Kamis, 18 April 2013

Merawat Helm

Cara Mencuci Helm
Bagi kita, tentulah sudah tak asing lagi dengan yang dinamakan helm. Banyak pengendara motor yang kesehariannya menggunakan helm saat mengendarai kendaraannya. Helm merupakan salah satu kebutuhan pokok selama kita berkendara, karena ia berkaitan dengan keselamatan kita. Helm juga merupakan salah satu persyaratan kelengkapan berkendaraan. Tidak menggunakan helm merupakan sebuah pelanggaran. Akan tetapi tetap harus disadari bahwa memakai helm bukan karena aturan, melainkan karena keselamatan.

Karena takut mendapat denda karena tidak memakai helm, maka kita terpaksa memakainya. Ternyata keseringan memakai helm ini membawa sebuah masalah kecil yang berdampak besar pada kenyamanan pemakainya. Karena sering memakai helm, apalagi di cuaca yang terik, maka kita akan meninggalkan keringat di bagian dalam helm. Mungkin perhatian pada perawatan helm masih rendah membuat keringat yang menumpuk di helm, ditambah dengan kelembaban, menimbulkan bau yang tak sedap. Hal ini bukan saja menimbulkan masalah yang sedap di hidung juga mengganggu rambut kepala kita.

Masalah ini dibaca oleh beberapa orang yang memiliki jiwa usaha. Mereka melihat masalah ini sebagai peluang bisnis. Maka, tidak heran kalau akhir-akhir ini kita sering menemukan jasa pencucian helm. Jasa ini menjadi bisnis yang diminati oleh mereka yang tergolong sibuk sehingga tak sempat memperhatikan kebersihan helm. Namun bagi yang ingin berhemat dan memanfaatkan waktu luang, lebih memilih untuk mecuci helm sendiri.

Berikut ini adalah cara mencuci helm:
1.        Siapkan helm yang akan dicuci.
2.        Lepas bagian-bagian yang dapat dilepas seperti kaca pentup wajah maupun penahan pipi.
3.        Ambil shampoo khusus helm atau bisa juga shampoo yang kita pakai sehari-hari dan ember.
4.        Campur shampoo dengan air hingga berbusa dengan menggunakan air dingin suhu normal, jangan menggunakan air air panas atau air dingin yang dicampur dengan air panas.
5.        Basahi bagian luar helm begitu juga bagian dalamnya, lalu basahi dengan air shampoo hingga berbusa.
6.        Untuk bagian dalam helm gosok hingga berbusa dan bersih dengan tangan supaya lapisan busa dalam helm tidak rusak, dan untuk bagian luarnya bisa digosok dengan spons pencuci piring yang masih bersih.
7.        Bilas helm dengan air bersih sampai benar-benar yakin sudah tidak ada busa shampoo yang tertinggal.
8.        Jemur helm di atas tatakan supaya air bisa mengalir ke bawah dan tidak meninggalkan bau serta noda yang disebabkan terjebaknya air dalam helm sehingga mengumpul di satu titik.

Demikianlah cara merawat helm. Semoga berguna!

by: adrian

Manajemen Karya Pastoral Paroki

Setiap manusia tentu memiliki masalah. Tak terkecuali juga dalam dunia pastoral. Akan tetapi masalah dalam dunia pastoral bukan untuk dihindari atau dibiarkan saja waktu yang menyelesaikannya. Masalah dapat memacu kita untuk berpikir keras mencari jalan keluar. Untuk mencari jalan keluar atas masalah, kita jangan selalu puas dengan satu cara saja. Prinsip “Ada banyak jalan menuju Roma” dapat diterapkan di sini. Dengan prinsip ini maka kita akan dipancing untuk terus berkreasi dan berinovasi. Tanpa inovasi terus menerus, pastoral kita akan stagnan dan mati.

Oleh karena itu, pemimpin pastoral sebuah paroki harus memperhatikan prinsip ini agar hidup menggereja umatnya tetap hidup. Pastor paroki sebagai pemimpin, ibarat sebuah perusahaan, menjadi tulang punggung maju dan berkembangnya paroki, karena dari dirinya lahir kebijaksanaan untuk karya pastoral. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan pastor paroki.

Sikap Rendah Hati dan Mendengar
Penelitian membuktikan bahwa pemimpin yang efektif dan inovatif justru pemimpin yang mengumpulkan orang-orang yang kritis dan siap memberi umpan balik dan masukan terhadap praktek-praktek perusahaan, lembaga atau negara. Seorang pemimpin tidak perlu mengeluarkan “power”nya untuk menggerakkan inovasi. Sebaliknya, sikap rendah hati penting dimiliki untuk menumbuhkan spirit inovasi. Secara logis kita bisa membayangkan bahwa di bawah tekanan, ide-ide cemerlang tidak bakal muncul. Suasana kritik mengkritik yang positif, serta tantang menantang ide perlu digiatkan. Kita bahkan perlu mengembangkannya spirit “jawaban belum tentu ada di pihak kita” sehingga muncul semangat mencari tahu dan mendengarkan orang lain.

Oleh karena itu, seorang pastor paroki harus membangun sikap rendah hati untuk mau mendengarkan suara-suara lain, baik dari rekan kerjanya maupun dari DPP serta umat. Jangan karena sebagai Kepala Paroki, kita langsung memegang kuasa sehingga tidak perlu meminta dan mendengarkan pendapat atau gagasan orang lain. Jangan pula takut dengan kritik sejauh kritik itu berguna bagi perkembangan karya pastoral. Pastor paroki hendaknya memiliki sikap “keputusan saya belum tentu yang terbaik” sehingga ada semangat untuk mencari tahu yang lebih baik dengan mendengarkan rekan kerja, DPP atau umat.

Umat sebagai Sumber Inspirasi
Dalam dunia perusahaan, pelanggan atau nasabah adalah “raja” yang harus dihormati. Dalam karya pastoral di paroki, umatlah yang utama. Sulit dibayangkan bila suatu paroki tanpa ada umat. Karena itu sangat menarik jika ada pastor yang mengatakan bahwa umat adalah kekuatannya. Namun perlu juga dikritisi juga apa maksud pernyataan itu. Apakah pastor itu mau menyembunyikan kelemahannya di balik umatnya atau secara tersembunyi ingin memanfaatkan umat. Atau ada maksud lain. Karena ada banyak pastor “menjual” umatnya untuk mendapatkan sesuatu demi dirinya sendiri. Artinya, karena umat ia dapat hidup (mewah).

Umat sebagai kekuatan harus dimengerti bahwa umat adalah sumber inspirasi karya pastoral. Bisa jadi umat mempunyai ide-ide yang membuka peluang bagi kita untuk berinovasi. Kehidupan umat dengan segala suka dukanya hendaknya menjadi inspirasi bagi hidup dan karya para pastor di paroki. Menjadikan umat sebagai sumber inspirasi berarti kita menghargai dan menghormati umat. Oleh karena itu, pastor paroki harus mau mendengarkan ide dan melihat kebutuhan umat. Banyak umat yang “lompat” pagar karena kebutuhannya tidak dipenuhi lagi. Mereka menemukan perhatian di “kebun” lain.

Menjadikan umat sebagai sumber inspirasi karya pastoral berarti pastoral kita menjadi kontekstual. Karena karya pastoral kita menjawab kebutuhan umat.

Berpikir Riset
Bila kita melihat perusahaan-perusahaan dengan kualitas world-class seperti, Google, Zappos atau Southwest Airlines, kita akan menemukan bahwa mereka selalu memikirkan inovasi untuk mengembangkan tim dan membuat orang-orang yang bekerja di perusahaan itu happy dan engaged. Meningkatnya kualitas dan produktivitas disebabkan karena faktor semangat inovasi sebagai bagian dari diri/hidup dan mentalitas. Demikian pula dalam karya pastoral. Hendaknya semangat berinovasi sudah menjadi bagian dari hidup dan mentalitas para pastor.

Inovasi yang baik terjadi bila kita mau mengasah mindset riset. Sudah waktunya pastor paroki dan para rekannya mengembangkan sistematika berpikir, pembuatan prototipe dan melakukan proses trial. Seluruh pengurus DPP (yang termasuk dalam Tim PIPA) perlu didorong untuk senantiasa mencari tahu apa saja yang bisa meningkatkan pelayanan pastoral. Tantangan ini bahkan bisa sekaligus meningkatkan kekompakan front office dan back office karena kesamaan tujuan untuk memperbaiki karya pastoral.

Prototipe atau ide yang muncul dapat kita implementasikan dalam sebuah setting pastoral, kita coba dan kita ukur dampaknya. Hal ini mengisyaratkan kebijakan dari keuskupan tidak diterapkan mentah-mentah di paroki, melainkan disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kebutuhkan umat. Untuk itu sangat dibutuhkan sikap terbuka dalam diri pastor paroki.

Sebuah kesimpulan
Untuk pengembangan sebuah paroki kita mau tidak mau berani meninggalkan sesuatu yang lama dan beralih kepada sesuatu yang baru. Pastor paroki bersama umat harus berani menemukan cara atau hal baru dalam berpastoral. Jika menemukan sesuatu yang baru yang dirasakan baik dan berguna bagi pengembangan paroki, maka sesuatu itu harus diterima dan dijalankan. Yang penting sesuatu itu tidak bertentangan dengan iman dan kebijakan keuskupan.

Untuk itu pastor paroki harus memiliki inisiatif pribadi dalam mencari dan menemukan gagasan baru. Tentulah setiap pastor memiliki “otak” sendiri yang darinya bisa digunakan untuk berpikir. Amat sangat disayangkan jika pastor berjalan dengan menggunakan “otak” orang lain. Jangan takut salah. Dalam pengembangan karya pastoral, cara try and error dapat diterapkan. Yang penting selalu diadakan evaluasi.

Hendaklah pastor paroki memiliki sikap rendah hati dan mau mendengarkan. Yang didengarkan ini adalah rekan sekerja dan juga umat. Orang yang mau mendengarkan adalah orang yang rendah hati. Pastor paroki jangan merasa tersaingi bila rekan kerja atau umat menyampaikan usul saran atau bahkan pandangan kritis. Pastor paroki jangan merasa bahwa pendapat atau gagasannya adalah yang paling benar. Gagasan itu harus rela diuji dan dikritisi oleh rekan kerja dan umat.

Karena itu, adalah suatu keprihatinan jika pastor paroki selalu memaksakan kehendaknya (gagasan) sendiri, sekalipun gagasannya kurang baik. Malah ada pastor paroki yang berusaha mempertahankan gagasannya dengan membawa atau mengatas-namakan institusi tertinggi, misalnya uskup atau keuskupan. Sikap seperti ini dapat menghambat perkembangan karya pastoral.

Tak perlu takut dengan perbedaan pendapat. Justru perbedaan pendapat itu menunjukkan dinamika kehidupan. Dengan adanya perbedaan pendapat, kita dapat melihat sesuatu dari berbagai macam sudut pandang. Oleh karena itu, suasana kritik mengkritik yang positif, serta saling menantang ide perlu dikembangkan. Untuk itu kita perlu menanggalkan ego kita.

Jadikanlah umat sebagai sumber inspirasi. Jangan merasa diri hebat. Kebanyak pastor merasa dirinya super sehingga menganggap remeh umat. Ke-super-annya membuat dirinya tidak menemukan sesuatu yang baik dan benar pada diri umat. Padahal ada begitu banyak hal dari umat yang bisa digunakan untuk karya pastoral.

Oleh karena itu, sangat dibutuhkan dalam diri pastor kemampuan untuk mendengarkan suara umat. Untuk itu, sikap yang harus ditumbuhkan adalah sikap rendah hati.

oleh: adrian
terinspirasi dari tulisan Eileen Rachman & Sylvina Savitri, “INOVASI” dlm KOMPAS, 23 Juni 2012, hlm 49

(Pencerahan) Dosa Di Balik Kebenaran

Lebih baik tidak berdoa daripada mengumpat
Sa’di bin Shiraz menceritakan tentang dirinya kisah berikut ini:
Ketika masih kecil, aku anak yang saleh,
tekun dalam berdoa dan melakukan kebaktian.
Pada suatu malam aku berjaga bersama ayahku
dengan memegang Kitab Al Qur’an di atas pangkuanku.

Tiap orang yang ada di kamar bersama kami
mulai mengantuk
dan akhirnya semua tertidur pulas.
Maka aku berkata kepada ayahku,
“Dari semua orang yang tidur ini
tidak ada seorang pun yang membuka matanya
atau mengangkat kepalanya untuk berdoa.
Seperti mati mereka semua itu.”

Ayahku menjawab,
“Anakku tercinta,
Aku lebih senang engkau juga tertidur
dan tidak berdoa daripada mengumpat.”

ð  Membenarkan diri sendiri adalah bahaya yang sering timbul pada orang yang berusaha maju dalam hidup doa dan menjadi semakin saleh.
ð  Di balik pernyataan benar, tersembunyi kesombongan diri. (admin)

by: Anthony de Mello, Burung Berkicau
Baca juga refleksi lainnya: