Rabu, 21 November 2012

Tantangan Berkeluarga

TANTANGAN HIDUP BERUMAH TANGGA


Psikolog dari Universitas Indonesia, Dr Dewi Matindas, dalam sebuah seminar bertajuk “Gonjang-Ganjing Perkawinan” yang berlangsung di Hotel Sahid, menandaskan bahwa memutuskan menikah berarti mau menerima tantangan. “Tantangan itu tidak habis-habis,” katanya mengingatkan.
Dengan terus terang ia mengingatkan bahkan menyodorkan sejumlah kenyataan dan masalah yang tidak pernah kita bayangkan sama sekali sebelumnya. Dewi mengemukakan, sejak awal setiap pasangan suami-istri perlu menyadari beberapa kenyataan utama dalam hidup perkawinan.
Kenyataan pertama, manusia berubah dari waktu ke waktu. Bisa jadi, hal-hal yang semula terasa begitu berharga, seiring waktu kehilangan maknanya. Menurut Dewi, hanya dengan menyadari bahwa setiap suami-istri dapat (akan) berubah, kita dapat bersikap lebih realistis dalam menghadapi berbagai kekecewaan dalam perkawinan.
Kenyataan kedua, dalam perkawinan pasti ada konflik. Konflik bisa merupakan perbedaan pendapat, perbendaan nilai maupun kepentingan. ”Tetapi, tak perlu cemas, banyak sekali konflik yang dapat dipecahkan dengan baik,” tandas Dewi. Kenyataan ketiga, tidak seorangpun bisa memuaskan semua kebutuhan pasangannya.
Kenyataan keempat, perkawinan memerlukan sejumlah persyaratan. Tetapi, suami-istri sering kurang memperhatikan persyaratan yang paling penting, yaitu kematangan psikologis. Kenyataan kelima, banyak hambatan yang harus diatasi untuk meraih kebahagiaan perkawinan. Cinta saja tidak cukup. ”Setiap orang yang hendak menikah perlu membekali diri dengan sejumlah ketrampilan psikologis untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam perkawinan,” ungkap Dewi.
Kenyataan keenam, menikah bukan suatu keharusan. Jangan memaksa menikah hanya karena ’sudah cukup umur’ atau demi status semata-mata. Jika memang tidak siap, lebih bijaksana untuk tetap melajang. ”Tidak menikah bukanlah aib!” tegas Dewi
HIDUP, 13 Juli 2008, hlm 24
Baca juga:

Renungan Hari Rabu Biasa XXXIII - Thn II

Renungan Hari Rabu Pekan Biasa XXXIII B/II
Bac I  Why 4: 1 – 11; Injil        Luk 19: 11 – 28

Dalam Injil hari ini Yesus memberikan sebuah perumpamaan tentang mina. Tampak jelas bahwa harapan si pemberi mina itu adalah pengembangan atas minanya itu; atau dengan kata lain agar minanya itu menghasilkan dan berkembang. Jadi, bukan soal banyak sedikitnya mina, tapi bagaimana agar mina itu berganda.

Dikisahkan bahwa ada hamba yang berhasil menggandakannya sehingga menghasilkan sepuluh mina. Yang lain menghasilkan lima. Namun ada hamba yang tidak menggandakan mina itu sehingga tetap saja seperti mina sebelumnya."Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan." (ay. 20b). Hamba ini tidak memenuhi harapan Tuannya.

Kesalahan hamba ketiga adalah mina itu tidak dikembangkannya, melainkan disimpannya di sapu tangan. Artinya mina itu hanya dia saja yang tahu dan dia saja yang rasakan. Ini berarti hamba ini bersikap egois. Sedangkan dua hamba lainnya mengembangkannya sehingga orang lain juga merasakan. Dua hamba ini bersikap sosial.

Injil hari ini mau mengajari kita soal hubungan kita dengan Allah. Lewat Injil ini Yasus mau mengatakan kepada kita bahwa Allah telah menganugerahkan rahmat-Nya kepada kita masing-masing. Rahmat itu bisa diterjemahkan dengan bakat, telenta atau juga kebahagiaan, kekayaan. Tuhan menghendaki agar terhadap rahmat-Nya itu, kita mesti "mengembangkannya". Dengan mengembangkannya berarti rahmat yang kita miliki itu dapat dirasakan dan dinikmati oleh orang lain, bukan hanya untuk diri kita sendiri.

by: adrian

Orang Kudus 21 November: St. Nikolo Giustiniani

Santo Nikolo giustiniani


Mulanya Nikolo seorang biarawan. Kemudian beliau diizinkan keluar dari biara karena semua saudaranya laki-laki meninggal dunia. Lalu ia menikah dan mendapat enam orang anak laki-laki dan tiga orang puteri. Sesudah anak-anaknya dewasa, ia diizinkan masuk biara lagi di Venesia, Italia. Isterinya menjadi suster dan dihormati sebagai ‘santa’ juga.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun