Pada 11 Desember 2013 lalu, Majalah Time memberikan gelar Personof the Year kepada pemimpin Gereja Katolik ke-266, Paus Fransiskus. Paus
yang dikenal “serba pertama” ini mengalahkan penggebrak dunia lainnya yang
masuk nominasi anugerah ini. Mereka adalah Edward Snowden, Edith Windsor,
Bashar Assad dan Ted Cruz. Memang Paus Fransiskus bukanlah paus pertama yang
menerima anugerah ini. Tahun 1994 TIME
memberikannya kepada Paus Yohanes Paulus II, dan tahun 1962 Paus Yohanes XXIII
yang mendapatkan gelar Man of the Year.
Salah satu poin yang menjadi penilaian majalah ini adalah
soal transparansi keuangan Gereja. Berkaitan transparansi, Paus
Fransiskus benar-benar membuat gebrakan. Pada
bulan Juni 2013 Paus Fransiskus menyerukan transparansi. Ia menghendaki supaya
pusat kekuasaan agama Katolik itu transparan soal keuangannya. Karena itu, Paus
meminta lembaga keuangan di Vatikan untuk membuka laporan keuangan bagi publik.
Hal ini merupakan bentuk pertanggungjawaban moral dan sesuai dengan semangat
Injil.
Menanggapi
seruan Paus itu, maka dibentuklah suatu lembaga khusus untuk mengaudit
keuangan. Selain itu, dan ini yang
terpenting, Bank Vatikan melakukan transparansi keuangan. Pada awal Oktober
lalu, Bank Vatikan mulai mempublikasikan laporan keuangannya sebagai salah satu
wujud transparansi. Ini merupakan publikasi laporan keuangannya yang pertama
sejak berdirinya 125 tahun lalu.
Tuntutan
transparansi ini mengisyaratkan adanya korupsi di dalam Gereja, khususnya di
pusat jantung kekatolikan. Hal ini tak perlu disangkal lagi. Karena itulah, Rm. Edy Purwanto, sekretaris
eksekutif KWI, mengatakan bahwa Paus Fransiskus menginginkan Gereja bersih dari
korupsi. Tentu saja harapan Paus akan “Gereja yang bersih dari korupsi” ini
bukan hanya yang ada di Vatikan, melainkan juga di seluruh dunia.
Adanya korupsi di dalam Gereja (entah itu Paroki, Keuskupan ataupun
yayasan), sebenarnya bukanlah merupakan hal baru lagi. Yang terjadi selama adalah
usaha menutup-nutupi sehingga terkesan Gereja merupakan lembaga yang bersih
dari korupsi. Karena itu, gebrakan Paus Fransiskus menjadi tamparan yang
menyadarkan kita.
Ada yang menarik dari peristiwa gebrakan Paus berkaitan
dengan transparansi ini. Sekalipun Paus sadar bahwa ada korupsi di tubuh
Gereja, Paus tidak terlalu berminat mengurus hal itu dengan mengobok-obok para
koruptor. Bagi Paus, yang kakek moyangnya imigran Italia, korupsi itu merupakan
bagian dari masa lalu. Dan yang lalu biarlah berlalu. Paus mengajak Gereja
untuk menutup lembaran kelam Gereja (berkaitan dengan korupsi) dan memulai
lembaran baru dengan transparansi.
Sikap Paus Fransiskus ini mirip dengan sikap Yesus terhadap
perempuan yang kedapatan berbuat zinah (Yohanes 8: 2 – 11). “Aku pun tidak
menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang!”
Itulah kata Yesus kepada perempuan itu. Yesus tidak menghakimi dan menghukum.
Dia mengajak perempuan itu untuk menutup lembaran hidup lamanya dan memulai
hidup baru sebagai manusia baru. Demikianlah yang dilakukan Paus Fransiskus.
Dia tidak menghakimi para koruptor, tetapi mengajak (semua) Gereja untuk
memulai hidup baru dengan transparansi.
Semoga seruan Paus akan transparansi dapat menggerakkan
Gereja Universal dan Partikular untuk memulai hidup baru. Sehingga dengan
demikian harapan Paus akan Gereja yang bersih dari korupsi dapat benar-benar
terwujud, bukan saja di Vatikan tetapi juga keuskupan bahkan tingkat paroki.
Jakarta, 23 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar