PENDIDIKAN SEKS
Pendidikan Seks
mencakup pengajaran pengetahuan-pengetahuan yang berguna dan
ketrampilan-ketrampilan yang berkaitan dengan masalah-masalah penting yang
berhubungan dengan seksualitas, termasuk hubungan manusia, identitas seksual dan
peran gender, anatomi reproduksi dan citra tubuh, pubertas dan proses
reproduksi, aspek emosional dari pendewasaan, nilai dari meningkatnya kesadaran
remaja yang belum aktif secara seksual, cara-cara pencegahan HIV/PMS (Penyakit
Menular Seksual), dan akibat-akibat kesehatan dari tidak memakai kontrasepsi
dan cara-cara pencegahan di antara remaja-remaja yang aktif secara seksual.
Penelitian menunjukkan bahwa seksualitas remaja paling banyak dipengaruhi oleh
orang tua, diikuti oleh teman-teman sekelompok, dan
akhirnya, oleh apa yang dipelajari di sekolah.
Pendidikan seks berkembang sebagai tanggapan
dari penelitian-penelitian yang menunjukkan angka keterlibatan seksual remaja
yang tinggi (75% pada saat di perguruan tinggi) dan rendahnya penggunaan
kontrasepsi dan pengetahuan tentang PMS. Lebih jauh lagi, penelitian-penelitian
ini menunjukkan bahwa beberapa faktor situasional mendukung aktifitas beresiko
ini di kalangan remaja - terutama kegagalan untuk merencanakan dari awal untuk
aktivitas seksual (dengan asumsi bahwa merencanakan berhubungan seks akan
merusak spontanitas dan keromantisan) dan penggunaan alkohol atau obat-obatan
sebelum atau dalam berhubungan seks. Juga, kurangnya pemikiran mengenai akibat
berhubungan seks sangat umum di kalangan remaja.
Tujuan utama dari pendidikan seks di sekolah
adalah perkenalan pada kesehatan seksual. Untuk mencapai tujuan ini, kebanyakan
program menyediakan informasi yang akurat tentang seksualitas manusia,
kesempatan untuk klarifikasi nilai, ketrampilan untuk mengembangkan hubungan
interpersonal, dan bantuan dalam mewujudkan kehidupan seksual yang bertanggung
jawab, termasuk penerapan perilaku dan sikap yang sehat yang berhubungan dengan
perilaku seksual. Penelitian tentang efektifitas pendidikan seks mempunyai
hasil yang beragam. Umumnya, pendidikan seks telah berhasil meningkatkan
pengetahuan remaja tentang masalah-masalah seksual, termasuk cara mengembangkan
kemampuan interpersonal yang berkaitan dengan perilaku seksual, dan menerapkan
nilai-nilai yang tepat, tapi hasilnya belum menggembirakan terutama berkaitan
dengan perilaku seksual. Hasil terbaik ditemukan pada program pendidikan yang
bekerjasama dengan klinik kesehatan di sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa
pendidikan seks efektif bila disampaikan sebelum aktivitas seksual muncul, dan
pada saat ia menggabungkan masalah kesadaran dan kontrasepsi. Penelitian
menolak anggapan bahwa pendidikan seks mendorong eksperimen seksual atau
meningkatkan aktivitas seksual. Program yang menekankan masalah kesadaran juga
terbukti tidak efektif dalam mengendalikan awal aktivitas seksual.
Pendidikan seks yang disampaikan hanya di
dalam kelas sangat terbatas efektifitasnya. Karena itu timbul
pendekatan-pendekatan yang inovatif. Salah satunya adalah melalui pembuatan
video-video pendidikan. Video ini menekankan teknik kepercayaan diri dan
penolakan (bila ada tekanan kelompok), pembuatan keputusan yang berkaitan
dengan seksualitas remaja, dan seks yang spesifik dan informasi kesehatan
(misalnya gejala-gejala PMS). Ada video yang mengangkat masalah praktek
penggabungan alkohol dan aktivitas seksual (yang mendorong pembuatan keputusan
yang lemah dan perilaku yang berbahaya). Alasan pembuatannya adalah karena
pengetahuan saja tidak cukup untuk merendahkan frekuensi perilaku berbahaya.
Video mengenai pendidikan seks biasanya membahas masalah hambatan-hambatan
dalam menghindari resiko (misalnya tekanan dari pacar untuk berhubungan seks
atau anggapan yang tersebar luas bahwa kondom tidak efektif dalam mencegah
kehamilan atau infeksi PMS/HIV).
Pendekatan inovatif lain, yang menggabungkan
hiburan dan komunikasi kelompok mengenai pendidikan seks, adalah penggunaan
teater remaja. Ini dimulai tahun 1973 di New York Medical College. Sejak
dimulai, pendidikan seks dengan teater remaja telah diterapkan di banyak tempat
di AS. Harapannya adalah pertunjukan drama tentang masalah-masalah penting
dalam pendidikan seksual akan mengurangi kecemasan remaja tentang
masalah-masalah sensitif, meningkatkan keinginan remaja untuk berbicara terbuka
mengenai masalah-masalah seksual, meningkatkan minat remaja yang aktif secara
seksual untuk menggunakan kontrasepsi dan melindungi diri dari HIV/PMS, dan
menolong penundaan aktifitas seksual bagi remaja yang belum aktif. Penelitian
menunjukkan bahwa satu faktor kunci tidak dipakainya kondom di kalangan remaja
adalah rasa malu. Untuk mengatasinya, beberapa teater remaja memfokuskan
pertunjukan mereka pada pembuatan keputusan mengenai pembelian dan penggunaan
kondom. Evaluasi dari pendidikan seks melalui teater remaja menunjukkan bahwa
pendekatan ini meningkatkan tingkat pengetahuan seksual dan meningkatkan
keinginan untuk bicara bebas mengenai seks. Tapi, hasilnya belum jelas terlihat
terhadap praktek-praktek hubungan seks.
Dukungan orang tua
terhadap pendidikan seks yang berhubungan dengan AIDS mencapai 90% dari seluruh
orang tua yang diteliti. Bahkan di antara orang tua
yang mendukung pendidikan seks, masih ada perdebatan mengenai isinya (apakah
kesadaran untuk menahan menjadi penekanan, haruskah alat kontrasepsi
didiskusikan, apakah pengetahuan tentang kontrasepsi akan mendorong aktifitas
seksual) dan pada umur berapa pendidikan seks diberikan.
Sebagian masyarakat percaya bahwa pendidikan
seks harus diberikan di rumah, hingga ada jaminan bahwa orang tua akan bebas
mengajarkan nilai-nilai moral mengenai seksualitas dan aktifitas seksual kepada
anak-anak mereka. Beberapa kelompok orang tua
telah melakukan protes atas pelaksanaan program pendidikan seks dan program
lain yang terkait (misalnya pendidikan pencegahan HIV untuk remaja) di
sekolah-sekolah umum. Walau beberapa kelompok penentangnya berorientasi
religius, penelitian membuktikan bahwa gereja tidak ikut campur dalam masalah
pendidikan seks. Kurangnya pendidikan dan orang tua
yang telah berumur secara umum kurang menyukai pendidikan seks.
Penelitian menunjukkan
bahwa pendidikan seks akan sangat efektif bila orang tua
dan sekolah menyampaikan pesan-pesan yang sama mengenai seksualitas remaja
Berbicara Seks dan Kesehatan Reproduksi
pada Anak
Pernahkah anda sebagai seorang ibu atau seorang ayah
berbicara tentang mimpi basah pada anak laki-laki anda yang berusia 13 tahun?
Atau bercerita tentang menstruasi pada anak perempuan anda yang berusia 12
tahun? Kalau pernah, anda dapat meneruskannya menjadi suatu kebiasaan baik di
dalam keluarga. Jika anda belum pernah melakukannya, maka anda perlu mencobanya
mulai sekarang.
Pada dasarnya,
mendapatkan informasi seks dan kesehatan reproduksi yang baik dan benar
merupakan hak setiap anak di seluruh penjuru dunia. Terlebih karena rasa ingin
tahu anak tentang seks adalah hal yang wajar akibat konsekuensi dari
perkembangannya. Rasa ingin tahu itu akan selalu muncul berulang-ulang selama
belum terpuaskan. Dan orang yang paling tepat untuk menjawab keingintahuan
anak-anak adalah orang terdekat mereka, yaitu orang tua. Karena orang tua
adalah orang yang seharusnya paling mengenal siapa anaknya, apa kebutuhannya
dan bagaimana memenuhinya. Selain itu orang tua merupakan pendidik utama,
pendidik pertama dan yang terakhir bagi anaknya.
Terkadang orang tua enggan, karena merasa bahwa masalah
itu bukan urusan mereka, cukup diserahkan pada guru dan sekolah, atau karena
tidak tahu bagaimana cara memulai atau menyampaikannya. Tetapi ada juga yang
lebih tidak peduli lagi dengan berpendapat bahwa nantinya mereka akan tahu
dengan sendirinya. Tidakkah pernah terlintas bahwa anak-anak justru akan
menjawab ketidaktahuan mereka dengan mencari sumber-sumber lain yang tidak bisa
dipercaya, misalnya dari teman-teman sebayanya yang juga tidak tahu apa-apa,
dari majalah, teve, bahkan dari internet. Menunggu anak mendapatkan informasi
tentang seks dan kesehatan reproduksi dari guru adalah langkah yang kurang
bijak, karena anak akan segera mendapatkannya dari sumber yang lain.
Saat ini arus informasi
mengalir deras, mudah didapat kapan dan dimana saja anda berada.
Informasi-informasi ini dikemas dengan sangat menarik, hingga terkadang orang
dewasa pun sulit membedakan mana yang dapat dipertanggungjawabkan dan mana yang
tidak. Hal yang sama terjadi pada informasi tentang seks dan reproduksi.
Kemasan-kemasan yang sedemikian rupa telah membentuk opini tersendiri bahwa
“seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba “ (dikenal dengan istilah sexpectation)
Di sinilah saatnya orang
tua berperan, mengkomunikasikan apa yang baik, mana yang boleh dan mana yang tidak.
Para orang tua bisa memilih apakah akan tetap diam, mengulang kesalahan yang
sama yang dilakukan orang tua zaman dulu yang tidak mengkomunikasikan tentang
seks dan reproduksi dengan alasan tabu untuk dibicarakan, atau segera merubah
pikiran, bahwa pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tua.
Beberapa penelitian
bahkan telah membuktikan bahwa anak-anak dari orang tua yang biasa berbicara
tentang seks, lebih sedikit mengalami permasalahan dibanding dengan anak-anak
yang tidak pernah diajak berbicara atau diberikan informasi apa pun oleh orang
tua mereka. Sebagai orang tua yang baik
pastinya kita akan melakukan apapun yang terbaik agar anak kelak menjadi
manusia yang baik jiwa dan raganya, bertanggung jawab baik pada dirinya maupun
pada orang lain serta mampu menghadapi segala permasalahan dengan baik.
Di bawah ini beberapa hal yang dapat “memperkuat” anda
untuk memulai pembicaraan tentang seks dan reproduksi pada anak :
1.
Ubah cara berpikir anda. Bahwa makna pendidikan seks itu sangat luas, tidak hanya berkisar masalah
jenis kelamin dan hubungan seksual. Tapi di dalamnya ada perkembangan manusia
(termasuk anatomi dan fisiologi organ tubuh, terutama organ reproduksi);
hubungan antar manusia (antar keluarga, teman, pacar dan perkawinan); kemampuan
personal (termasuk di dalamnya tentang nilai, komunikasi, negosisasi dan
pengambilan keputusan); perilaku seksual; kesehatan seksual (meliputi
kontrasepsi, pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, aborsi dan
kekerasan seksual); serta budaya dan masyarakat (tentang jender, seksualitas
dan agama).
2.
Mengajarkan tentang pendidikan seks
sejak dini. Seperti saat anda mulai mengajari “ini hidung”, atau
“ini mulut”, maka pada saat itulah anda mengajarinya “ini penis” atau “ini
vulva”. Jangan menggunakan istilah-istilah yang tidak tepat (misalnya “nenen”
untuk mengganti kata payudara atau yang lainnya), karena dengan demikian tanpa
sengaja kita telah membuat dikotomi, antara organ yang biasa dan organ yang
“jorok” atau tabu atau negatif. Karena persepsi tentang bagian tubuh yang keliru
akan berdampak negatif bagi anak di masa yang akan datang.
3.
Manfaatkan ‘Golden Moments”, misalnya saat sedang menonton teve yang sedang menayangkan kasus
perkosaan, saat sedang melakukan aktivitas berdua (masak, membereskan tempat tidur),
dan lain-lain.
4.
Dengarkan apa yang diucapkan anak
dengan sungguh-sungguh, pahami pikiran dan perasaan
mereka. Dengan demikian mereka akan merasa diterima, jika sudah merasa
diterima, mereka akan membuka diri, percaya dan mudah diajak kerja sama.
5.
Jangan menceramahi. Anak umumnya tidak suka diceramahi. Karena pada saat kita menceramahi
seseorang, biasanya kita “menempatkan” diri kita lebih tinggi darinya. Bukan
dengan cara ini kita bisa berkomunikasi dengan mereka.
6.
Gunakan istilah yang tepat, sesuai
dengan usianya. Misalnya saja kalau anak anda sudah beranjak remaja,
maka gunakanlah bahasa gaul yang biasa digunakan remaja, sehingga anak tidak
merasa sungkan menanggapi pembicaraan anda.
7.
Gunakan pendekatan agama. Kita harus meyakini bahwa segala masalah dan persoalan di dunia ini harus
diselesaikan dengan nilai-nilai agama. Karena nilai-nilai agama tidak akan
pernah berubah sampai kapan pun. Anak-anak juga harus diajak mempraktekkan
ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
8.
Mulai saat ini juga. Begitu anda membaca artikel ini, mulai susun strategi apa yang akan anda
gunakan untuk mulai mengajak anak berbicara. Yang perlu diingat yaitu bahwa
anak adalah orang tua di masa yang akan datang, maka dari itu harus kita
persiapkan sedemikian rupa agar menjadi generasi yang siap menghadapi masa
depan dengan segala rintangannya. Percayalah, bahwa anda merupakan orang yang
paling tepat dalam hal ini, dengan mempercayai diri sendiri, anda pun telah
memberikan kepercayaan pada anak.
Daftar Pustaka :
Peran Orang Tua dalam Pendidikan Akhlaq Sekait Perihal
Seksual Anak, dibawakan oleh Neno Warisman dalam Dies Natalis II Akademi
Kebidanan Pelita Persada Jakarta\
“Giving Your Kids a Good Talking”, http://www.discoveryhealth.com
accessed 30 September 2004
BKKBN, Memahami Dunia Remaja: Buku Panduan Orang Tua,
Jakarta: 2001
PKBI, Seputar Seksualitas Remaja: Panduan untuk Tutor dan
Penceramah, Jakarta: 2001
Seri Gaya Hidup Sehat – SENIOR. Jika Anak Bertanya Seks.,
Jakarta : P.T. Gramedia 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar