Rabu, 19 Januari 2022

MELIHAT ISI BUKU "THE HISTORICAL OF JESUS"

Buku “The Historical of Jesus” merupakan karya L Fatoohi, yang dalam riwayat hidupnya, mengaku sebagai seorang mualaf. Artinya, dia sebelumnya adalah seorang kristen. Dengan latar belakang kristianinya itu, ia mencoba membahas tentang Yesus secara historis. Dan seperti biasanya para mualaf, pengetahuan kecil tentang agama awalnya, sering dijadikan amunisi untuk menyerang. Dan itulah yang dilakukan oleh Fatoohi. Dan umat islam tentu senang akan hal ini.

Ada satu kesalahan cara berpikir Fatoohi, yang langsung terlihat jelas. Bisa dikatakan bahwa Fatoohi menggunakan Al-Quran sebagai batu ujinya, sementara Fatoohi sendiri tak pernah mengkritisi Al-Quran. Ini memang tidak bisa dilakukan, karena berbahaya. Al-Quran diterima tanpa sikap kritis karena sudah dianggap sebagai kitab sempurna. Cara berpikir Fatoohi ini jamak dijumpai pada diri kaum islam. Mereka melihat atau menilai orang lain dengan kacamata mereka sendiri. Fatoohi tak pernah berpikir bagaimana seandainya umat agama lain menilai islam dengan cara mereka juga.

Karena Al-Quran sebagai kitab yang benar dan sempurna, maka yang tidak sesuai dengan Al-Quran adalah salah. Dan kebetulan semua Injil, yang diakui Gereja, tidak sama atau mirip sehingga bisa disimpulkan Injil itu salah. Sementara injil-injil apokrif, yang tidak diakui Gereja, namun karena ada kemiripan dengan Al-Quran, maka dinyatakan benar; dan kitab itu juga yang dipakai Fatoohi.

Mengkritisi Cara Berpikir Fatoohi

1.    Soal Anunsiasi Maria  (hlm 146 – 156)

Dalam QS Al-Maryam dikatakan bahwa Malaikat Jibril itu adalah Roh yang menyebabkan Maria hamil. Akan tetapi, dalam QS Al-Anbiya dan juga Al-Tahrim dikatakan bahwa Allah meniupkan Roh-Nya ke dalam Maria sehingga ia hamil. Di sini mau dikatakan bahwa Roh itu adalah Allah. Oleh karena itu, apakah bisa dikatakan bahwa Malaikat Jibril itu adalah Allah?

Kekacauan ini dipertegas lagi dalam QS Ali Imran. Dalam ayat 40 dikatakan bahwa Maria berbicara kepada Malaikat Jibril, bukan kepada Allah. Namun dalam ayat 47 (selisih 7 ayat saja) terlihat bahwa Maria berbicara kepada Allah.

2.    Kehamilan Perawan Maria (hlm 157 – 161)

Fatoohi mengatakan bahwa kisah kehamilan Maria tidak historis hanya karena kisah itu berbeda dari satu Injil ke Injil yang lain. Di sini terlihat jelas bahwa Fatoohi tidak memahami ajaran Katolik tentang Injil. Kita bisa ambil contoh pembanding: perang Vietnam kisahnya bisa berbeda antara versi Amerika dan Vietnam. Apakah kisah perang itu tak historis?

Karena itu, akan terasa lucu dengan tiga kesimpulan Fatoohi (hlm 161). Terlihat jelas Fatoohi tidak mengerti soal Kitab Suci orang kristen dan memaksakan cara pandang Quraninya. Kesimpulan pertama seakan menyangkal sendiri pernyataan Fatoohi, “Ketiadaan bukti bukanlah bukti ketiadaan.” (hlm 32).

Selain itu, perlu juga dilihat makna antara berbeda dan bertentangan. Kedua kata ini tidaklah sama maknanya. Tidak semua yang berbeda itu bertentangan, tapi yang bertentangan itu pasti berbeda. Kalau diperhatikan dengan baik-baik, yang terjadi dalam Injil perihal kehamilan Maria adalah perbedaan, bukan pertentangan. Tidak seperti dalam Al-Quran yang menunjukkan pertentangan.

Ada kesan bahwa Fatoohi mau supaya kisah kehamilan dan kelahiran harus ada pada semua Injil atau bahkan semua kitab Perjanjian Baru (hlm 167). Fatoohi tidak tahu bahwa pusat pewartaan Para Rasul (termasuk Paulus) adalah Yesus yang bangkit. Karena itu, peristiwa kelahiran-Nya tidak mendapat tempat yang cukup dalam pewartaan mereka.