Semenjak
kecil Muhammad menunjukkan gejala “gangguan perilaku ketergantungan” setelah
dibuang oleh ibunya. Ia kemudian mulai menunjukkan gejala “kompleksitas Oedipus”
karena hubungannya dengan sang bibi, Fatimah, yang menjadi akar dari kecanduan
seksnya dan kejahatan seksual selama hidupnya.
Muhammad
mulai menderita skizofrenia,
kemungkinan sebagai salah bentuk perlawanan atas ketidak-seimbangan yang
terjadi pada jiwanya, suatu kondisi yang dimanfaatkan Khadijah untuk
kepentingannya. Kisah gangguannya merupakan hasil pemahaman akan Yudaisme dan
kekristenan yang diputar-putar dan samar-samar. Dididik oleh istri dan
keponakan istrinya yang pemuja okultisme, Waraqah, sakit jiwa yang dialami Muhammad
yang sering menyebabkan ia mengalami halusinasi yang tidak logis menyebabkan Muhammad
mewahyukan perintah-perintah yang tidak berhubungan dengan hukum dan nubuatan
Musa seperti yang ada dalam Alkitab.
Sebagai
seorang opurtunis, Khadijah meyakinkan Muhammad kalau ia adalah seorang nabi,
dan tidak sedang menderita penyakit jiwa. Muhammad kemudian dididik secara
gigih oleh istrinya dan mulai mempercayai mitos yang dibuatnya. Muhammad
akhirnya mulai menderita “kompleksitas juruselamat” dan mulai meyakini dalam
pikirannya akan sebuah rencana khusus untuk mentransformasi Arabia seturut
dengan kehendak Allah, tetapi sebenarnya rencana itu adalah visi dan agenda
politik (bisnis) Khadijah.
Muhammad
kemudian menjadi terpedaya dengan ego baru ciptaannya sendiri dan sanjungan
yang ia terima. Dengan memahami bahwa kekuasaan yang dimilikinya dan mitos yang
diciptakannya makin bertambah, ia mulai terjangkiti “gangguan kepribadian
narsistik”. Ia menikmati otoritas yang diperolehnya dan dianggap sebagai
pahlawan anti kemapanan.
Muhammad
menghadapi penganiayaan hebat dari orang-orang Mekkah dan akhirnya dibuang oleh
kaumnya, tampak dari psikisnya akan kegagalannya untuk mengubah mayoritas
kaumnya sendiri; sehingga membuka luka lama akan ketertolakkannya. Diam-diam memendam
amarah karena menyimpan ketidak-sukaan, sikap narsisnya yang berlebihan
membuatnya mulai mengidap sakit kejiwaan yang sangat berbahaya, yang disebut “komplesitas
Napoleon”.