Negara Indonesia adalah bukan negara berdasarkan agama
tertentu. Negara ini merupakan negara hukum. Sebagai negara hukum, semua warga negara
memiliki status yang sama di hadapan hukum. Tidak ada perlakuan istimewa.
Fenomena yang marak terjadi pasca Orde Baru ini adalah begitu
sulitnya kaum minoritas untuk mendirikan rumah ibadah. Malahan, ada yang sudah
dibangun dipaksa untuk dibongkar. Anehnya, di balik tindakan penolakan dan
pembongkaran ini ada sekelompok ormas islam. Mereka, mendasarkan pada agamanya,
melakukan tindakan-tindakan yang melawan hukum, seakan merekalah hukumnya.
Akan tetapi, penelitian Komnas HAM sungguh sangat
mengejutkan. Wakil Ketua I Komnas HAM Imdadun Rahmat, kepada Tempo, Selasa, 9 April 2013,
mengatakan, "Perlu kalian ketahui, 85 persen rumah ibadah di Indonesia itu
tak berizin. Mayoritas adalah masjid dan musala. Kalau pakai IMB sebagai acuan,
siapin saja buldozer yang banyak."[1]
Imdadun mengatakan, kebanyakan rumah ibadah dibangun tanpa
IMB karena mengacu pada kebutuhan umat beragama di wilayah terkait. Jika dirasa
perlu ada rumah ibadah sesegera mungkin, rumah ibadah itu langsung dibangun. Jika
mengacu pada Surat Keterangan Bersama Tiga Menteri (Agama, Dalam Negeri, dan
Hukum-HAM), rumah ibadah tanpa IMB bisa dipertahankan, asal memang diperlukan
umat beragama di daerah tersebut.
Kiranya pernyataan dari Komnas HAM ini dapat menjadi bahan
refleksi bagi ormas-ormas islam yang begitu getol menolak atau bahkan merusak
rumah ibadah orang lain. Perlu disadari bahwa tindakan mereka sebenarnya bukan
semata berdasarkan hukum (karena rumah ibadah itu tidak punya IMB), melainkan
karena sikap benci dan tidak suka. Kita bisa lihat kasus perusakan rumah ibadah
Ahmadiyah dan Syiah. Jadi, bukan hanya gereja saja yang dirusak, melainkan juga
mesjid milik kaum Ahmadiyah dan kaum Syiah. Hal ini dilatarbelakangi
ketidaksukaan dan kebencian kelompok-kelompok islam ini. Dan anehnya, kenapa
sama sekali tidak ada tanggapan dari institusi islam tertinggi di negara ini.
Seharusnya ormas-ormas islam ini tahu diri dan malu karena
ternyata ada banyak mesjid dan mushola yang tidak mengikuti aturan yang ada. Mereka
menekan pembangunan rumah ibadah kaum minoritas dengan menggunakan produk hukum,
sudah seharusnya dengan dasar yang sama juga mereka terapan kepada mesjid dan
mushola itu. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Tak ada tanggapan terhadap terhadap mesjid dan mushola yang tak punya IMB.
Sebagai negara hukum, kaum minoritas mempunyai hak yang sama
dengan warga lainnya. Kaum minoritas tidak mengharapkan perlakuan istimewa,
tetapi perlakuan yang sama di muka hukum. Ada banyak gereja yang mau dibangun
selalu menemui hambatan. Yang menjadi persoalan bukan pada aturan, karena
mereka selalu berusaha mengikutinya, melainkan pada niat busuk segelintir
orang. Dan lagi-lagi, di belakang segelintir orang ini ada kelompok yang
berdasarkan agama. Mereka ini selalu mempersulit pengeluaran izin membangun
gereja.
Apakah ke depan negara ini akan lebih baik lagi? Semua itu
bergantung pada kesadaran ormas-ormas islam dalam menyikapi pernyataan Komnas
HAM. Jika mereka sadar dan tahu diri, maka masalah pembangunan rumah ibadah ini sepenuhnya menjadi urusan penegak hukum.
Selain itu, ketegasan negara serta institusi tertinggi islam sangat dibutuhkan. Yang terjadi selama ini adalah pembiaran yang dilakukan oleh kedua lembaga ini. Mungkin orang mengatakan bahwa masalah ini merupakan urusan negara, bukan agama. Namun perlu didasari bahwa ormas-ormas itu menggunakan dasar agama dalam melakukan tindakan. Bukankah ini merusak citra islam. Dan jika merusak citra islam, apakah ini bukan lagi menjadi urusannya? Atau sama sekali tidak merasa rusak karena sudah berdasarkan ajaran agama?
Selain itu, ketegasan negara serta institusi tertinggi islam sangat dibutuhkan. Yang terjadi selama ini adalah pembiaran yang dilakukan oleh kedua lembaga ini. Mungkin orang mengatakan bahwa masalah ini merupakan urusan negara, bukan agama. Namun perlu didasari bahwa ormas-ormas itu menggunakan dasar agama dalam melakukan tindakan. Bukankah ini merusak citra islam. Dan jika merusak citra islam, apakah ini bukan lagi menjadi urusannya? Atau sama sekali tidak merasa rusak karena sudah berdasarkan ajaran agama?
Jakarta, 20 Juni 2014
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar