Selasa, 05 Mei 2015

(Inspirasi Hidup) Penyebab Rasa Trauma

LETAKKAN RASA TRAUMA PADA MASANYA
Selama ini Ruben melatih sendiri mengendarai mobil. Ia berlatih di halaman rumah yang memang luas. Karena sudah merasa bisa, Ruben coba memberanikan diri membawa mobil di jalanan. Awalnya ia merasa nyaman. Kebetulan hari itu hari Minggu. Jalanan sepi. Ia dapat dengan tenang mengendarai mobilnya.

Pengalaman hari Minggu itu membangkitkan rasa percaya diri Ruben. Karena itu, ia memutuskan hari Senin ia akan mencoba sekali lagi. Itulah hari naas baginya. Ia mengalami kecelakaan. Ia menambrak pengendara sepeda motor dan turut andil menyebabkan terjadinya kecelakaan lain. Akibat kecelakaan itu, dua orang tewas, 4 orang luka-luka, mobilnya rusak parah dan dia sendiri sibuk berurusan dengan polisi.

Peristiwa itu menimbulkan ketakutan dalam hati Ruben terhadap mobil atau mengendarai mobil. Melihat mobil saja ia sudah keringat dingin, apalagi menaikinya. Sejak saat itu, Ruben tidak pernah naik mobil ataupun mengendarai mobil. Tidak ada niat dalam dirinya untuk belajar lagi.

Pengalaman Ruben adalah contoh rasa trauma. Hampir setiap orang pasti memiliki rasa trauma. Pengalaman traumatis dapat menyebabkan timbulnya fobia. Ada orang fobia pada ular, karena pada waktu masih kecil ia mengalami ketakutan berhadapan dengan ular. Ada juga orang fobia pada air tergenang, karena dulu ia nyaris mati tenggelam di kolam renang. Dan masih banyak fobia-fobia lainnya.

Pengalaman traumatis atau juga fobia selalu dikaitkan dengan peristiwa masa lalu. Orang belum bisa berdamai dengan masa lalu tersebut sehingga pengalaman itu terbawa hingga masa sekarang. Rasa traumatis selalu muncul ketika pengalaman buruk masa lalu kita bawa ke masa kini. Sekalipun masa kini sudah jauh berbeda, namun orang masih tetap hidup dalam masa lalu berkaitan dengan peristiwa khusus yang menjadi faktor timbulnya rasa trauma.

Memang manusia memiliki tiga masa waktu, yaitu masa lampau, masa sekarang dan masa depan. Masa lampau merupakan sejarah, sedangkan masa depan adalah impian. Manusia yang hidup dalam dua masa – masa kini dan masa lalu – akan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi. Rasa trauma dan juga fobia dapat menghambat perkembangan pribadi seseorang. Berbeda bila manusia hidup dalam masa kini dan masa depan. Masa depan akan menjadi motivator perkembangan dirinya.

Rasa trauma memang merupakan bagian dari hidup kita. Ia tidak bisa begitu saja dihilangkan dari sejarah hidup kita. Akan tetapi, rasa trauma itu adalah bagian dari masa lalu kita. Ingatlah, sekalipun masa lalu kita itu buruk, kita hidup di masa kini. Tataplah hidup kita di masa depan. Ke sanalah kita akan melangkah. Letakkanlah pengalaman traumatis itu pada tempatnya, yaitu di masa lalu.
Pangkalpinang, 25 November 2014
by: adrian

Orang Kudus 5 Mei: St. Yutta

SANTA YUTTA, PENGAKU IMAN
Tidak banyak yang dapat diketahui tentang kehidupan orang kudus ini. Satu hal yang pasti adalah bahwa ia masuk dalam kelompok bangsawan. Sebagai seorang bangsawan, Yutta menikmati kehidupan yang sejahtera. Hartanya berlimpah. Namun setelah suaminya gugur di medan perang, Yutta meninggalkan segala kemewahannya dan mengalihkan perhatiannya untuk membantu kaum miskin dan merawat orang-orang buta. Yutta menjalankan devosi khusus kepada Hati Kudus Yesus. Ia meninggal dunia sebagai petapa di Kulmsee, Prusia Timur

sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 5 Mei:

Renungan Hari Selasa Paskah V - B

Renungan Hari Selasa Paskah V, Thn B/I
Bac I  Kis14: 19 – 28; Injil                 Yoh 14: 27 – 31a;
Sabda Tuhan dalam bacaan-bacaan liturgi hari ini secara tidak langsung mau memberikan gambaran tentang jemaat pengikut Tuhan Yesus. Dalam Injil dikisahkan bahwa Tuhan Yesus hendak pergi meninggalkan para murid. Namun Tuhan Yesus tidak pergi begitu saja. Ada yang Dia tinggalkan kepada mereka: Damai Sejahtera. “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu, damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu.” (ay. 27). Damai sejahtera itu bisa dimengerti sebagai suasana tenang, tidak gentar, gelisah hati atau takut.
Apa yang ditinggalkan Yesus kepada para murid-Nya itu terlihat jelas dalam diri Paulus dan Barnabas. Dalam bacaan pertama diceritakan bahwa kedua rasul ini dilempari batu hingga dikira mati. Intinya, Paulus dan Barnabas mengalami penderitaan. Dalam akal sehat manusia, tentulah mereka tidak mengalami damai dan sejahtera. Normalnya mereka takut. Namun dalam bacaan pertama tidak terlihat sama sekali perasaan gentar, gelisah hati atau takut. Mereka malah meneguhkan hati para murid lainnya (ay. 22) dan lebih gilanya lagi mereka kembali ke Listra, tempat mereka dibantai. Jadi, terlihat bahwa mereka merasa damai.
Gambaran damai sejahtera dalam sabda Tuhan hari ini benar-benar kontradiktif. Bagaimana mungkin penderitaan dan yang dialami mendatangkan damai sejahtera. Tapi inilah gambaran jemaat kristiani. Hingga kini pun orang-orang kristen selalu menderita, dianiaya, dicela, dihina bahkan ada yang dibunuh. Semua pengalaman ini seharusnya mendatangkan ketakutan dan kegelisahan sehingga muncul solusi cari aman dengan meninggalkan Yesus. Akan tetapi, selalu saja ada umat yang bertahan. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki agar kita tetap tekun dalam iman sekalipun penderitaan selalu menghadang.

by: adrian