MERAYAKAN HUT PROKLAMASI RI DALAM TRADISI KATOLIK
Tanggal 17 Agustus merupakan hari bersejarah bagi
bangsa Indonesia. Pada tanggal itu, di tahun 1945, pemimpin bangsa kita,
Soekarno dan Moh. Hatta, memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Kemerdekaan itu diperuntukkan bagi rakyat
Indonesia, tanpa membedakan ras, suku, golongan, agama atau partai. Bung Karno
dan Bung Hatta, atas nama bangsa Indonesia, menyatakan bahwa rakyat Indonesia sudah terbebas dari belenggu penjajahan
bangsa asing. Dengan kemerdekaan itu, setiap rakyat Indonesia memiliki hak yang
sama di tanah air yang tercinta ini.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan momen
yang menggembirakan bagi rakyat Indonesia. Jika kita menelusuri sejarah di saat
itu, kita dapat merasakan suasana gembira di hati sanubari warga. Mereka
bersukacita menyambut proklamasi. Mereka bergembira menyongsong kemerdekaan.
Kegembiraan atas proklamasi ternyata bukan hanya
menjadi milik rakyat Indonesia zaman ’45 saja. Kegembiraan itu menjadi
kegembiraan rakyat Indonesia kini dan di masa datang. Saat ini pun rakyat
Indonesia diajak untuk bergembira dan bersukacita merayakan peringatan ulang
tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Atas kegembiraan itu, rakyat Indonesia diajak untuk menghaturkan syukur.
Semua rakyat Indonesia bergembira merayakan hari ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia.
Merayakan kegembiraan atas HUT kemerdekaan dapat dilakukan dengan
berbagai macam kegiatan. Sebagai warga Negara, orang merayakannya dengan
upacara bendera dan acara-acara lomba yang banyak digelar. Sebagai warga Gereja, orang katolik di seluruh Indonesia merayakannya dengan perayaan
ekaristi. Dalam tradisi liturgi Gereja Katolik, ulang tahun proklamasi Indonesia masuk dalam kategori Hari Raya.
Sebagai hari raya, perayaan
ekaristinya meriah. Salah satu ciri kemeriahan itu adalah adanya
tiga bacaan liturgi.
Ada empat hal yang hendak dibangun dalam diri
umat katolik dengan perayaan ekaristi itu. Pertama,
umat Katolik diajak untuk menghaturkan syukur kepada Tuhan karena
anugerah kemerdekaan yang diberikan-Nya. Bagi umat Katolik, kemerdekaan yang
didapat bangsa Indonesia bukan semata-mata perjuangan anak bangsa, melainkan
juga anugerah, rahmat dan berkat Tuhan. Hal ini senada dengan bunyi alinea ketiga
mukadimah UUD’45, “Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan didorong
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Kedua,
umat Katolik diajak untuk
mengenangkan jasa para pahlawan serta mendoakan mereka. Ini merupakan bentuk ungkapan terima kasih kepada para pejuang
kemerdekaan. Dengan mengenang dan mendoakan mereka, umat katolik menaruh rasa
hormat pada mereka. Tentu kita ingat akan kata-kata Bung Karno: “Bangsa yang
besar adalah bangsa yang selalu menghargai jasa-jasa pahlawannya.”
Ketiga, selain mendoakan para pahlawan, umat katolik berdoa juga untuk bangsa Indonesia,
seluruh rakyat Indonesia, agar terhindar dari malapetaka
dan dapat mencapai kesejahteraan serta hidup damai. Umat berdoa bukan hanya
untuk umat Katolik atau Kristen saja, melainkan untuk semua rakyat Indonesia,
tanpa melihat suku, ras, agama, golongan dan aliran ideologinya. Hal ini terlihat dalam upacara Doa Umat.
Keempat,
selain bersyukur dan berdoa,
umat Katolik diajak juga untuk merenung Sabda Tuhan. Di atas telah dikatakan bahwa ulang
tahun kemerdekaan ini dalam liturgi Katolik termasuk Hari Raya, dimana ada 3 bacaan Sabda Tuhan untuk direnungkan. Umat diajak untuk merenungkan sabda Tuhan ini
agar dapat menemukan kehendak Tuhan di sana. Hasil renungan itu melahirkan
pertanyaan: apa yang bisa aku lakukan untuk mengisi kemerdekaan ini? Dengan
kata lain, renungan mengajak umat katolik, sebagai warga Negara, untuk berperan
aktif membangun bangsa ini.
Bacaan pertama diambil dari Kitab Putra Sirakh
10: 1 – 8. Di sini sabda Tuhan lebih ditujukan kepada para pemimpin bangsa
ini, baik legislatif, yudikatif maupun eksekutif; baik tingkat pusat maupun
daerah, agar mereka menggunakan kekuasaan yang diberikan atau dipercayakan
kepada mereka dengan bijaksana. Sikap bijaksana pemimpin dalam menjalankan
kuasanya dapat berdampak positif bagi rakyat, seperti mendatangkan ketertiban,
keteraturan serta kesejahteraan. Jadi, terlihat jelas bahwa kekuasaan yang ada
pada para pemimpin bangsa ini diarahkan untuk kebaikan bersama, bukan demi
kepentingan pribadi, keluarga atau golongannya sendiri. Lewat bacaan pertama
ini Tuhan menghendaki agar para pemimpin memperhatikan kepentingan rakyatnya.
Bacaan kedua diambil dari 1Petrus 2: 13 – 17.
Berbeda dengan bacaan pertama, di sini Tuhan meminta rakyat untuk berlaku
bijaksana. Surat Petrus ini menyadarkan umat bahwa saat ini mereka adalah
orang-orang merdeka dan meminta umat untuk tidak menyalahgunakan kemerdekaan
itu. Nasehat ini dapat diterapkan juga untuk konteks kemerdekaan bangsa
Indonesia. Melalui surat Rasul Petrus ini, kita dapat mengetahui kehendak Tuhan
bagi kita, yaitu supaya kita memanfaatkan kemerdekaan kita dengan bijaksana.
Rasul Petrus merinci bentuk bijaksana dalam kemerdekaan seperti takut akan
Allah, mengasihi sesama dan menghormati pemerintahan.
Bacaan Injil dalam perayaan ekaristi HUT Kemerdekaan RI tahun ini diambil
dari Matius 22: 15 – 21. Dalam Injil
diperlihatkan jawaban bijaksana Tuhan Yesus dalam menghadapi pertanyaan
menjebak kaum Farisi dan orang-orang Herodian. “Berikanlah kepada kaisar apa
yang menjadi hak kaisar; dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah.”
Pernyataan Yesus ini dapat diterapkan untuk kehidupan kita saat ini. Setiap
warga Negara Indonesia adalah juga warga Gereja. Di sini Tuhan Yesus mengajak
umat-Nya untuk mengadakan pembedaan antara Negara dan Gereja; antara
pemerintahan dan agama. Jangan sampai urusan keagamaan ditimpakan kepada
pemerintahan Negara; atau agama dipaksakan ke pemerintahan Negara. Dengan kata
lain, Yesus mau mengajari kita untuk tidak mengagamakan Negara atau menegarakan
agama.
Dari ketiga bacaan
liturgi ini, kita dapat menarik satu kesimpulan berkaitan dengan apa yang
hendak direnungkan oleh umat katolik dalam merayakan ulang tahun proklamasi
ini. Umat diajak untuk merenung agar dapat mengetahui kehendak Tuhan baginya.
Dan itu ada dalam bacaan liturgi tadi. Jadi, kesimpulan yang dapat ditarik adalah
Tuhan menghendaki supaya umat menggunakan kemerdekaan dengan bijaksana.
Menggunakan kemerdekaan dengan bijaksana merupakan bentuk lain dari tidak
menyalahgunakan kemerdekaan itu.
Sebenarnya nasehat
Tuhan, yang terdapat dalam bacaan-bacaan liturgi ini, sudah pernah disuarakan
oleh para pemimpin bangsa ini sejak berdirinya Negara ini. Salah satunya adalah
Presiden Indonesia yang pertama. Bung Karno pernah menasehati rakyat Indonesia
bahwa proklamasi hanyalah menghantar rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan. Tugas rakyat ke depannya adalah mengisi kemerdekaan itu dengan
penuh bertanggung jawab.
Bung Karno telah
mewanti-wanti bahwa suatu saat akan ada penjajahan baru, yang ironisnya,
dilakukan oleh anak bangsa sendiri. Ini merupakan wujud penyalahgunaan
kemerdekaan, karena bukannya mensejahterakan semua orang, melainkan diri
sendiri. Akan ada orang Indonesia yang bergembira di atas penderitaan sesama
warga Indonesia. Jadi, setelah lepas dari penjajahan bangsa asing, akan ada
penjajah baru yang dilakukan oleh orang Indonesia sendiri.
Apa yang dikatakan Bung Karno ini sudah nyata di
depan mata kita saat ini. Ahmad Safii Maarif menyebut para penjajah itu dengan diistilahkan londo ireng. Ada banyak wujudnya. Koruptor
yang merajalela di negeri ini merupakan salah satu bentuknya. Koruptor adalah
orang yang bersukacita di atas penderitaan orang lain. Selain itu, ada juga
penindasan yang dilakukan oleh kaum mayoritas terhadap kaum minoritas, meski
sama-sama warga Negara yang mempunyai hak yang sama. Eksploitasi kekayaan alam yang
dilakukan oleh sekelompok orang demi kepentingan pribadi atau keluarganya.
Oleh karena itulah, dalam perayaan ekaristi ini,
Gereja Katolik mengajak umatnya untuk tidak menyalahgunakan kemerdekaannya.
Umat katolik diminta untuk menggunakan kemerdekaannya demi pemerdekaan
sesamanya. Dengan kata lain, kemerdekaan yang didapat bukan untuk dinikmati
sendiri, melainkan dibagikan kepada sesama. Dengan demikian dapatlah terwujud
cita-cita bangsa kita, yaitu kesejahteraan hidup bagi rakyat Indonesia.
Pangkalpinang, 9 Agustus 2014
by: adrian
Baca juga:
1.
Uang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar