Agak miris mendengar cerita dari beberapa pastor paroki tentang seorang
pemuda katolik menikah dengan pemudi islam dan masuk islam. Pada kesempatan
lain lagi ada cerita soal seorang pemudi katolik menikah dengan pemuda
protestan dan masuk protestan. Semua ini terjadi, meninggalkan iman katolik,
karena mereka menikah menurut agama pasangannya (islam dan protestan)
Yang membuat hati semakin sedih adalah di antara mereka itu awalnya
sangat aktif di kegiatan Gereja. Ada yang dikenal sebagai aktivis OMK. Bahkan
ada yang mengaku bahwa di hatinya haanya ada Yesus. Menjadi pertanyaan, kenapa
harus meninggalkan Gereja Katolik?
Tentu jawaban sederhananya adalah karena perkawinan. Baik yang menjadi
islam maupun yang menjadi protestan sama-sama menikah menurut tata cara
perkawinan agama pasangannya.
Menikah adalah hak setiap manusia. Setiap pribadi mempunyai hak untuk
menikah dengan siapa saja. Ada sesuatu yang ideal bahwa pernikahan itu terjadi
di antara orang-orang seiman. Namun kita tidak dapat menutup mata akan
terjadinya perjumpaan antar anak manusia yang berbeda keyakinan. Ada banyak
faktor yang melatar-belakanginya. Perjumpaan-perjumpaan dua anak manusia yang
berbeda keyakinan ini dapat berakhir pada pernikahan.
Ketika hendak menikah inilah masalah kemudian mulai muncul. Awalnya masing-masing pihak akan kukuh dengan keyakinannya. Namun entah bagaimana, seringkali pihak katolik menjadi lemah dan akhirnya mengikuti kemauan pasangannya. Semangat militan untuk mempertahankan kekatolikan sangat lemah. Dan mungkin ditambah pengetahuan yang kurang, membuat pihak katolik mau saja menikah menurut tata cara agama pasangannya.