Gereja adalah
bagian dari dunia. Karena itu prinsip-prinsip keduniaan, meski tidak semuanya, dapat
diadopsi oleh Gereja. Salah satunya adalah soal transparansi laporan keuangan. Paus
Fransiskus, sejak terpilihnya, mencanangkan transparansi keuangan di pusat
Gereja Katolik, yaitu Vatikan. Karena itu, sudah saatnya pengelolaan harta
benda Gereja, termasuk keuangan, dilakukan secara transparan agar umat
mengetahuinya.
Apakah ajakan
Paus Fransiskus untuk terbuka dalam keuangan Gereja sudah diikuti semua Gereja
di belahan dunia? Harus diakui bahwa masih ada paroki yang menolak membuka
laporan keuangannya kepada umat. Laporan keuangan hanya khusus untuk Pastor
Kepala Paroki dan bendahara paroki saja. Umat, bahkan pastor pembantu pun tak
diperkenankan untuk mengetahuinya.
Alasan Kuno Menolak Transparansi
Ada saja orang,
bahkan dari hirarki, yang tidak setuju dengan transparansi keuangan. Mereka
menilai bahwa di balik transparansi ada prinsip do ut des: saya memberi, maka saya menerima. Artinya, pemberian itu
ada pamrih. Jadi, umat yang memberi kolekte, intensi, stipendium, dll,
disinyalir memiliki pamrih pribadi, bukan murni persembahan kepada Tuhan,
Gereja dan karya pastoral. Pemberian tersebut tidak seperti persembahan janda
miskin (bdk. Lukas 21: 1 – 4).
Malahan orang
menentang transparansi keuangan dengan menggunakan dasar biblis untuk
menguatkan argumennya. Teks Kitab Suci yang biasa dipakai adalah Matius 6: 3: “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah
diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.” Teks ini biasanya
dipakai sebagai prinsip dasar kristiani dalam memberi persembahan (kolekte,
intensi, stipendium, dll).
Benarkah
transparansi keuangan bertentangan dengan prinsip kristiani dalam hal memberi?
Pertama-tama perlu dilihat konteks Injil Matius berkaitan dengan persembahan
secara keseluruhan. Matius 6: 3 itu berkaitan dengan tradisi memberi sedekah
yang merupakan kewajiban bagi orang Yahudi. Keluarnya pernyataan Yesus ini
harus dikaitkan dengan kebiasaan orang yang suka pamer dalam memberi sedekah.
Sikap pamer membuat orang jatuh ke dalam keangkuhan dan kesombongan. Sikap
pamer, yang berdampak pada kesombongan diri, inilah yang dikritik oleh Yesus.
Untuk menghindari hal ini, Yesus mengajarkan agar persembahan atau sedekah itu
diberikan dengan sembunyi, tidak ada orang lain yang tahu. Artinya, sedekah
atau pemberian itu bukan untuk pamer.
Transparansi
bukanlah bertujuan untuk pamer, apalagi menyombongkan diri. Tanpa transparansi
pun orang bisa jatuh ke dalam kesombongan pribadi berkaitan dengan persembahan.
Kecenderungan pamer dan menyombongkan diri itu tergantung pada hati dan
motivasi. Karena itu, tidak beralasan tudingan bahwa transparansi keuangan
melanggar prinsip dasar kristiani dalam memberi persembahan. Dan janganlah
kecenderungan itu menjadi alasan untuk meniadakan transparansi.
Alasan Paroki Wajib Transparan
Terlihat bahwa
alasan penolakan atas transparansi keuangan terkesan mengada-ada atau
dicari-cari. Lebih aneh lagi alasan pencegahan tindak kriminal pencurian,
perampokan atau pemerasan. Justru kita dapat menilai ada sesuatu mencurigakan
di balik ketertutupan itu. Sungguh ironis, orang menggunakan dasar biblis untuk
menyembunyikan tindakan korupsinya.
Karena itu,
tidak ada alasan untuk menolak transparansi keuangan. Ada beberapa alasan
kenapa Gereja, dalam hal ini paroki, harus transparan. Pertama, uang paroki adalah uang umat yang didapat dari umat
melalui kolekte, intensi, stipendium, donasi, dll. Uang itu akan digunakan
untuk kepentingan umat, bukan untuk kepentingan pribadi pastor apalagi
keluarganya. Oleh karena itu, umat berhak untuk mengetahui pengelolaan keuangan
paroki: berapa yang masuk, bagaimana dikelola, bagaimana pemakaiannya, berapa
keluar, berapa hasil akhirnya, dll. Dapatlah dikatakan bahwa transparansi merupakan bentuk akuntabilitas.
Kedua, paroki itu bukan
milik pastor paroki atau segelintir umat, melainkan milik semua umat. Maka, dengan
adanya transparansi keuangan berarti
umat dilibatkan; umat menjadi berpartisipasi aktif. Umat bukan penonton
atau ATM bagi pastor. Di sini umat akan merasa memiliki Gereja (cinta akan
parokinya), melalui kontrolnya atas laporan keuangan yang dibuat secara
transparan. Jika tidak semua umat mengetahui, minimal ada perwakilan umat yang
melakukan kontrol tersebut.
Ketiga, tak ada
manusia yang sempurna. Semua manusia memiliki kelemahan, terlebih dalam hal
uang. Manusia, bahkan imam sekalipun, sangat rentan terhadap penyalahgunaan
uang. Karena itu benar kata orang bahwa korupsi tidak pandang bulu. Korupsi
bukan hanya milik para pejabat negara, tetapi juga bisa melanda pejabat Gereja
(baca: hirarki): uskup, imam dan suster. Gebrakan Paus Fransiskus dalam
menegakkan transparansi keuangan mengindikasikan adanya korupsi di tubuh
Gereja. Transparansi dapat meminimalisir
bahaya penyelewengan keuangan. Penyalahgunaan uang akan dengan mudah
diketahui. Tentulah hal ini membuat orang segera mengerem niat korupsinya.
Keempat, transparansi membuat pengelolaan uang paroki bisa tepat
sasaran. Seperti yang sudah dikatakan,
ketertutupan laporan keuangan sangat rentan bagi penyalahgunaan uang paroki.
Pastor Kepala Paroki dan bendaharanya bisa saja menggunakan uang itu untuk
keperluan yang sama sekali tidak sesuai dengan tujuannya. Memang di pembukuan
bisa saja mereka membuat laporan yang sesuai. Pihak keuskupan tidak akan
mengetahui dengan pasti penggunaan persisnya; mereka hanya melihat laporan
bulanan saja. Umat-lah yang lebih mengetahui situasi parokinya.
Kelima, memang transparansi
bukan merupakan ajaran iman. Akan tetapi, dengan menerapkan transparansi
keuangan, Gereja Paroki menunjukkan kebersatuannya dengan Gereja Induk, yaitu
Vatikan. Gebrakan Paus Fransiskus di Vatikan hendaknya dibaca bukan hanya untuk
internal Vatikan saja, melainkan juga untuk Gereja universal. Paroki merupakan
bagian dari Gereja universal itu, sehingga sudah semestinya menerapkan juga
transparansi keuangan itu. Sangat ironis jika pimpinan tertingginya menyerukan
transparansi, namun yang di bawah tak bereaksi. Bukankah ini seperti sikap kaum
Farisi dan ahli-ahli Taurat terhadap seruan-seruan Yesus di jaman Perjanjian
Baru? Karena itu, sebagai bagian dari
Gereja universal, paroki wajib melakukan transparansi keuangan.
Jakarta,
10 Mei 2014
by:adrian
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar