PERNIKAHAN DINI MEMICU KDRT
Sekalipun wacana
persamaan hak dan emansipasi perempuan sudah dicanangkan beberapa tahun lalu,
namun sampai saat ini praktik diskriminasi seperti pelecehan seksual di tempat
umum atau rendahnya peluang perempuan untuk melanjutkan pendidikan, masih
banyak terjadi di Indonesia.
Menurut data Plan
Indonesia, sekitar 150 juta anak perempuan di bawah usia 18 tahun di berbagai
belahan dunia pernah mengalami kekerasan termasuk pemerkosaan atau kejahatan
seksual lainnya. Fakta yang lebih menyedihkan, sekitar 44 persen pelaku
pernikahan dini mengalami kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Desti Murdiana,
Wakil Ketua Komnas Perempuan mengungkapkan bahwa perempuan sudah rentan
mengalami tindak diskriminasi sejak dilahirkan. Ironisnya, hal ini kerap
dilakukan oleh orang tua si anak itu sendiri. "Misalnya saja, tindakan
sunat bayi perempuan yang masih ditemukan di beberapa desa terpencil, dan
eksploitasi anak perempuan dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan juga
pernikahan," tukas Desti dalam kampanye "Because
I Am A Girl" di Jakarta beberapa waktu lalu.
Namun, tak banyak
yang menyadari bahwa pernikahan dini yang dialami anak-anak perempuan
juga termasuk dalam bentuk diskriminasi. Data Plan mengungkapkan bahwa 10 juta
anak perempuan terpaksa atau dipaksa menikah dini setiap tahunnya. "Di
Indonesia, 33,5 persen anak usia 13-18 tahun pernah menikah. Rata-rata anak perempuan
ini sudah menikah di usia 15-16 tahun," ungkap Nono Sumarsono, Kepala
program Plan Indonesia.
Masalah pernikahan
dini ini kerap dialami oleh perempuan karena berbagai hal, antara lain
kurangnya informasi tentang perkembangan dunia sekitar, tidak adanya kesempatan
kerja, rendahnya pendidikan, dan masalah kemiskinan. Banyak orang tua yang
beranggapan bahwa menikahkan anak perempuan secepatnya bisa membantu
meringankan beban hidup mereka.
Padahal pernikahan
dini ini bisa menyebabkan masalah semakin banyak, dan justru memperburuk
masa depan perempuan. Karena pernikahan dini ini membatasi gerak si anak, dan
hal lain yang seharusnya mereka lakukan. Dari 33,5 persen perempuan yang
menikah dini, hanya 5,6 persen yang masih melanjutkan pendidikannya. Namun, saat
memasuki dunia kerja mereka juga tidak siap karena sangat minim pengetahuan dan
pengalaman.
Desti
mengungkapkan bahwa berbagai akibat buruk yang kerap dialami perempuan akibat
pernikahan dini menjadi masalah yang harus secepatnya diatasi
pemerintah Indonesia. "Bahkan dunia sudah menyoroti masalah pernikahan
dini yang terjadi di Indonesia, dan mendesak pemerintah untuk menuntaskannya.
Sayangnya sampai saat ini belum ada penyelesaian," sesal Desti.
editor : Dini, http://regional.kompas.com/read/2012/10/17/11230692/Pernikahan.Dini.Berpotensi.Memicu.KDRT.
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar