Sabtu, 15 November 2014

Bulan Mengintip di Balik Awan

Samir agak kurang percaya pada cerita-cerita temannya tentang acara malam keyboard. Memang seperti sudah menjadi kebiasaan di wilayah Sumatera Utara untuk menyelenggarakan keyboard pada malam hajatan. Perkawinan, misalnya. Itu Samir sudah lama tahu. Malah ia tahu sejak kapan kebiasaan keyboard muncul menggantikan seni-seni tradisional seperti gondang atau musik-musik orkes keliling. Samir tahu. Tapi kalau sudah menampilkan artis-artis cantik nan sexy dengan goyang seronok, Samir belum tahu. Itupun kalau tidak diceritakan rekan-rekannya, ia tetap tidak akan tahu.
“Aduh Bang, gila bener gerakannya,“ jelas Joko sambil meniru-niru gerakan penyanyi keyboard  dua malam lalu di desa Sigagak.
“Celananya saja kayak celana renang cowok. Ketat. Seketat baju yang membungkus tubuhnya. Teteknya..., waduh aku jadi mau onani saja.”
Samir senyum-senyum saja. Ia masih belum percaya. Ia hanya curiga, mungkin itu sekedar khayalan teman-temannya yang sering nonton film-film porno. Bukankah CD-CD porno agak bebas beredar. Malah di rental-rental yang ada di kampung-kampung pun sudah bisa kita temui CD blue film. Tinggal sebut ‘filem Unyil’ saja, petugas rental udah mengerti.
“Kenapa sih Abang nggak percaya?”
“Abang jangan pikir penari-penari telanjang itu cuma ada di Jakarta. Mentang-mentang abang lama di Jakarta...”
“Iya nih! Sekarang kan jaman globalisasi. Jadi, apa yang ada di sana, ada juga di sini. Cuma bedanya, di sana kan untuk kalangan berduit, orang-orang kaya. Penari-penarinya mau sampai bugil. Di sini kan masih tingkat kampungan. Cukuplah sebatas paha dan dada.”
"Itupun sudah membuat penonton jadi bernafsu.”
Samir memang pernah tinggal cukup lama di Jakarta. Dan dia tahu adanya pertunjukan tarian bugil. Streaptease, istilahnya. Malah ia pernah baca di sebuah majalah cukup terkenal. Kalau tidak salah namanya Matre, atau mungkin juga Pop Ular. Di situ diberitakan adanya fenomena lain streaptease. Sebelum-sebelumnya acara ini selalu menampilkan kaum wanita. Kini yang menari-nari sampai buka-bukaan itu dilakukan kaum pria. Umumnya mereka mahasiswa dan ber-body atletis. Dan sudah pasti penontonnya bukan bapak-bapak direktur perusahaan ini itu, pengusaha itu ini. Penontonnya adalah wanita-wanita karier sukses, direktris atau wanita muda pengusaha. Merekalah yang nonton cowok-cowok muda atletis itu meliuk-liuk di pentas membangkitkan gairah manstrubasi mereka. Acara khusus siang hari. Beda dengan acara selera kaum pria yang dilaksanakan malam hari. Mungkin untuk bagi-bagi tugas jaga rumah. Bisa jadi suami istri sama-sama pengusaha dan sama-sama punya hobi menghamburkan uang untuk hiburan tersebut.
Samir tahu semua itu. Ia tahu pertunjukan itu spesial kaum berduit, seperti kata Totok. Untuk kaum pinggiran paling dengan film-film blue yang bisa sewa dengan uang 2.500 atau kalau mau beli cukup dengan 10.000. Itupun nontonnya pakai sembunyi-sembunyi. Paling cuma 4-5 orang teman dekat. Tapi ini, keyboard, ditampilkan di panggung terbuka. Untuk umum pula. Anak-anak pun bebas nonton, malah mereka berada di barisan depan. Apa nggak gila? Batin Samir.
“Minggu lalu abang tidak nonton keyboard yang di simpang Koper?”
“Iya.”
“Kenapa rupanya?”
“Ceweknya menari-nari dengan ular. Goyangannya sungguh panas. Ia seperti bercumbu dengan ular. Ular itu dijepit di sela kedua pahanya yang mulus. Kemudian ia menggoyang-goyangkan pinggulnya. Erotis benar!”
“Persis penari telanjang di film-film yang menggesek-gesekkan anunya ke tiang besi.”
“Iya.”
“Edan!” Samir cuma berguman.
“Itulah hiburan kelas pinggiran, Bang.”

Renungan Hari Sabtu Biasa XXXII - Thn II

Renungan Hari Sabtu Biasa XXXII, Thn A/II
Bac I    3Yoh 5 – 8; Injil                     Luk 18: 1 – 8;

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus mengajarkan para pendengar-Nya tentang doa. Tuhan Yesus mengajari mereka dalam perumpamaan tentang permintaan janda kepada hakim. Dikatakan bahwa hakim itu adalah hakim yang lalim, namun dia pada akhirnya mengabulkan permintaan janda itu. Dia tak tahan dengan desakan terus menerus janda itu. Hakim yang lalim bisa berbuat baik. Di sini Tuhan Yesus mau menekankan soal berdoa dengan tidak jemu-jemu, sebagaimana yang dilakukan janda dalam perumpamaan itu. Tuhan Yesus menegaskan bahwa hakim yang lalim saja bisa berbuat demikian, apalagi Bapa yang di sorga, yang adalah  baik.

Bacaan pertama hari ini diambil dari Surat Yohanes yang ketiga. Dikaitkan dengan Injil di atas, dalam suratnya itu, Yohanes meminta umat untuk meneladani Allah Bapa yang baik. Allah senantiasa bermurah hati kepada umat-Nya. Demikian pula hendaknya jemaat harus bermurah hati kepada sesamanya. Inilah yang disampaikan Yohanes, karena Yohanes sudah melihat hal itu dalam diri umat. Umat selalu memberikan bantuan kepada sesamanya, sekalipun mereka itu orang-orang asing.

Dalam kehidupan ini tak jarang orang datang kepada kita untuk meminta bantuan. Ketika orang datang, mereka melihat bahwa diri kita memiliki sesuatu yang mereka butuhkan. Tak mungkinlah mereka datang tanpa mengetahui hal itu. Oleh karena itu, hendaklah kita dengan sukarela memberi bantuan kepada mereka. Hal inilah yang hendak ditekankan Tuhan dalam sabda-Nya hari ini. Tuhan menghendaki kita hidup saling menolong satu sama lain. Tuhan meminta kita untuk dengan kerelaan memberikan diri bagi mereka yang membutuhkan kita.

by: adrian