Jumat, 14 Agustus 2015

Makan Kacang Nenek Tua

Suatu hari Romo Aleks bersama dengan kelompok Santa Monika mengadakan kunjungan ke Panti Jompo. Setelah melihat-lihat keadaan di luar, Romo masuk bergabung dengan para lansia. Romo menghampiri sebuah meja, dimana ada dua orang nenek duduk.
Setelah menyalami mereka, Romo Aleks ngobrol dengan mereka. Di atas meja ada setoples kacang tanpa kulit.
Rm. Aleks    : Kacang ini boleh dimakan?
Nenek 1       : Boleh aja, Romo.
Sambil menikmati kacang itu, mereka terus ngobrol. Kedua nenek itu banyak berkisah tentang masa silamnya, sementara Rm. Aleks memberikan peneguhan pada mereka dalam menghadapi usia tua mereka. Sambil ngobrol, Rm. Aleks memperhatikan bahwa kedua nenek itu tidak lagi mempunyai gigi.
Rm. Aleks merasa aneh. Karena itu, ketika pulang, Rm. Aleks menghampiri Sr. Kristo. Ia mengutarakan kejanggalan yang ia temui.
Rm. Aleks   : Masak orang jompo tak punya gigi kalian beri snack kacang? Gimana mereka bisa kunyahnya?
Sr. Kristo     : Kacang gimana maksud Romo?
Romo Aleks menunjuk toples kacang yang ada di atas meja dua nenecank yang ngobrol dengannya tadi.
Sr. Kristo     : Oo, itu coklat kacang Romo. Mereka hanya mengemut coklatnya aja. Setelah coklatnya habis, kacangnya mereka kumpulkan di toples itu. Dari pada mereka buang sembarangan.
Rm. Aleks    : %$#@*&^#%@?
edited by: adrian
Baca juga humor lainnya:

Renungan Hari Jumat Biasa XIX - Thn I

Renungan Hari Jumat Biasa XIX, Thn B/I
Bac I  Yos 24: 1 – 13; Injil        Mat 19: 3 – 12;

Sabda Tuhan hari ini mau berbicara soal kesetiaan. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Yosua, diceritakan bahwa Yosua mengumpulkan semua pemuka orang Israel (ay. 1). Yosua mengisahkan kembali perjalanan hidup bangsa Israel yang tak pernah lepas dari peran serta Allah. Dikatakan bahwa itu dilakukan di hadapan Allah. Satu hal yang hendak ditekankan adalah kesetiaan. Kepada orang Israel, Allah mengharapkan kesetiaan mereka pada-Nya.
Injil hari ini juga berbicara soal kesetiaan, secara khusus dalam perkawinan atau hidup berkeluarga. Akan tetapi, dari pernyataan Tuhan Yesus, dapat ditarik sebuah kesimpulan selain hidup berkeluarga, yaitu tentang hidup selibat yang dewasa ini dihayati oleh para imam, biarawan dan biarawati. Dikatakan bahwa menikah itu merupakan suatu panggilan hidup (hak), bukan keharusan (kewajiban). Orang tidak menikah bukan karena tidak laku, melainkan karena ada beberapa sebab. Karena ia menjadi panggilan hidup, maka selibat juga adalah pilihan hidup. Ini dapat dilihat sebagai kehendak Allah. Semua berawal dan tertuju kepada Allah. Baik menikah atau selibat tetap dituntut adanya kesetiaan.
Dewasa ini kesetiaan seakan menjadi sesuatu yang langka. Orang dengan begitu mudah mengingkari kesetiaan, entah itu dalam kaitan dengan hidup keluarga, selibat atau juga dalam relasi dengan Tuhan. Perceraian terjadi kapan dan dimana saja. Ada imam meninggalkan imamatnya. Padahal semua itu merupakan pilihan hidup. Kita sendirilah yang menentukan. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk melihat ke dalam diri kita, atas panggilan hidup kita, baik sebagai imam, suami-isteri, biarawan-biarawati maupun sebagai umat beriman. Satu pertanyaan kita, sejauh mana kita setia dalam jalan hidup ini?***
by: adrian