Ketika sedang dalam
perjalanan, Tuhan Yesus melihat seorang pemungut cukai bernama Matius. Ia
sedang duduk di kantornya. Tanpa basa-basi, Tuhan Yesus memanggilnya untuk
mengikuti Dia. Dan Matius pun segera berdiri dan meninggalkan pekerjaannya,
lalu mengikuti Yesus.
Menjelang malam, Matius
mengundang Tuhan Yesus dan para rasul-Nya ke rumahnya. Dia mengadakan acara
makan-makan. Turut hadir di sana rekan-rekan kerjanya, para pemungut cukai.
Tuhan Yesus duduk makan bersama dengan mereka. Sambil menikmati sajian tuan rumah,
Dia bersenda gurau dengan mereka. Suasana terasa santai dan ramai.
Kebetulan peristiwa tersebut
disaksikan oleh orang-orang Farisi. Mereka kaget dan merasa jijik menyaksikan
Tuhan Yesus bergaul dengan para pemungut cukai. Kepada para rasul, kaum Farisi
ini berkomentar, “Mengapa Gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai?
Bukankah mereka itu orang berdosa?”
Tanpa diduga, komentar
mereka itu didengar Tuhan Yesus. Maka Tuhan Yesus keluar menghampiri mereka dan
berkata, “Bukan orang sehat yang memerlukan dokter, tetapi orang sakit. Aku
datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa, supaya
mereka bertobat.”
Kisah di atas dapat dibaca
dalam Injil Lukas 5: 27 – 32. Kisah ini sungguh
sangat menarik untuk direnungkan, terlebih bagi para imam. Kenapa harus para
imam? Sebagaimana diketahui, imam adalah alter
Christi. Imam, karena rahmat
tahbisannya, menjadi identik dengan Yesus. Karena itu, kisah ini menjadi lebih
menarik untuk direnungkan bagi para imam. Karena dikhususkan buat para imam,
maka fokus renungannya bukan pada kaum Farisi, melainkan Tuhan Yesus.
Sebelum merenungkan kisah
tersebut, terlebih dahulu perlu dijelaskan dulu siapa itu kaum pemungut cukai.
Dari struktur sosial, kaum pemungut cukai berada di strata menengah ke atas.
Bahasa lainnya adalah orang berada alias kalangan kaya. Sementara Tuhan Yesus
masuk kategori kalangan bawah atau kaum miskin alias sederhana.
Sekalipun miskin dan
sederhana, Tuhan Yesus memiliki daya tarik. Ini terbukti dari Matius yang
segera meninggalkan pekerjaannya dan mengadakan perjamuan dengan mengundang
Tuhan Yesus bersama para rasul-Nya. Tuhan Yesus tidak mau milih-milih.
Dia merangkul semuanya. Bahkan ketika dalam perjamuan makan itu hadir pula
pemungut cukai lainnya. Tuhan Yesus tidak merasa canggung. Dia tetap bergaul
dengan mereka dalam canda, tawa dan ria.
Nah, sekarang mari kita
merefleksikan peristiwa ini. Pertanyaan refleksinya: setelah terjadi kontak
sosial antara Tuhan Yesus dan Matius, si pemungut cukai, siapa yang mengalami
perubahan?
Tuhan Yesus tetap dengan
status-Nya. Dia tidak berdosa apalagi menjadi orang kaya. Yang mengalami
perubahan adalah Matius. Awalnya dia orang kaya yang egois dan berdosa. Setelah
kontak dengan Tuhan Yesus, Matius berubah. Dia menjadi murid Yesus. Dia
meninggalkan keberdosaannya di dunia percukaian.
Seperti yang disampaikan di
atas, kisah ini sanat menarik untuk direnungkan oleh para imam, karena para
imam mengambil posisi sebagai Tuhan Yesus. Pada umumnya, para imam berasal dari
keluarga miskin dan sederhana. Karena rahmat tahbisannya, seorang imam memiliki
daya tarik. Dan tak sedikit pula imam yang bergaul dengan umat dari kalangan
kaya.
Kita tidak mau menyamakan
umat yang kaya ini dengan kelompok pemungut cukai dalam kisah di atas. Namun
menjadi pertanyaan kita sekarang, setelah bergaul dengan orang kaya, siapakah
yang mengalami perubahan? Apakah orang kaya atau justru para imamnya?
Yang lebih sering terjadi
adalah para imam berubah menjadi kaya. Setelah bergaul dengan keluarga-keluarga
kaya, para imam yang semulanya biasa-biasa saja, berubah menjadi luar biasa.
Yang awalnya hanya memiliki NOKIA Senter, berubah menjadi tablet dan BB. Hal ini terbukti dari ucapan
kebanyakan imam. Ketika ditanya soal barang-barang mewahnya, imam selalu
berkata bahwa semua itu pemberian. Tentulah pemberian dari orang kaya. Mana
mungkin orang miskin memberi barang-barang mahal itu.
Jadi, sekarang ini ada
pergeseran nilai. Kalau dulu pergaulan dengan orang kaya mengajak orang kaya
itu berubah, kini justru imamnya yang berubah.
Pangkalpinang,
21 Maret 2015
by:
adrian
Baca
juga tulisan lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar