Kamis, 20 Desember 2012

Sekilas Memahami Inkarnasi

KENAPA ALLAH MENJADI MANUSIA
Banyak org bertanya kenapa Allah orang Kristen menjadi Manusia...?
Dan biarlah ilustrasi ini bisa menjadi jawaban buat kita yang sering meragukan kehadiran Yesus Kristus.  Semoga ilustrasi ini bermanfaat :


Pada suatu ketika, ada suatu keluarga petani di negeri 4 musim.

Sang suami tidak percaya kisah tentang Yesus, Allah yang menjadi manusia.

“Kalau saya adalah Allah, saya tidak akan mau menjadi merendahkan diri menjadi manusia,” begitu pikirnya.

Oleh karena itu
, dia tidak mau ikut istri dan anak-anaknya ke gereja.

Saat itu musim dingin
. Pada malam menjelang hari Natal , istri dan anak-anaknya telah pergi ke gereja untuk menghadiri misa.

Dia sendirian di rumah, duduk menonton televisi sambil membaca-baca koran
. Sementara di luar salju yang turun semakin deras.

Tiba-tiba dia mendengar suatu suara benturan keras dari arah ruang keluarga/tamu. Dan kembali ada suara benturan beberapa kali.

Dengan bergegas dia ke ruang depan dan melihat beberapa burung dara yang kedinginan dan linglung setelah menabrak kaca jendela.

Rupanya mereka tersesat di tengah hujan salju deras dan berusaha masuk ke rumah melalui jendela.

“Burung-burung ini tidak akan selamat di tengah badai salju seperti ini,” demikian pikirnya, “
Tetapi ada sesuatu yang bisa aku lakukan.”

Dia punya gudang/lumbung di samping rumahnya dan seandainya burung
-burung tersebut bermalam di sana, mereka bisa tetap hangat dan selamat dari badai salju.

Setelah memakai jaket musim dingin, dia keluar rumah, membuka pintu gudang dan menyalakan lampunya.

Tetapi ternyata burung-burung tersebut tidak masuk ke dalam lumbung yang hangat seperti harapannya.

Lalu muncul ide lainnya. Dia mencoba menarik perhatian burung-burung tersebut dengan menaburkan biji-bijian sampai ke lumbung.

“Mungkin dengan umpan makanan, burung-burung tersebut mau berjalan menuju ke lumbung dan tinggal di sana ,” pikirnya.

Tetapi burung-burung tersebut tetap saja tidak tahu apa yang sedang diusahakannya.

Lalu dia mencoba meniru kepak-kepak sayap burung dan meniru suara burung supaya mereka mau mengikutinya.

Lagi-lagi usahanya tidak membuahkan hasil.

Di tengah rasa frustrasinya, dia bergumam, “Seandainya aku bisa menjadi burung, sebentar saja, pasti aku bisa memimpin dan meyakinkan mereka masuk ke dalam lumbung, mereka akan SELAMAT dari badai ini dan tetap HIDUP.”

Tiba-tiba terdengar suara pujian gereja di kejauhan. Sang petani pun terperangah dan dia lalu berlutut.

Dia teringat pada cerita Natal dan sekarang cerita tentang Allah yang menjadi manusia menjadi lebih masuk akal baginya.

Jelas cara terbaik untuk membawa manusia pada keselamatan yg dijanjikan Allah adalah dengan Allah merendahkan diri
-Nya menjadi manusia betapapun mustahil ini bagi banyak orang.

Dengan demikian pesan-pesan Allah menjadi lebih jelas dan lebih baik dan manusia lebih dapat memahaminya.

Natal & Kesederhanaan

Natal, bagi umat Kristiani, merupakan peristiwa iman. Dengan peristiwa natal umat kristen merayakan syukur atas Allah yang Maha Kasih, yang mau peduli pada nasib manusia. Kepedulian Allah itu terlihat dalam penjelmaan-Nya menjadi manusia (inkarnasi). Allah mau mengangkat (baca: menyelamatkan) umat manusia dari lumpur keberdosaanya. Oleh karena itu, Allah “turun” ke dunia “dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Flp 2: 7). Bagaimana hal ini bisa dipahami, tentulah sulit untuk dicerna akal manusia. Namun tidak secara imani. Karena itulah natal dikenal sebagai peristiwa iman.
Ireneus dari Lyon, seorang bapa Gereja yang hidup abad kedua pernah berkata bahwa Allah menjadi manusia agar manusia menjadi seperti Allah (bdk. Adversus haereses, III, 10, 2). Kiranya ucapan Ireneus ini tidaklah berlebihan. Ada banyak sumber Kitab Suci yang bisa dijadikan rujukannya. Ireneus tidak memaksudkan pernyataannya sebagai bentuk pelecehan keilahian Allah. Justru dalam peristiwa inkarnasi, Allah menjadi manusia, terlihat keistimewaan Tuhan Allah: ke-Allah-an Tuhan tidak hanya tampak dalam keilahian-Nya melainkan juga terlihat dalam kemanusiaan-Nya.
Kapan persisnya Allah menjelma menjadi manusia (baca: kelahiran Yesus), tak ada satu orangpun yang tahu. Komite Para Uskup yang ditunjuk oleh Paus Julius I (337-352) sepakat bahwa natal itu jatuh pada 25 Desember, mengambil tradisi kafir akan penghormatan dewa Matahari yang tak terkalahkan (sol invictus). Maka dari itu, setiap kali memasuki bulan Desember, selalu suasana natal langsung terasa. Hal itu terlihat dari ikon-ikon natal yang ada di mana-mana, khususnya di pusat-pusat perbelanjaan. Di Hongkong dan di beberapa kota besar lainnya malah pernah terjadi natal sudah dimulai pada pertengahan bulan November.
Natal kini sudah menjadi ajang konsumtivisme dunia. Dengan adanya ikon-ikon natal di setiap pusat-pusat perbelanjaan, seakan-akan ada seruan, “Mari, belanjalah! Persiapkanlah rumah Anda dengan pernak-pernik natal” Jelas, bahwa seruan ini seakan telah menggantikan seruan Yohanes Pembaptis, yang selalu didengungkan pada minggu persiapan adven pertama, “Persiapkanlah jalan bagi Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.” (Mat 3: 3).
Yesus Lahir dalam Kesederhanaan
“Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.” (Luk 2: 6 – 7).
Inilah sepenggal catatan sejarah kelahiran Yesus, yang hanya ada dalam Injil Lukas. Memang tidak ada keterangan rinci mengenai tempat kelahiran Yesus, namun Gereja mengakui kalau Maria melahirkan bayinya di dalam kandang hewan. Tak jelas juga apakah kandang itu bekas atau masih digunakan.
Apa yang mau dikatakan dari peristiwa ini? Yesus lahir dalam kesederhanaan. Tidak ada pesta, hingar bingar musik (kecuali kidung surgawi para malaikat) atau kelap-kelip kemilau lampu hias dan kembang api. Bayi Yesus lahir hanya dibungkus dengan kain lampin, bertemankan lenguhan sapi dan dengungan nyamuk dan serangga malam; hanya cahaya pelita kecil dan jutaan cahaya bintang di angkasa. Sangat sederhana.
Itulah natal perdana. Kiranya pesan yang mau disampaikan adalah jelas, yaitu ajakan untuk hidup sederhana. Bukankah perayaan natal mengajak umat manusia untuk  bersyukur atas Allah yang peduli terhadap manusia? Bersyukur merupakan salah satu wujud atau ciri khas orang sederhana. Orang yang sederhana adalah orang yang selalu bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidupnya.
Dan kini orang Kristen mau mengenangkan natal awal itu dengan sebuah perayaan; dengan sebuah pesta. Sayangnya natal sekarang sungguh bertolak belakang dengan natal perdana. Manusia jaman sekarang lebih menitikberatkan pada aspek pestanya dari pada inti natal itu sendiri. Ditambah lagi dengan budaya hedonis dan semangat konsumtif, membuat makna natal itu menjadi kabur.
Sungguh sebuah ironisme. Menjelang perayaan natal, umat kristiani sering kali diajak untuk mempersiapkan hatinya sebagai palungan bagi kanak-kanak Yesus. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Umat Kristen sibuk membuat kandang natal dengan hiasan dan kerlap-kerlip lampu natal sedangkan hatinya dipenuhi dengan nafsu hedonis-konsumtif. Ada kesan kalau manusia sekarang berkata, “Yesus, kami sudah siapkan palungan bagi-Mu dengan segala kemegahan. Tidurlah di sana. Jangan di hati kami.” Karena itu, momen natal sering menjadi ajang pamer baju baru, pohon natal baru, mobil baru dan lain-lain yang serba baru. Hati manusia dipenuhi dengan iri hati dan persaingan.
Natal dan Global Warming
Dewasa ini isu dunia yang hangat dibicarakan adalah masalah pemanasan global (global warming). Untuk itulah selalu diadakan setiap tahun pertemuan untuk membahas pengurangan gas emisi yang menyebabkan efek rumah kaca. Dampak dari efek rumah kaca ini adalah pemanasan global dan perubahan iklim.
Kita sudah mengetahui kalau pemanasan global dan perubahan iklim ini dapat membawa akibat buruk bagi kehidupan di muka bumi ini. Mark Lynas, jurnalis dan penyiar acara lingkungan hidup asal Inggris, dalam bukunya Six Degrees: Our Future on a Hotter Planet, memberi gambaran rinci tentang dampak itu. Baginya, dampak terburuk yang bakal terjadi adalah kepunahan massal sekitar 95%. Inilah skenario “kiamat”, yang ironisnya karena ulah manusia sendiri.
Oleh karena itu, sejak munculnya isu pemanasan global ini, ada banyak seruan dan ajakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, baik dengan penanaman pohon atau penghijauan maupun dengan pembatasan penggunaan bahan bakar fosil. Pembatasan penggunaan bahan bakar fosil misalnya dapat dilakukan dengan memilih berjalan kaki dari pada berkendaraan ke tempat yang dekat atau nebeng/menggunakan transportasi umum, penghematan pemakaian listrik, dll. Pemakaian ulang bahan-bahan tertentu juga diyakini bisa membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa seruan pengurangan emisi gas rumah kaca merupakan ajakan untuk kembali kepada pola hidup sederhana dan hemat. Pada bagian inilah pesan natal mengena. Seperti dahulu Yesus datang (baca: natal) untuk menyelamatkan manusia, natal kini mengajak kita untuk hidup sederhana dan berhemat demi penyelamatan bumi yang kita diami. Penyelamatan bumi adalah juga penyelamatan manusia dan ciptaan lainnya. Natal adalah momennya.
Orang-orang kristen bisa memulainya dengan penggunaan transportasi umum saat ke gereja untuk perayaan natal atau nebeng dengan mobil tetangga. Di beberapa gereja disediakan bus jemputan. Jangan lupa untuk mematikan kegemerlapan lampu pohon natal ketika kita tidak berada di dekatnya. Lampu yang menghiasi kandang dan pohon natal diperkirakan menghabiskan sekitar 15 % dari kebutuhan listrik rumah tangga dan lampu pohon natal yang ditinggalkan menyala selama 10 jam per hari dan selama 12 hari berturut-turut akan meninggalkan jejak karbon yang cukup besar. Gunakanlah pohon natal yang hidup dan kertas daur ulang untuk kartu natal atau kertas pembungkus kado. Daur ulang bisa juga diterapkan pada hadiah natal yang diterima. Tak jarang kita mendapat kado natal yang berlebihan dan tak sesuai dengan keinginan. Dari pada dibuang alangkah bijaknya kalau diberikan kepada mereka yang membutuhkannya, misalnya seperti anak yatim.
Akhir Kata
Semoga perayaan natal tahun ini benar-benar membangkitkan semangat hidup sederhana penuh syukur sebagai langkah awal menyelamatkan bumi dan membangun dunia damai dalam persaudaraan.

Selamat merayakan natal!!!
by: adrian

Orang Kudus 20 Desember: St. Filogon

Santo filogon, uskup & pengaku iman
Filigon terkenal sebagai seorang pengacara kawakan di kota Antiokia, Asia Kecil, pada abad IV. Ia terkenal karena pidato-pidatonya yang berapi-api dan keberaniannya membela kliennya di muka pengadilan. Ia tidak pernah kalah dalam semua perkara yang dibelanya. Ia orang jujur dan biasanya tidak bersedia membela orang-orang yang jelas-jelas berbuat salah. Sebagai orang kristen, ia lebih dikenal karena kesalehan dan perbuatan-perbuatan amalnya. Pada waktu Vitalis, uskup kota Antiokia meninggal dunia, Filigon terpilih menjadi Uskup Antiokia. Pengangkatan Filigon ini menyimpang dari kebiasaan yang berlaku dalam hal pemilihan calon uskup di antara imam-imam yang ada. Filigon menolak pilihan itu, namun atas desakan umat ia akhirnya bersedia ditahbiskan menjadi uskup. Sejak itu keahliannya diabdikannya demi kepentingan Gereja dan pembelaan iman para rasul terhadap serangan kaum bidat.

Santo Yohanes Krisostomus memujinya sebagai seorang uskup yang suci, bijaksana lagi rajin. Ia juga memuji kemurahan hati Filigon dalam memperhatikan kepentingan umatnya. Dalam kamus hidupnya tidak terdapat kata-kata yang menaburkan benih kebencian di antara manusia, seperti ‘saya punya’ dan ‘engkau punya’. Miliknya menjadi juga milik orang miskin. Ketenangan jiwanya tidak pernah terganggu oleh kecemasan akan harta benda duniawi; hatinya tiada pernah ke sana. Lima tahun sesudah menjabat uskup Filigon meninggal dunia.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Kamis Adven III-C

Renungan Hari Kamis Adven III, Thn C/I
Bac I : Yes 7: 10 – 14; Injil       : Luk 1: 26 – 38

Dua hari lalu Injil Matius berkisah tentang kegalauan Yosep. Hari ini, melalui Injil Lukas dikisahkan kegalauan Maria. Sama seperti Yosep, Maria juga menghadapi dua kegalauan. Pertama, sapaan malaikat Tuhan menimbulkan tanda tanya dalam diri Maria, " apakah arti salam itu." (ay. 29). Apakah salam itu berarti kematian dirinya atau? Namun malaikat Tuhan langsung memberi peneguhan. "Jangan takut, hai Maria." (ay. 30).

Akan tetapi, kalimat dalam peneguhan itu menimbulkan kegalauan lain dalam hati Maria. Itulah kegalauannya yang kedua, yaitu bahwa dia akan hamil. Maria bingung, bagaimana bisa dirinya hamil tanpa melakukan hubungan badan? Maria ragu.

Malaikat Tuhan kembali memberi keyakinan kepada Maria. Keyakinan itu bukan terletak pada siapa yang akan dikandungnya (ay. 31 - 33). Bukan juga terletak pada bagaimana hal itu berkerja, yaitu melalui Roh Kudus (ay. 35). Keyakinan itu terletak pada pernyataan malaikat itu bahwa "bagi Allah tidak ada yang mustahil." (ay. 37).

Dari pernyataan itulah akhirnya Maria memiliki keyakinan yang diungkapkan dalam sikap imannya, "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (ay. 38).

Melalui sabda-Nya hari ini Tuhan menghendaki agar kita menyadari keterbatasan kita. Keterbatasan itu tidak bisa membatasi Allah. Apa yang mustahil bagi manusia, bisa menjadi nyata bagi Allah. Oleh karena itulah, dibutuhkan sikap iman seperti Maria, "Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu."

by: adrian