Rabu, 10 Juni 2015

Membantu Pertumbuhan Moralitas Anak

PERAN IBU DALAM PERTUMBUHAN MORAL ANAK
Tentulah setiap orang tua ingin supaya anaknya bertumbuh sehat, baik secara fisik, psikis dan moral. Terkait masalah moral, perlu disadari bahwa nilai-nilai moral pada anak tidak begitu saja muncul dalam diri anak. Nilai-nilai moral merupakan suatu pembelajaran terus menerus yang dimulai dari usia dini. Dan untuk itu, sekalipun belum memasuki usia sekolah, anak membutuhkan begitu banyak “guru” demi tumbuh kembangnya nilai-nilai moral itu. Orang-orang yang ada di sekitar anak, secara khusus ibu, musti berperan aktif membantu anak menemukan nilai moral dan menanamnya dalam dirinya.
Karena itu, suatu tantangan dewasa ini dimana anak lebih banyak diserahkan penanganannya kepada babysitter. Pada umumnya, seorang babysitter hanya membantu orang tua dalam memberi perawatan fisik kepada anak, bukan soal penanaman nilai-nilai moral. Sekalipun seorang babysitter mempunyai peran yang luas, tetaplah tidak boleh diserahkan sepenuhnya soal penanaman nilai-nilai moral ini. Karena, berdasarkan penelitian, ibu adalah kunci utama dalam menumbuh-kembangkan moralitas anak.
Sebuah eksperimen yang dilakukan membuktikan bahwa interaksi ibu dan anak mempunyai pengaruh besar bagi perkembangan moralitas anak. Dari eksperimen itu ditemukan bahwa secara tidak langsung, percakapan antara ibu dan anak dapat membuat anak menunjukkan ekspresi perasaan bersalah saat ia melakukan hal yang negatif, serta lebih memahami perasaan orang lain.
Intensitas percakapan dapat mempercepat pemahaman anak. Percakapan yang dibangun antara ibu dan anak memungkinkan anak menumbuhkan kompetensi bahasanya. Komunikasi yang terjalin dapat menjadi wadah untuk bertukar ide dan konsep antara ibu dan anak sehingga anak dapat memahami dunia orang dewasa juga berkontribusi dalam menumbuhkan pemahaman psikologis orang lain.
Tiga tahun pertama merupakan fondasi bagi moralitas anak. Percakapan antara ibu dan anak penting untuk dibangun sejak dini karena dasar perkembangan moral anak ada pada tiga tahun pertamanya. Selain percakapan yang harus dibangun sejak dini antara ibu dan anak, penting pula untuk bisa menciptakan interaksi yang menyenangkan dengan anak. Interaksi yang menyenangkan sudah terbukti dapat memediasi respon timbal balik antara ibu dan anak dengan kognisi atau emosi serta perilaku moral anak di masa depan. Suasana hati yang positif dapat tumbuh selama interaksi yang menyenangkan antara ibu dan anak terjalin sehingga meningkatkan penerimaan anak terhadap ibunya. Penerimaan anak terhadap ibunya dapat mempermudah ibu untuk menanamkan nilai-nilai moral.
Jadi, begitu pentingnya peran seorang ibu dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Dan hal ini dapat terjadi dengan adanya kedekatan relasi. Kedekatan inilah yang menjadi pintu masuk untuk terciptanya komunikasi yang menyenangkan. Ibu dapat melakukannya dengan bercakap-cakap sambil bermain atau dengan menceritakan dongeng yang penuh dengan nilai-nilai moral.
Sekalipun seorang ibu terlibat aktif di luar, mungkin sebagai wanita karier, hendaknya tugas ini tidak diambil alih oleh seorang babysitter. Tugas ini hendaknya menjadi tugas seorang ibu, dan dibantu oleh sang ayah. Karena itu, ibu yang bekerja harus menyempatkan diri untuk berbincang dengan meluangkan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak. Sesibuk apapun seorang ibu, hendaklah anak tetap dapat merasakan adanya keterikatan dengan ibunya. Dengan adanya rasa keterikatan itu, anak akan lebih mudah memahami pesan-pesan moral yang ditanamkan oleh sang ibu.
edited by: adrian

Baca juga tulisan lainnya:

Renungan Hari Rabu Biasa X - Thn I

Renungan Hari Rabu Biasa X, Thn B/I
Bac I  2Kor 3: 4 – 11; Injil                  Mat 5: 17 – 19;

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus menerangkan salah satu tujuan kedatangan-Nya. Ia mengatakan bahwa kedatangan-Nya di dunia adalah untuk menggenapi hukum Taurat dan Kitab Para Nabi, bukan melenyapkannya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Tuhan Yesus hendak membawa pembaharuan atas apa yang sudah ada. Yang sudah ada itu bisa disebut dengan Perjanjian Lama, dan Tuhan Yesus sendiri menjadi Perjanjian Baru. Yang sudah ada tetap dipelihara dengan penghayatan baru. Tuhan Yesus masih memberi penghargaan atas hal-hal yang lama. Karena itu, Ia meminta para pendengar-Nya untuk memperhatikan hal-hal yang lama, sekalipun yang paling kecil.
Bacaan pertama masih diambil dari Surat Paulus yang Kedua kepada Jemaat di Korintus. Dalam suratnya itu Paulus menyatakan dirinya bersama rekan-rekan seperjuangannya sebagai pelayan-pelayan suatu Perjanjian Baru. Paulus melihat pelayanannya sebagai pekerjaan Allah. Semua yang dilakukannya adalah demi kemuliaan Allah.
Kita adalah murid Tuhan Yesus. Kita hidup dalam perjanjian baru. Namun demikian Tuhan menghendaki supaya kita tidak mengabaikan perjanjian lama, sebaliknya kita diminta untuk tetap menghargainya. Roh kita adalah perjanjian baru. Kita terpanggil, sebagaimana Paulus, untuk menjadi pelayan perjanjian baru dengan cara menghidupi apa yang diajarkan Tuhan Yesus.***
by: adrian