Minggu, 01 Desember 2013

(Sharing Hidup) Keteguhan Iman di Tengah Intoleransi

INTOLERANSI DI TIMUR TENGAH BUAT IMAN PEKERJA FILIPINA SEMAKIN TEGUH
Celeste Macaldo mengatakan dia adalah seorang Katolik yang “taat” menghadiri misa setiap minggu setelah ia bekerja sebagai pengasuh di Lebanon lima tahun lalu.

“Selama lima tahun, saya ingat saya pergi ke gereja menghadiri misa hanya lima kali, dan hanya pada Malam Natal,” katanya kepada ucanews.com.

Sering kali teman-teman muslim mencoba membujuknya untuk masuk islam, tapi dia hanya meminta mereka untuk menghormati keyakinannya.

Suatu hari, ia mengatakan kepada seorang pastor karena dia merasa telah berbuat dosa dengan tidak menghadiri misa. “Yesus akan memahami situasi Anda,” kata imam itu.

Ronald Telen, yang bekerja di Kuwait, mengatakan dia “beruntung” karena ia bisa mempraktekkan imannya di depan umum.

“[Kuwait] lebih toleran dibandingkan negara-negara Timur Tengah lainnya karena negara itu menghormati agama lain,” katanya, serayakan menambahkan bahwa ada tiga gereja Katolik di Kota Kuwait.

Namun, para pekerja Filipina lainnya di Timur Tengah tidak beruntung. Mereka harus berdoa secara sembunyi-sembunyi di rumah atau di tempat kerja mereka.

John Leonard Monterona, dari kelompok Migrante di Arab Saudi, sepakat bahwa tantangan bagi warga Filipina, yang kebanyakan beragama Katolik dalam mempraktekkan iman mereka di negara-negara Muslim.

Angka resmi pemerintah mengatakan sekitar 12 juta warga Filipina bekerja di luar negeri, 1,4 juta di antaranya di Arab Saudi.

“Kami harus menyesuaikan banyak hal,” kata Monterona, seraya menambahkan bahwa banyak orang Filipina mengakui bahwa mereka harus banyak berjuang karena gagal mempraktekkan agama mereka secara terbuka.

Dia mengakui bahwa misa secara sembunyi-sembunyi berlangsung di banyak bagian Arab Saudi, tapi “itu sangat berisiko.”

Orang Kristen yang ditemukan menghadiri pelayanan (Misa) di luar kedutaan atau konsulat akan ditangkap dan menghadapi hukuman berat.

“Budaya negara lain dan bahkan agama tidak bisa mengubah iman orang Filipina,” kata Monterona, seraya menambahkan bahwa banyak umat Katolik Filipina masih setia “dalam pikiran dan perbuatan sesuai agama mereka.”

Beberapa pekerja memperkuat iman mereka melalui internet. “Mengikuti misa hari Minggu secara langsung melalui web yang banyak membantu mereka,” kata Monterona.

Monsignor Ben Sabillo dari Leyte mengatakan misa online “lebih baik daripada tidak sama sekali” meskipun tidak lengkap karena seseorang tidak dapat menerima komuni.

Warga lainnya merasa nyaman dalam membaca doa atau homili secara online. “Sama seperti pekerja Filipina lain di sini, saya tidak pernah membiarkan hari Minggu berlalu tanpa membaca refleksi yang ditulis oleh Pastor Jerry Orbos,” kata Monterona.

“Setelah membaca refleksi Pastor Orbos, Anda merasa tercerahkan.”

Pastor Orbos adalah misionaris SVD yang menerbitkan homili-homili dan refleksinya secara online dari Manila.

Selama Pekan Suci, sekitar 250.000 umat Katolik Filipina, banyak dari mereka bekerja di luar negeri, mengunjungi situs “Visita Iglesia” dari Konferensi Waligereja Filipina.

Situs ini menampilkan fitur-fitur seperti katekese Prapaskah, Jalan Salib, bacaan kisah Sengsara Yesus Kristus dan pesan Prapaskah Paus Fransiskus.

Para pemimpin Gereja Katolik Filipina telah menyatakan Katolik Filipina di luar negeri sebagai “misionaris era modern” dan mendesak mereka untuk menjadi saksi dari iman mereka.

Warga Filipina pergi ke luar negeri lebih diperhatikan Gereja daripada para pejabat pemerintah Filipina untuk melindungi dan membantu mereka.

Garry Martinez, juru bicara kelompok Gereja dan Solidaritas Pekerja, mengatakan sebagian besar pekerja Filipina jika menghadapi kesulitan lebih suka mencari bantuan dari Gereja karena mereka tidak dapat bergantung pada perwakilan resmi dari pemerintah.

Warga Filipina bekerja di 214 negara dan mereka mengirim uang setiap tahun ke negara mereka sekitar US$ 18 miliar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar