Kamis, 01 Desember 2022

BENARKAH MENGKRITIK IMAM MENDATANGKAN KUTUK?

 

Hari Minggu lalu saya mengunjungi sebuah keluarga usai pelayanan misa hari Minggu. Ketika tiba di depan rumah, pasangan suami istri itu sedang sibuk melayani pelanggannya. Maklum, mereka membuka toko kelontong. Ditemani sang suami di ruang tamu, sementara istri sibuk melayani pembeli dan menjaga toko, kami ngobrol tentang kehidupan rumah tangganya, anaknya, masa lalunya hingga kehidupan umat.

Tentang kehidupan umat, ada satu hal yang menarik perhatian saya. Dikatakan menarik karena hal ini benar-benar mengusik akal sehat dan iman saya sehingga menimbulkan rasa prihatin. Ceritanya begini. Pada waktu paroki itu digembalakan oleh Pastor Hape. Sikap pastor ini kurang simpatik sehingga menimbulkan banyak konflik dengan umat. Ada umat yang sampai mencela pastor itu. Umat ini sudah diperingati supaya tidak mencela pastor, karena bisa mendatangkan kutuk. Umat itu tidak menggubris. Menjelang ajal, umat itu mengalami penderitaan yang sangat hebat. Dan waktu meninggal, jasadnya meninggalkan aroma busuk.

Bapak itu mengatakan kepada saya kalau orang itu kena kutukan. “Jangan main-main dengan imamat pastor.” Demikian tegasnya. Dan ia mengatakan bahwa hal itu sudah disampaikan kepada orang itu. Baginya peristiwa seperti itu bukan baru pertama kali terjadi. Dan bagi saya pun cerita seperti itu bukan yang pertama kali saya dengar. Jauh sebelumnya saya sudah pernah mendengar cerita bahwa jangan macam-macam dengan imam atau uskup kalau tidak mau kena kutuk.

Mendengar cerita bapak itu, lengkap dengan segala keyakinannya, saya sungguh merasa prihatin. Sekalipun saya seorang imam, saya sama sekali tidak bangga. Malah saya merasa malu. Kenapa kesalahan selalu ditimpakan kepada umat; dan kebetulan pula umat itu mendapatkan “aib”. Bagaimana jika orang tersebut mati seperti biasanya, apakah berarti dia benar dan pastornya salah?

Keprihatinan saya akan cerita itu didasari pada dua hal, pertama seakan imam itu bebas salah. Sekalipun sudah menerima tahbisan imamat (atau bahkan episkopal), tidak membuat seseorang itu bebas dari dosa dan salah. Imamat tidak serta merta menghilangkan aspek kemanusiaannya yang lemah dan mudah jatuh ke dalam dosa. Kedua, cerita tadi seakan membuat gambaran imam tak bisa/boleh dikritik. Sekalipun imamnya berbuat salah, jangan coba-coba mengkritik, apalagi mencela. Berani mengkritik berarti siap menerima kutuk.