Minggu, 20 September 2015

Kenapa Yesus Mengutuk Pohon Ara?

YESUS MENGUTUK POHON ARA
Tentu kita pernah mendengar kisah Tuhan Yesus mengutuk pohon ara sehingga pohon itu menjadi kering. Agar lebih jelasnya, akan ditampilkan kutipan teks itu.
“Pada pagi-pagi hari dalam perjalanan-Nya kembali ke kota, Yesus merasa lapar. Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak mendapatkan apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. Kata-Nya kepada pohon ara itu, ‘Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!’ Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu” (Mat 21: 18 – 19)
Dalam Injil Markus dikatakan bahwa pada saat itu memang bukan musim buah ara (lih. Mrk 11: 13). Karena itu wajar kalau Tuhan Yesus tidak menemukan buah ara untuk bisa menghilangkan rasa lapar-Nya.
Teks ini sering menjadi pertanyaan orang. Kenapa Tuhan Yesus mengutuk pohon ara yang tidak berbuah, padahal saat itu belum musim berbuah? Dari pada membuatnya kering, kenapa Tuhan Yesus tidak membuatnya menjadi berbuah sehingga dapat menghilangkan rasa lapar-Nya?
Pertama-tama perlu dipahami bahwa perkataan dan perbuatan Yesus merupakan bentuk pengajaran. Tuhan Yesus mengajar bukan hanya melalui perkataan-perkataan, seperti kotbah di bukit (Matius 5 – 7), perumpamaan-perumpamaan (Mat 13, 15, 21, 22, 24, Luk 5, 6 dll) atau nasehat dan mukjizat. Tuhan Yesus mengajar juga melalui perbuatan.
Model pengajaran melalui perbuatan ini diterapkan Allah melalui para nabi dalam Perjanjian Lama. Sebagai contoh, kita dapat melihat apa yang dilakukan oleh Yesaya (Yes 20: 1 – 6) dan Yeremia (Yer 13: 1 – 11 dan 27: 1 – 11). Melalui perbuatan mereka, Allah memberikan pelajaran kepada umat Israel. Jadi, kalau dalam Perjanjian Lama Allah menggunakan manusia untuk melakukan apa yang diinginkan-Nya sebagai pelajaran, pada masa Yesus Dia sendiri melakukannya.

Orang Kudus 20 September: St. Eustakius

SANTO EUSTAKIUS, MARTIR
Eustakius berasal dari Madrid, Spanyol. Dalam jajaran para kudus, ia dihormati sebagai salah seorang santo pelindung bagi para pemburu dan penolong dalam kesukaran hidup. Kisah hidupnya tidak cukup jelas diketahui. Namun dari cerita yang berkembang di kalangan umat beriman, diketahui bahwa ia adalah seorang panglima militer Romawi yang sangat masyhur.
Keanggotaannya di dalam Gereja Kristus terjadi secara ajaib. Konon sementara ia berburu di Guadagnolo, Italia Tengah, tampaklah padanya seekor rusa jantan yang menyandang sebuah ‘salib’ di antara tanduk-tanduknya. Ia terpaku memandang rusa itu dan tidak berani membunuhnya. Semenjak itu ia mulai banyak merenung perihal arti penglihatan itu. lalu ia memutuskan untuk menjadi Kristen bersama anak isterinya. Keputusan ini mengakibatkan ia dipecat dari jajaran militer Romawi dan dari jabatannya sebagai panglima perang. Eustakius kemudian mengalami banyak kesulitan hidup, menjadi miskin dan melarat. Isteri dan anak-anaknya dipisahkan dari padanya.
Krisis di dalam kekaisaran Romawi menyebabkan Eustakius dipanggil kembali oleh Kaisar Trajanus untuk memimpin pasukan ke Eropa Tiimur. Dalam ekspedisi itu secara tak terduga ia bertemu kembali dengan isteri dan anak-anaknya jauh dari Roma. Dalam peperangan itu, Eustakius memperoleh kemenangan yang gemilang atas pasukan musuh, dan disambut dengan meriah oleh rakyat Roma. Sebagai ucapan syukur kaisar mengadakan upacara korban untuk menghormati dewa-dewi Romawi. Namun Eustakius menolak mengikuti upacara kafir itu karena bertentangan dengan imannya akan Kristus. Eustakius sadar sepenuhnya bahwa kekafiran merupakan lawan yang berat dan berbahaya, namun demi imannya ia dengan tegas menolak setiap bujukan kaisar untuk ikut serta di dalam upacara syukur kafir itu. Karena pendiriannya yang tegas itu, akhirnya ia bersama keluarganya dicampakkan ke dalam api hingga hangus terbakar pada tahun 120.
sumber: Iman Katolik
Baca juga orang kudus hari ini:

Renungan Hari Minggu Biasa XXV - B

Renungan Hari Minggu Biasa XXV, Thn B/I
Bac I  Keb 2: 12, 17 – 20; Bac II                   Yak 3: 16 – 4: 3;
Injil    Mrk 9: 30 – 37;

Bacaan pertama hari ini diambil dari Kitab Kebijaksanaan. Di sini diungkapkan rencana jahat orang jahat terhadap orang baik. Di mata orang jahat, orang baik dianggap sebagai penganggu kepentingannya (ay. 12). Rencana orang jahat kepada orang baik itu menyangkut aniaya dan siksa (ay. 19) serta hukuman mati yang keji (ay. 20). Melalui siksa dan aniaya orang akan dapat mengetahui kelembutan dan kesabaran hati orang baik itu.
Gambaran orang baik yang mendapat siksa, aniaya dan hukuman mati kembali ditegaskan Tuhan Yesus dalam Injil. Dalam Injil diceritakan bahwa Tuhan Yesus mengajar para murid-Nya perihal Anak manusia yang akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh-Nya (ay. 31). Anak manusia yang dimaksud Tuhan Yesus, selain mirip dengan apa yang dikatakan Kitab Kebijaksanaan di atas, merujuk kepada diri Yesus sendiri. Dia-lah orang baik yang akan mendapatkan siksa dan aniaya, dan pada akhirnya dijatuhi hukuman mati yang keji lewat penyaliban. Sebagaimana yang sudah diketahui, Tuhan Yesus mati akibat iri hati pemuka agama Yahudi. Mereka tidak mementingkan kepentingan umat manusia, melainkan dirinya sendiri.
Dalam suratnya, yang menjadi bacaan kedua, Yakobus menyinggung soal iri hati dan mementingkan diri sendiri. Dalam suratnya dikatakan bahwa asal kekacauan dan segala macam perbuatan jahat adalah iri hati dan mementingkan diri sendiri. Dua sikap ini hanya akan melahirkan kesengsaraan, bukan hanya pada orang yang bersangkutan, melainkan juga pada orang lain. Karena itu, Yakobus mengajak umat untuk menanggalkan dua sikap itu dan menggantikannya dengan sikap murni, pendamai, ramah, penurut, penuh belas kasihan, tidak memihak dan tidak munafik (ay. 17).
Pertentangan antara orang baik dan jahat masih berlanjut hingga kini, baik di dunia sekular maupun di dalam Gereja sendiri. Saat ini pun orang baik selalu dilihat sebagai gangguan dan penghambat keinginan orang-orang jahat. Sering menjadi ironis bahwa orang jahat selalu mendapat dukungan dari banyak orang. Tak jarang petinggi pun ikut membela. Sabda Tuhan hari ini bukan sekedar memaparkan tentang Tuhan Yesus sebagai orang baik, melainkan mengajak kita untuk meneladani Dia. Sekalipun penuh tantangan dan derita, kita dipanggil untuk senantiasa menyuarakan kebaikan, kebenaran dan kedamaian.***
by: adrian