ULANG TAHUN RAMADHAN
Namaku Ramadhan. Aku dilahirkan pada bulan puasa, mendahului adikku, Idul
Fitri. Kami dilahirkan oleh kehendak sang Agung. Aku tergolong yang kudus.
Karenanya bulan kelahiranku disebut juga suci. Aku diciptakan untuk menyucikan
manusia. Untuk tugas itulah sang Agung mengutus aku turun ke dunia.
Lihatlah letupan bunga api dari petasan atau mercon menghiasi malam di
bulan kelahiranku. Meski pemerintah sudah berkali-kali melarangnya, namun
masyarakat tetap saja tak peduli. Pedagang terus saja menjualnya, dan orang-orang tetap saja
membelinya. Habis, pengen senang sih! Masa’ orang pengen senang, dilarang. Lihatlah
anak-anak kecil berlari-lari riang sambil membawa kembang api. Mereka sungguh
senang. Sungguh gembira. Aku suka melihat raut wajah gembira mereka.
Pernah aku berjalan-jalan di toko kaset. Lantunan lagu indah terdengar. Marhaban, ya
ramadhan! Semua toko memperdengarkan lagu-lagu merdu
untuk memeriahkan ultahku dan adikku. Di setiap etalase kaca, terpajang banyak
kaset dan CD, mengundang
orang yang mau merayakan ultah kami, untuk membelinya. Mungkin sudah menjadi
syaratnya. Atau untuk dijadikan kado buat kami? Padahal aku tidak membutuhkannya,
karena aku diciptakan untuk menyucikan manusia. Sepertinya industri musik sudah
memanfaatkan ultahku.
Bukan cuma mereka. Industri pertelevisian, industri pakaian, makanan dan
lain-lain juga memanfaatkan ultahku dan adikku. Produk mereka dijadikan isyarat
atau kado untuk memeriahkan ultah kami. Umat manusia terpaksa (dipaksa atau
memaksakan diri?) membelinya. Mungkin untuk menghibur kami. Padahal aku tidak
memerlukannya, karena aku diciptakan untuk menyucikan manusia.
Hati yang suci murnilah syarat untuk datang ke pesta ultahku dan adikku.
Itulah kado yang berkenan di hati kami.
♥♥♥
“Lho, kenapa
kakak kelihatannya murung? Bukankah ini bulan puasa, ulang tahun kakak?” Tegur
adikku, saat aku duduk di sebuah taman kota. Sore menjelang magrib. “Seharusnya
kakak gembira donk seperti
anak-anak itu.”
Idul Fitri menunjuk ke sekelompok anak-anak
kecil yang asyik berkejar-kejaran di taman. Mereka kelihatan sangat gembira.
“Lihatlah mereka! Lihat tu anak-anak
muda di sana! Perhatikanlah raut wajah mereka! Tak ada satu pun yang terlihat
murung. Semuanya gembira dengan ultah kakak. Kok kontras banget dengan
wajah kakak?”
“Lho, kok?”
“Kau kan tau, aku diciptakan untuk menyucikan
manusia. Sang Agung meminta aku turun ke dunia untuk mengajak manusia bertobat,
menghindari dosa supaya mereka suci.”
“Lalu?”
“Yang aku lihat memang orang menghindari dosa, tapi membuat dosa baru. Di
bulan kelahiranku ini, dalam rangka ultahku dan menyongsong ultahmu, banyak
orang berlaku munafik. Orang hanya berpura-pura suci atau menjadi sok suci.
“Artis-artis, yang biasanya selalu mengenakan kaos model tank top yang menampilkan tonjolan payudaranya atau
pakaian yang bagian dadanya agak terbuka sehingga memperlihatkan belahan dada
dan sedikit tonjolan buah dadanya yang menggiurkan, kini ramai-ramai mengenakan
pakai sopan. Aku yakin seratus persen, setelah hari raya ultahku dan ultahmu
selesai, mereka akan kembali seperti dulu lagi. “Kesempatan ultahku banyak
dimanfaatkan para politikus untuk mengadakan manuver-manuver politik demi
kepentingan pribadi dan partainya. Tidakkah kau dengar kemarin di tivi kritikan
Samir terhadap anggota dewan yang mengadakan ultahku bersama dengan petinggi
Jamseiko. Pada saat sidang tentang masalah Jamseiko, mereka yang ikut buka
puasa bersama diam dan malah membela petinggi Jamseiko.”
“Bacalah koran-koran hari ini!” Kuserahkan koran daerah bertaraf nasional
kepada Idul Fitri. Koran itu baru kuambil dari rumah saudaraku yang lainnya.
Namanya Natal. Dia dilahirkan pada bulan Desember. Kami sama-sama berasal dari sang Agung
dan mempunyai tugas yang kurang lebih sama. Ketika aku berkunjung ke rumahnya,
Natal menyerahkan koran itu kepadaku. Ia berkomentar kalau nasibku sama dengan
nasibnya. Apa yang aku rasakan ternyata dirasakan juga oleh Natal setiap kali
ultahnya.
Segera Idul Fitri
mengambil koran tersebut dan melihat bagian yang ditunjuk kakaknya. Judul
beritanya cukup heboh: KARIMUN MENCEKAM
Peristiwa
perusakan mesin jackpot yang
bermula sekitar pukul 14.30 WIB membuat suasana kota Karimun sedikit tegang.
Amuk ini sebenarnya sudah mereda pada petang hingga usai magrib. Namun entah karena apa, sekitar pukul 22.00
hingga 23.45 WIB, massa kembali melakukan perusakan terhadap beberapa tempat
yang diduga memiliki mesin jackpot. Ratusan mesin jackpot dirusak
dengan cara dipecahkan dan dipukul-pukul mesinnya. Beberapa massa terlihat mengumpulkan
mesin-mesin jackpot di
lapangan bola Teluk Air untuk dibakar.[1]
Di bagian lain Idul Fitri melihat juga berita menarik. Dan ia membaca.
Akibat tetap membandelnya beberapa pengusaha hiburan,
tidak menghiraukan SKB Muspida dan tetap membuka usahanya selama ramadhan, wali
kota Batam mengeluarkan ancaman akan menyegel tempat hiburan yang melanggar
tersebut.[2] “Apakah mau tutup sendiri ataukah menunggu massa dulu yang
menutupnya.” [3]
Idul Fitri termenung.
"Padahal ada tertulis dalam Hadis Qudsi, hamba-hamba-Ku adalah
keluarga-Ku. Karena itu, orang yang paling Aku cintai adalah orang yang
menyayangi sesamanya dan berusaha keras dalam mengatasi kebutuhan mereka. Apa mereka tidak tahu itu?"
Idul Fitri masih tetap termenung.
“Sudah kau baca halaman tujuh belas?”
Idul Fitri mengangguk.
“Manusia menjadi sok suci. Makanya aku murung. Aku sedih. Di bulan
kelahiranku ini seharusnya orang bisa menyucikan diri, tapi malah sebaliknya.
Kesucian itu datang dan mendapat nilainya saat orang berhasil melawan dan mengalahkan
tantangan dan godaan, bukan menghindarinya. Jadi, tantangan itu harus ada.
Godaan itu mesti ada dan harus dilawan agar manusia memperoleh kesucian. Bukan
ditiadakan. Apalagi peniadaannya dengan kekerasan. Aku benci dengan tindak
kekerasan mereka untuk meniadakan godaan dengan mengatasnamakan ultahku. Kalau
godaan itu sudah tak ada lagi, apa lagi yang mau dilawan. Allah saja nggak
menghilangkan 'pohon godaan' dari taman Firdaus.”
Mereka terdiam. Beberapa anak-anak kecil mulai menghidupkan kembang apinya.
Mereka melemparnya ke atas pohon. Terlihat dua, tiga kembang api me-mancarkan
api dari atas pohon. Sebagian jatuh ke tanah dan dipungut lagi untuk
dilemparkan kembali ke atas pohon. Di pinggir jalan seorang anak
merengek-rengek pada ibunya untuk dibelikan petasan. Pedagang es
cendol sibuk melayani pembeli. Demikian pula dengan pedagang kue dan
buah-buahan.
“Aku sedih karena ternyata ultahku membawa kedukaan banyak orang. Kemarin
aku mengikuti aksi unjuk rasa para pekerja tempat hiburan, yang selama bulan
kelahiranku tempat kerjanya ditutup. Dari mana mereka dapat uang untuk hidup?”
“Tapi kak, di sini ada berita yang sedikit menghibur. Halaman lima. Biar
kubacakan. Sejak dikeluarkannya
keputusan untuk menutup tempat-tempat hiburan selama bulan ramadhan, ternyata
penghasilan para Wanita Penghibur (WP) meningkat. Sebab mereka banyak
kedatangan tamu yang haus akan hiburan. Di duga, tamu biasanya mencari hiburan
di tempat biasa, kini beralih mengunjungi lokalisasi [4] Banyak juga lho, berita-berita yang menggembirakan
dalam rangka memeriahkan ultah kakak. Pesantren kilat banyak dibuat. Orang
merayakan ultah kakak bersama kaum duafa.”
♥♥♥
Risman Tewas Dikeroyok Massa
Tangerang, Kompas
Sekelompok orang menghajar Risman (25) di rumah
kontrakannya di Jln Candra, Kampung Kelapa I, Kelurahan Panunggangan Barat,
Cibodas, Kota Tangerang, Senin (10/12) sekitar pukul 21.00. Lima jam kemudian
Risman tewas. Polisi menduga tewasnya Risman itu berhubungan dengan
pertengkaran saat korban memarahi sekelompok orang saat membangunkan warga agar
bangun untuk makan sahur.
Menurut keterangan yang dihimpun dari petugas
Polres Metro Tangerang, cekcok antara korban dengan sejumlah orang tersebut
terjadi pada Senin dini hari sekitar pukul 02.00. Saat itu diduga Risman merasa
terganggu oleh kegiatan seke-lompok orang yang membangunkan warga untuk makan
sahur. Tradisi membangunkan orang untuk bangun dan bersahur ini biasa
terjadi di setiap bulan Puasa.
Rupanya Risman merasa terganggu dan
marah-marah kepada sekelompok orang itu. Namun, keributan tidak berlanjut,
karena kelompok orang itu akhirnya memilih meninggalkan Risman.
Pada malam berikutnya, Risman didatangi oleh
sekelompok orang. Kali ini Risman dihajar mereka hingga babak belur. Risman
mengalami luka yang parah di tubuhnya. Korban akhirnya dibawa ke RSU Tangerang
untuk diobati luka-lukanya. Namun, Risman menghembuskan napasnya yang terakhir
di rumah sakit. (mul)[5]
Ramadhan melipat koran yang baru saja dibaca. Dia tak bisa melanjutkan
mencari dan membaca berita lain. Dia merasa sedih. Mereka menodai kesucian
ultahku. Mereka telah membunuh pada saat ultahku, bathinnya. Hanya demi membela
sebuah kebiasaan dan tradisi. Sebutir air mata keluar dari matanya dan mengalir
di pipinya. Pelan dan pelan. Butiran bening itu akhirnya jatuh memecah di tanah
berdebu, bercampur dengan tangis duka derita kaum kecil yang menderita di bulan
kelahirannya. Ramadhan menangis.
♥♥♥
Tanjung Pinang, 6 Desember 2001
by:
adrian
Baca
cerpen lain juga:
[1] Diringkas dariSijori Pos, 28 November 2001, hal 8
[2] Dikutip dariSijori Pos, 27 November 2001, hal. 18
[3] Ancaman ketua DPRD Batam, yang
dikutip dari Sijori Pos, 29 November
2001, hal. 17. Dalam cerpen ini, ucapan Ketua DPRD Batam itu, diletakkan pada
mulut Wali Kota Batam.
[4] Diringkas dari Sijori Pos, 29 November 2001, hal. 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar