernyataan mereka, tersembunyi arogansi partiarkh, di mana perempuan selalu berada di pihak yang salah. Sama seperti Daniel yang membongkar kebusukan alam pikir partiarkh, Yesus juga membongkar kebusukan itu. “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” (ay. 7).

Kita mungkin pernah mendengar pernyataan bahwa keseksian perempuan membuat maraknya kasus perkosaan. Akhirnya, perempuan dilarang tampil seksi, meski itu adalah hak mereka. Di balik pernyataan ini sebenarnya tersembunyi pemikiran bahwa perempuan itu selalu dilihat sebagai penyebab dosa bagi pria, meski sebenarnya prialah yang memang ingin berdosa. Pemikiran ini ternyata sudah terjadi sejak jaman Perjanjian Lama. Namun sabda Allah hari ini hendak membongkar alam pikiran sesat ini. Melalui sabda-Nya Tuhan mengajak kita untuk mengubah pola pikir demikian. Dosa itu selalu berawal dari diri kita sendiri, bukan pada orang lain. Karena itu, hendaklah kita mengoreksi diri sendiri. Kehendak Allah ini sejalan dengan pesan masa prapaskah, di mana kita diajak untuk bertobat.

by: adrian