Senin, 04 September 2017

MENIKAH ITU HAK, BUKAN KEWAJIBAN

Sering terdengar komentar orang non katolik, “Kenapa pastor dan suster tidak menikah?” Banyak orang merasa aneh jika ada orang tidak menikah, alias hidup selibat. Orang protestan malah sering menuduh bahwa kaum selibat itu melanggar kehendak Allah (Kej 1: 28). Di balik keanehan dan pertanyaan itu terlihat bahwa mereka berpikir bahwa menikah adalah suatu kewajiban. Orang wajib menikah. Umat islam melihat menikah sebagai ibadah, sehingga orang harus menikah.
Berbeda dengan umat katolik. Gereja Katolik melihat menikah itu sebagai hak. Karena sebagai hak, setiap orang tidak punya kewajiban untuk menikah. Setiap orang punya kebebasan untuk menggunakan haknya untuk menikah atau juga tidak. Di sini terlihat bahwa menikah itu merupakan suatu pilihan hidup.
Perbedaan cara pandang pernikahan ini, antara hak dan kewajiban, bisa berpengaruh dalam menyikapi pernikahan itu sendiri. Orang yang melihat menikah sebagai kewajiban, akan menyikapi pernikahan sebagai tujuan hidupnya. Ketika dia sudah menikah, maka selesailah. Dia tinggal memenuhi atau menuntut haknya. Sasarannya adalah pasangannya. Jika haknya tidak terpenuhi, maka dengan mudah pernikahan itu dibubarkan.
Sementara yang melihat menikah sebagai hak, akan menyikapi pernikahan sebagai awal hidup baru. Karena hak itu selalu melekat dengan kewajiban, maka orang yang menggunakan haknya untuk menikah akan terikat juga dengan kewajiban yang terkait dengan pernikahan. Orang yang menikah dituntut untuk memenuhi kewajibannya, seperti saling menyayangi antar suami istri, merawat dan membesarkan serta memperhatikan pendidikan anaknya, dan kewajiban-kewajiban lainnya.
by: adrian

My Adventure to Bromo: Pasir Berbisik