Sudah kerap kali kita mendengar isu ijasah palsu Perguruan Tinggi. Topik
ini sangat intens diberitakan, baik di media cetak maupun media elektronik,
apalagi bila terkait tokoh publik. Memang masalah ini amat sangat
memprihatinkan. Lembaga, yang seharusnya memperjuangkan nilai-nilai kejujuran
dan kebenaran, justru malah menciptakan kebohongan. Karena itu, tuntutan
penanganan yang segera menjadi suatu keharusan.
Fenomena ijasah palsu sebanrnya sudah ada sejak lama. Apakah karena menteri
pendidikan tidak mau kongkalikong atau karena adanya persaingan, entah itu di
internal atau juga di eksternal kementerian. Tapi, kita patut apresiasi atas
keputusan beberapa menteri (menteri pendidikan tinggi dan menteri PAN)
menyikapi kasus ijasah palsu ini.
Sebenarnya masalah pendidikan, terkait dengan soal kejujuran dan kebenaran,
tidak hanya mengenai ijasah palsu. Masih ada masalah lain yang terkait, yang
juga menuntut peran aktif dari kementerian, khususnya menteri pendidikan.
Setidaknya ada dua kasus.
Pertama, jual beli skripsi. Dewasa ini banyak mahasiswa mendapatkan skripsinya dengan cara membeli atau meminta orang lain yang membuatnya. Sama seperti ijasah palsu, masalah ini pun sebenarnya bukanlah masalah baru. Praktek jual beli skripsi ini disinyalir sudah ada sejak 5 – 10 tahun lalu. Hal ini dapat dilihat dari layanan iklan jasa pembuatan atau pengetikan skripsi.