Senin, 01 Oktober 2012

(Inspirasi Hidup) Delapan Kebohongan Seorang Ibu


DELAPAN KEBOHONGAN SEORANG IBU

(Diceritakan berdasarkan kisah nyata)
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.

Aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata: “Makanlah nak, aku tidak lapar” ———- Inilah KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. 
Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk di sampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata: “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata: ”Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata: ”Cepatlah tidur nak, aku tidak capek” ———- 
KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata: “Minumlah nak, aku tidak haus!” ———- 
KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata: “Saya tidak butuh cinta” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata: “Saya punya duit” ———-
KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku “Aku tidak terbiasa” ———-
KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata: “Jangan menangis anakku, aku tidak kesakitan” ———-
KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan: ”Terima kasih ibu!” Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah.

Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi. Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.

Renungan Pesta St. Theresia Kanak-kanak Yesus

Pesta St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus
Bac I : Yes 66: 10 – 14b; Injil      : Mat 18: 1 – 5

Hari ini adalah pesta Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus. Sabda Tuhan hari ini mau menggambarkan tentang sosok orang kudus ini. Dalam bacaan pertama diungkapkan relasi Allah dengan manusia. Di sana diungkapkan situasi relasi tersebut: gembira. Kegembiraan ini juga yang ditampilkan Santa Theresia dalam relasinya dengan Tuhan dan juga dengan sesama. Malah terhadap Tuhan, Theresia rela mau menjadi mainan bagi Tuhan. Yang penting Tuhan senang. Dan dia pun akan sedang. Dan dalam melaksanakan tugas-tugas hariannya, selalu Theresia dalam situasi bahagia.

Bacaan Injil mengungkapkan bahwa siapa saja yang mau menjadi terbesar, ia harus menjadi seperti anak kecil. Sikap seperti anak kecil inilah yang ditampilkan oleh Santa Theresia. Ia selalu tampil sederhana dan rendah hati. Oleh karena itu, ada pendapat yang mengatakan bahwa Santa Theresia adalah suster Karmelit terbesar abad XX.

Sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita untuk mengikuti kehendak Tuhan dengan meneladani sikap dan teladan hidup Santa Theresia. Kita diminta untuk melakukan pekerjaan harian kita dengan gembira. Kita diajak untuk menebarkan senyum dan tawa kepada sesama, karena dengan demikian kita akan menciptakan kebahagiaan bagi sesama dan juga Tuhan. Kita diajak untuk mau merendahkan diri seperti anak kecil.

by: adrian

Orang Kudus 1 Oktober: St. Theresia Kanak-kanak Yesus

SANTA THERESIA DARI KANAK-KANAK YESUS, PERAWAN & PELINDUNG KARYA MISI
Maria Francoise Therese Martin lahir di Alencon, Perancis pada 2 Januari 1873. Theresia adalah puteri bungsu dari keluarga saleh Louis Martin dan Azelie Guerin. Ayahnya seorang pembuat arloji di kota Alencon. Sepeninggal isterinya, ia bersama anak-anaknya pindah ke Lisieux. Kematian ibunya menimbulkan shock besar pada Theresia sebagai puteri bungsu. Terpaksa kakaknya, Pauline, menggantikan kedudukan ibunya untuk merawat dan memperhatikan perkembangannya.

Theresia sangat dikasihi ayahnya. Ia diberi macam-macam julukan: 'Theresia kecil', 'Bungsu kecil', dan 'Ratu kecil'. Pada tahun 1881 sampai 1885, ia belajar di sekolah suster-suster Benediktin. Ia sangat perasa dan cepat menangis sehingga teman-temannya tidak akrab dengannya. Ia semakin menjadi perasa sewaktu kakaknya, Pauline, masuk biara Karmelit di Lisieux pada Oktober 1882. Theresia jatuh sakit karena keberangkatan Pauline itu. Theresia disembuhkan secara ajaib. Sementara kakak-kakaknya berlutut di samping tempat tidurnya untuk berdoa bagi kesembuhannya, patung Bunda Maria yang berada di depannya tiba-tiba tersenyum padanya. Penyakit itu hilang seketika meskipun sifat perasa masih tetap ada. Sifat itu baru mulai hilang karena nasehat ayahnya ketika mereka menghadiri upacara malam natal 1886. Semenjak itu ia mulai semakin sadar akan keburukan dari sifatnya yang manja dan lekas tersinggung itu. Ia sadar bahwa ia sudah mulai remaja dan lebih dari itu bahwa sifat kekanak-kanakan itu tidak cocok bagi seorang wanita yang bercita-cita menjadi suster. Saat kesadarannya ini -- kemudian dalam autobiografinya -- disebutnya sebagai saat ber-rahmat yang mengawali kehidupannya yang baru. Katanya dalam buku itu: "Yesuslah yang mengubah diriku."

Semenjak itu ia mulai sadar bahwa dirinya dipenuhi karunia Roh Kudus. Ia sadar pula bahwa dia harus mengabdikan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Kerinduannya untuk bersatu dengan Kanak-kanak Yesus sangat besar, dan karena itu dikemudian hari setelah ia digelari 'kudus', ia dinamai 'Theresia dari Kanak-kanak Yesus' dan 'Theresia dari Lisieux'. Kepada Yesus ia berjanji tidak akan pernah segan melakukan apa saja yang dikehendaki Tuhan daripadanya.

Kerinduannya itu terungkap dalam salah satu doanya berikut ini: "Yesus, tentu Engkau senang mempunyai mainan. Biarlah aku menjadi mainan-Mu! Anggap saja aku ini mainan-Mu. Bila akan Kauangkat, betapa senang hatiku. Jika hendak Kau sepak kian kemari, silahkan! Dan kalau hendak Kautinggalkan di pojok kamar lantaran bosan, boleh saja. Aku akan menunggu dengan sabar dan setia. Tetapi kalau hendak Kautusuk bola-Mu..., Oh Yesus, tentu itu sakit sekali, namun terjadilah kehendak-Mu!" Inilah doa Theresia Martin kepada Kanak-kanak Yesus yang sangat dirindukannya tetapi belum bisa disambutnya karena umurnya baru 7 tahun.

Orang tua Theresia baik sekali terhadapnya bersama saudara-saudaranya yang lain. Mereka semua -- ada lima orang -- menjadi suster. Betapa bahagia hati Theresia, ketika pada umur 12 tahun boleh menyambut Tubuh Kristus untuk pertama kalinya. Di hadapan sebuah salib, ia berjanji: "Yesus di kayu salib yang haus, aku akan memberikan air kepada-Mu. Aku bersedia menderita sedapat mungkin, agar banyak orang berdosa bertobat." Pendosa pertama yang bertobat berkat doa Theresia ialah seorang penjahat kakap yang dijatuhi hukuman mati tanpa menyesal, namun akhirnya ia bertobat juga di hadapan sebuah salib sesaat sebelum menjalani hukuman.

Kerinduan Theresia yang begitu besar pada Yesus mendesak dia untuk menjalani kehidupan khusus sebagai seorang biarawati, mengikuti teladan 4 orang saudaranya yang sudah lebih dahulu menjadi suster. Tetapi ia belum bisa diterima karena umurnya baru 14 tahun. Ia tidak putus asa. Ia berziarah ke Roma bersama orang tuanya. Dalam audensi umum dengan Bapa Paus, ia dengan berani meminta izin khusus dari Paus untuk menjadi suster. Permintaannya itu dikabulkan dan dia boleh masuk biara pada umur 15 tahun. Ia diterima dalam biara suster-suster Karmelit di Lisieux, Perancis. Kedua kakaknya sudah lebih dahulu di biara itu. Sembilan tahun lamanya ia hidup sebagai suster biasa. Sebagaimana suster muda lainnya, ia melaksanakan tugas dan doa harian, harus mengatasi perasaan tersinggung, marah, rasa iri hati dan memerangi kebosanannya serta bermacam ragam godaan lahir maupun batin. Untuk mencapai kesempurnaan hidup, ia memilih 'jalan sederhana' berdasarkan ajaran Kitab Suci: hidup selaku seorang anak kecil, penuh cinta dan iman-kepercayaan akan Allah dan penyerahan diri yang total dengan perasaan gembira. Demi cita-cita itu ia melakukan hal-hal kecil dan kewajiban-kewajiban sehari-hari dengan penuh tanggung jawab karena cinta kasihnya yang besar kepada Alah Bapa di surga.

Ia sedih sekali melihat banyak orang menyakiti hati Yesus dengan berbuat dosa dan tidak mau bertobat. Untuk mempertobatkan orang-orang berdosa itu, ia mempersembahkan dirinya sebagai korban pepulih dosa-dosa. Ia rajin berdoa dan melakukan tapa bagi semua orang berdosa. Ia juga berdoa bagi para misionaris dan kemajuan Kerajaan Allah di seluruh dunia.

Theresia akhirnya menderita sakit paru-paru yang parah. Selama dua tahun lamanya ia menanggung beban penderitaan itu dengan gembira. Penyakit ini kemudian merengut nyawanya pada 30 September 1897 di biara Lisieux. Sebelum menghembuskan nafasnya, ia berjanji untuk menurunkan hujan mawar ke dunia. Janji itu benar terpenuhi karena banyak karunia Allah diberikan kepada semua orang yang berdoa dengan perantaraannya.

Theresia meninggal dunia dalam usia yang sangat muda, 24 tahun. Ia mewariskan cacatan riwayat pribadinya yang ditulis atas permintaan ibu biara: "Kisah suatu jiwa." Di dalamnya ia menunjukkan bahwa kesucian hidup dapat dicapai oleh siapa saja, betapa pun rendah, hina dan biasa orang itu. Caranya ialah melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan tugas sehari-hari dengan penuh cinta kasih yang murni kepada Tuhan. Theresia adalah seorang suster karmelit yang terkenal di Perancis pada abad XX. Pada tahun 1925 ia digelari sebagai 'santa' oleh Paus Pius XI (1922 - 1939) dan diangkat sebagai 'pelindung karya misi Gereja'. Kemudian oleh Pius XII (1939 - 1958), Theresia diangkat sebagai 'pelindung Perancis."

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun