Senin, 07 Januari 2013

(Pencerahan) Sadarlah, Kau Menemukan Dirimu!

Elang emas
Seseorang menemukan sebutir telur elang
dan meletakkannya di eraman induk ayam.
Anak elang itu menetas bersama anak-anak ayam
dan menjadi besar bersama-sama mereka pula.

Selama hidupnya elang itu berbuat sama seperti seekor ayam.
Ia mengira bahwa dirinya juga seekor ayam saja.
Ia mengais-ngais tanahuntuk mencari cacing dan serangga.
Ia berkotek-kotek.
Dan ia juga mengebaskan sayapnya
dan terbang tak seberapa jauh seperti ayam.
Sebab, begitulah lazimnya seekor ayam terbang, bukan?

Tahun-tahun berlalu,
dan elang itu pun menjadi tua.
Pada suatu hari ia melihat seekor burung perkasa
terbang tinggi di angkasa biru.
Burung itu melayang-layang dengan indah dan lincah
melawan tiupan angin,
hampir-hampir tanpa mengepakkan sayapnya
yang kuat dan berwarna keemas-emasan.

Elang tua itu melihat ke atas
dengan rasa kagum.

“Apakah itu?” tanyanya kepada temannya.

“Itulah elang, raja segala burung,” kata temannya.
“Tetapi jangan terlalu memikirkan hal itu.
Engkau dan aku berbeda dengan dia.”

Maka elang tua itu pun
tak pernah memikirkan hal itu lagi.
Akhirnya ia mati,
Dengan masih tetap mengira dirinya
hanyalah seekor ayam saja.

by: Anthony de Mello, Burung Berkicau
Baca juga refleksi lainnya:

Natal Di Pulau Burung, KM 9

Bahagia natal



(Inspirasi Hidup) Kasih Orang Tua

Kasih tulus tanpa batas
Dahulu kala di suatu negeri pernah ada tradisi membuang orang yang sudah tua ke hutan. Mereka yang dibuang adalah orang tua yang sudah tidak berdaya sehingga terlihat memberatkan kehidupan anak-anaknya.

Pada suatu hari ada seorang pemuda yang berniat membuang ibunya ke hutan, karena si ibu telah lumpuh dan agak pikun. Si pemuda tampak bergegas menyusuri hutan sambil menggendong ibunya. Si Ibu yang kelihatan tak berdaya berusaha menggapai setiap ranting pohon yang bisa diraihnya lalu mematahkannya dan menaburkannya di sepanjang jalan yang mereka lalui.

Sesampai di dalam hutan yang sangat lebat, si anak menurunkan ibunya dan mengucapkan kata perpisahan pada ibunya sambil berusaha menahan sedih karena ternyata dia tidak menyangka tega melakukan perbuatan ini terhadap ibunya.

Justru si ibu yang tampak tegar, dalam senyumnya dia berkata “Anakku, Ibu sangat menyayangimu. Sejak kau kecil sampai dewasa Ibu selalu merawatmu dengan segenap cintaku. Bahkan sampai hari ini rasa sayangku tidak berkurang sedikitpun. Tadi Ibu sudah menandai sepanjang jalan yang kita lalui dengan ranting-ranting kayu. Ibu takut kau tersesat, ikutilah tanda itu agar kau selamat sampai di rumah. ”

Setelah mendengar kata-kata tersebut, si anak menangis dengan sangat keras, kemudian langsung memeluk ibunya dan kembali menggendongnya untuk membawa si ibu pulang ke rumah.

Pemuda tersebut akhirnya merawat ibunya dan sangat mengasihinya sampai ibunya meninggal.

Pesan moral:
“Orang Tua” bukan barang rongsokan yang bisa dibuang atau diabaikan setelah terlihat tidak berdaya. Karena pada saat engkau sukses atau saat engkau dalam keadaan susah, hanya “Orang Tua” yang mengerti kita dan batinnya akan menderita kalau kita susah.

“Orang Tua” kita tidak pernah meninggalkan kita, bagaimanapun keadaan kita, walaupun kita pernah kurang ajar kepada orang tua kita. Namun “Orang Tua” kita akan tetap mengasihi kita.

Mulai sekarang mari kita lebih mengasihi “Orang Tua” kita selagi mereka masih hidup dan berikanlah doa tulus untuk setiap kebahagiaan mereka.

Orang Kudus 7 Januari: St. Raymundus Penafort

SANTO RAYMUNDUS PENAFORT, USKUP & PENGAKU IMAN
Pada tahun 1175 keluarga Penafort dianugerahi seorang putera. Sang bayi ini segera dipermandikan dan diberi nama Raymundus. Oleh orang tuanya ia dididik dan dibesarkan dalam keluhuran iman katolik dan dalam ilmu pengetahuan. Semenjak kecilnya, Raymundus menunjukkan bakat yang luar biasa. Bakat dan kemampuannya menjadi nyata ketika ia menyelesaikan kuliahnya di Universitas Barcelona dan ditunjuk sebagai pengajar Filsafat. Kemudian Raymundus melanjutkan lagi studinya di Universitas Bologna, Italia, hingga meraih gelar doktor dalam bidang hukum. Di universitas ini pun ia menjadi seorang mahasiswa yang disukai para mahasiswa.

Pada tahun 1222, Raymundus kembali ke Barcelona. Di sini ia tertarik pada kehidupan membiara. Tak lama kemudian ia menggabungkan diri dengan para biarawan Ordo Dominikan. Bersama Santo Petrus Nolaskus, ia mendirikan Tarekat Pembebas Para Hamba (Tarekat Marsederian), yang khusus mengabdikan diri bagi orang-orang kristen yang ditawan oleh orang-orang Moor.

Pada tahun 1230, Raymundus pergi ke Roma atas undangan Paus Gregorius IX (1227 – 1241). Oleh paus ia diangkat menjadi Bapa Pengakuannya dan ditugaskan untuk mengatur semua dekrit Gereja yang telah diterbitkan. Sewaktu tugas ini selesai dikerjakan pada tahun 1234, paus mensahkannya sebagai buku pegangan untuk semua lembaga pendidikan seminari dan universitas.

setahun kemudian (1235) paus menunjuk Raymundus sebagai Uskup Agung Terragona, Spanyol. Tetapi atas permohonannya sendiri penunjukkan itu ditarik kembali. Tahun itu juga ia kembali ke Barcelona untuk memulai kembali kegiatan pewartaannya menentang ajaran sesat Albigensia. Tiga tahun kemudian ia terpilih sebagai Pemimpin Tertinggi Ordo Dominikan. Selama masa jabatannya ini ia membaharui aturan-aturan ordo. Pada tahun 1240, ketika ia berusia 65 tahun, ia mengundurkan diri dari jabatan itu.

Tahun-tahun terakhir hidupnya dipakainya untuk berkotbah dan melancarkan perlawanan terhadap bidaah Albigensia serta berusaha mempertobatkan bangsa Moor da Yahudi. Ia juga memperkenalkan pelajaran bahasa Ibrani dan Arab di semua sekolah Dominikan. Atas permintaannya, Santo thomas Aquinas menulis sebuah buku khusus untuk melawan para penganut bidaah itu. Setelah berthun-tahun mengabdikan dirinya pada Gereja, Raymundus meninggal di Barcelona pada tanggal 6 Januari 1275 dalam usia 100 tahun.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Senin Biasa Sesudah Epifani

Renungan Hari Senin sesudah Epifani, Thn C/I
Bac I : 1 Yoh 3: 22 – 4: 6; Injil       : Mat 4: 12 – 17, 23 – 25

Dalam bacaan pertama, Yohanes menjelaskan soal 'anti-kristus', yaitu orang yang tidak percaya kepada Yesus yang berasal dari Allah (ay. 2). Atau dengan kata lain, Yesus adalah Allah yang menjadi manusia. Bagi Yohanes, ini adalah sebuah kebenaran iman. Karena itu, tidak percaya kepada Yesus berarti menolak Allah yang ada dalam Diri-Nya; yang berarti juga menolak tawaran keselamatan-Nya. Yohanes menyebut anti-kristus itu sebagai nabi palsu

Yesus adalah Sang Juru Selamat, sumber keadilan dan damai sejahtera. Injil mengisahkan tentang karya Yesus. Karena karya-Nya itu banyak orang datang "berbondong-bondong mengikuti Dia. Mereka datang dari Galilea dan dari Dekapolis, dari Yerusalem dan dari Yudea dan dari seberang Yordan." (ay. 25). Mereka ini umumnya adalah orang-orang kecil, miskin dan terpinggirkan.

Dari penggambaran di atas terlihat bahwa penolakan pada Yesus berakar dari nalar; dan itu terdapat pada orang-orang 'pinta' dan 'terdidik'. Sedangkan mereka yang menerima Yesus adalah orang-orang yang tidak mengandalkan otak, melainkan hati. Dari hati inilah mereka akhirnya percaya dan mengikuti Yesus.

Sabda Tuhan hari ini menjadi bahan refleksi kita. Sejauh mana kita mengikuti Yesus dalam kehidupan kita? Mengikuti Yesus, artinya kita percaya kepadanya, berarti kita berpihak pada keadilan dan damai sejahtera. Mengikuti Yesus berarti kita sama seperti kaum kecil terpinggirkan.

by: adrian