MEWARTAKAN KRISTUS YANG TERSALIB
Pengantar: Artikel berikut ini adalah terjemahan bebas dari
kesaksian seorang Katolik eks-Islam dan eks-Protestan bernama Daniel Ali. Bersama
dengan seorang Katolik lainnya bernama Robert Spencer, ia menulis sebuah buku
berjudul “Inside Islam: A Guide for Catholics”
yang diterbitkan di Amerika Serikat. Buku ini diberi kata pengantar oleh Pater
Mitch Pacwa, SJ, seorang imam terkenal di Amerika Serikat. Selamat membaca
kisah dan kesaksian hidup Daniel Ali!
Mewartakan
Kristus Yang Tersalib
oleh Daniel
Ali
Pada tahun 1959, saya lahir di dalam sebuah keluarga Islam, di
Kurdistan, Irak Utara. Saya adalah anak kelima dari sebuah keluarga besar.
Kebudayaan Arab dan Agama Islam adalah pengaruh-pengaruh yang dominan di dalam
bangsa Kurdi. Saya memulai pelajaran resmi mengenai Arabia pada usia 12 tahun. Seiring waktu pada saat saya berusia 16 tahun, saya menulis puisi dalam Bahasa Arab,
beberapa di antaranya diterbitkan di awal 1976.
Aktivitas
politik saya dalam Oposisi Kurdi melawan Saddam Hussein mengisi sebagian besar
kehidupan dewasa saya di Irak. Saddam Hussein, dalam salah satu dari banyak
serangannya kepada Bangsa Kurdi, memindahkan dengan paksa populasi besar Kurdi
dari kampung halaman mereka, menyingkirkan mereka ke bagian lain dari negeri
[Irak], untuk mengambil alih dan mengamankan kontrolnya atas lapangan-lapangan
minyak orang Kurdi. Hal ini mulai pada tahun 1975,
usaha aktif saya untuk membebaskan bangsa Kurdi dan untuk menyatukan mereka
secara politik. Karena hal ini, saya dipenjara dan disiksa beberapa kali di
tangan Saddam Hussein. Penyiksaan ini saya pandang sebagai “keberuntungan”
ketika tentara Saddam menginvasi Kurdistan dan menghilangkan banyak nyawa
pejuang Kurdi. Beberapa kali Allah menyelamatkan saya dari kematian; oleh
keputusan hakim, oleh hujan bom kimia di atas kaum Kurdi, oleh hampir tenggelam
dan oleh luka penyiksaan serius. Bagaimanapun juga, saya kala itu tidak
mengakui bahwa itu semua adalah campur tangan Allah. Saya melanjutkan
perjuangan pembebasan saya, seringkali menghabiskan beberapa waktu di
pegunungan, menderita kedinginan dan kelaparan, ketakutan dan kaum saya
diabaikan oleh negara-negara di dunia. Pada tahun 1988,
saya melihat banyak teman-teman saya tercinta meninggal dalam horornya serangan
kimia di atas kota Halabja. Saya mulai memahami kelemahan manusia dalam dosanya
dan keputusasaan dalam hidup tanpa campur tangan dan perlindungan Allah.
Sejak tahap awal kehidupan saya,
saya tertarik dengan cara hidup orang Kristen terutama karena kenangan pertama
saya akan tetangga Kristen kami. Banyak dari mereka adalah contoh yang indah
akan adanya kasih Kristus. Mengingat mereka membuat saya menyadari bahwa Allah
memanggil saya kepada-Nya, bahkan sejak masa kecil saya. Suatu hari, seorang
Kristen Armenia berkesempatan untuk memberikan saya sebuah buku mengenai
martir-martir Gereja Perdana. Saya membacanya dan terinspirasi untuk hidup dan
meninggal bagi kebebasan kaum saya, Kurdi. Saya punya keinginan besar untuk
membaca selama masa mudaku, dan saya banyak membaca buku teologi, filsafat dan
sejarah. Saya menjadi fasih berbahasa Inggris, membaca karya Voltaire, Hegel,
Dickens, dan beberapa nama lainnya. Akhirnya saya melanjutkan mempelajari
orang-orang besar dari iman Kristen dengan rajin, St Thomas Aquinas di
antaranya. Dengan penyelidikan yang konsisten dan perbandingan teologi Islam
dan Kristen, saya mengakui kebenaran agama Kristen pada awal 1982. Tapi hal ini masih merupakan sebuah pengakuan
intelektual saja. Saya mengakui Yesus adalah Mesias, tetapi saya tidak mengenal
Dia secara pribadi.
Setelah Perang Teluk Pertama, saya menikahi Sara, seorang Kristen Amerika. Saya memberitahu dia bahwa saya percaya Yesus adalah Mesias, tetapi mengingatkan dia supaya dia tidak mencoba untuk mengonversi (mempertobatkan) saya ke dalam agamanya. Saya melakukan hal ini meskipun kenyataan bahwa saya mengakui percaya bahwa Yesus adalah Allah. Muslim memahami istilah-istilah ini sungguh berbeda dari Kristen. Dia (Sara, red) tahu bahwa hal ini adalah sebuah kesepakatan besar, dan selama dua tahun berikutnya, kami menahan semua badai dari pernikahan antar-agama dan antar-budaya. Meskipun ada banyak perdebatan dan ketidaksepakatan pahit, saya perlahan-lahan melihat bahwa Sara terus-menerus mengampuni saya, mencintai saya dan menghendaki saya lebih dari dirinya sendiri. Tanpa sepengetahuan dirinya, ia menjadi kesaksian hidup nyata dari pribadi Kristus dalam perjuangan pernikahan kami. Akhirnya, saya mulai bangun di malam hari untuk diam-diam membaca Perjanjian Baru. Saya datang semakin dekat kepada Tuhan. Saya diam-diam bertemu dengan-Nya dalam firman-Nya yang kudus, Kitab Suci.
Kami tiba di
Amerika Serikat, awal tahun 1993, dan
melanjutkan sebuah bisnis kecil Sara yang beroperasi pada waktu itu. Saya telah mempelajari teologi
Kristen dan Islam selama sebagian besar dari hidup saya. Hal ini membawa saya
dalam sebuah perjalanan yang membimbing saya akhirnya kepada Yesus Kristus,
yang saya akui sebagai Mesias secara intelektual. Tetapi, bahkan pada titik ini dalam hidup saya,
saya tidak membuat komitmen final akan
pembaptisan. Suatu hari, saya didekati oleh dokter gigi saya, Dokter Blevins,
yang berdoa bersama saya, dan akhirnya membawa saya kepada iman akan Kristus,
selama musim panas 1995. Saya dibaptis ke
dalam Tubuh Kristus pada tanggal 17 September 1995. Semuanya berubah. Saya mulai secara langsung
memberitahu teman-teman Muslim saya mengapa saya berpindah, dan saya membuat efforts besar untuk menginjili mereka.
Saya mempelajari Kitab Suci sampai saya dapat mengutip bab dan ayat, dan mulai
bersaksi kepada setiap orang yang dapat mendengarkan. Banyak yang mendengarkan
dan pindah dengan penuh antusiasme akan Yesus dan Kitab Suci. Saya tahu bahwa
saya sekarang telah melakukan apa yang dibutuhkan oleh seluruh bangsa saya, dan
tentu untuk semua kaum Muslim dan dunia yang belum terjangkau. Saya memiliki
Kitab Suci dan tidak ada yang dapat menahan saya dari membagikannya.
Selama
tahun-tahun berikutnya, saya membaca selama berjam-jam setiap hari, bersaksi
kepada ratusan pelanggan saat bekerja dan menemukan bahwa saya memiliki karunia
untuk membawa orang-orang kepada iman akan Kristus atau untuk membawa mereka
sekali lagi aktif dalam iman mereka. Dalam bisnis kecil saya, di lingkungan
kami, di antara para pendatang dan sahabat-sahabat, saya tidak menemukan apapun
yang layak untuk dibicarakan lagi selain Yesus Kristus. Sekarang hal ini sudah
8 tahun; selama masa itu, Tuhan telah menggunakan kesaksian saya untuk
memenangkan banyak orang kepada Diri-Nya sendiri, beberapa dari mereka adalah
Muslim, beberapa dari mereka adalah murtadin, dan beberapa dari mereka adalah
atheis. “Sebab barangsiapa malu karena
Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan
berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak
dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Mrk
8:38).
Segera
sesudah pembaptisan saya, Sara dan saya memulai sebuah studi Kitab Suci rumahan
bagi siapapun, dari berbagai denominasi yang ingin datang. Kepada Studi Kitab
Suci ini, datanglah seorang anak tetangga berusia 9
tahun, Joe Sobran, yang membaca pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban dari Katekismus Baltimore (salah satu
Katekismus Gereja Katolik lokal tertua yang dikeluarkan Konferensi Para Uskup
AS) miliknya. Sara dan saya terkejut akan pertanyaan-pertanyaan unik dan hal
itu dijawab dengan jawaban sederhana dan mendalam di belakang setiap bab. Si
Joe kecil tidak menyerah, dan bertanya mengapa kami tidak menjadi Katolik. Dia
menanam benih setiap kali ia berbicara kepada kami mengenai iman.
Suatu malam,
Sara dan saya menonton televisi dan terjadilah di EWTN tepat pada momen
Konsekrasi di mana imam mengangkat Hosti. Kami terkagum-kagum oleh penghormatan
yang sederhana dan indah ini bagi Yesus. Lalu imam mengangkat Piala dalam
keindahan hiasannya. Vestmentum (jubah) imam memiliki sebuah keindahan yang
menunjukkan bahwa hanya hal terbaik yang kita tawarkan yang layak untuk Allah.
Sara dan saya mulai memahami keindahan dalam Gereja Katolik hadir di sana
karena Gereja Katolik-lah Rumah Allah yang sejati.
Dalam tahun 1996, Sara dan saya diperkenalkan kepada teolog
Katolik, Pater (Romo, red) William G. Most, yang mengajarkan kami teologi
Katolik. Dia dengan murah hati memberikan setiap hari Minggu selama satu
setengah tahun untuk membawa kedua fundamentalis ini bergabung dengan Gereja
Katolik. Kami diterima dalam Gereja Katolik, tanggal 13
Juli 1998 pada sebuah Misa khusus.
Sebelum
Pater Most meninggal, pada Januari 1999, dia dan saya berdiskusi mengenai
pembentukan sebuah forum di mana Kristen dan Muslim dapat berdialog. Pater Most
adalah dorongan besar dalam pendirian Forum Kristen-Islam, juga dalam setiap
cara hidupnya selama bulan-bulan terakhirnya. Adalah suatu berkat kekal yang
dimiliki saat berada di pangkuannya untuk belajar iman Katolik.
Setelah
kematian Pater Most, saya membawa misi untuk menjangkau kaum Muslim dalam hidup
saya. Awal tahun 2001, setelah pulang dari perziarahan ke Roma, bersama dengan
beberapa teman, saya memulai berkarya dalam kerangka hukum untuk berdirinya
Forum Kristen-Islam non-profit. Pada tanggal 13 Agustus 2001, Forum
Kristen-Islam secara resmi berdiri.
Pertemuan
Pengenalan paling pertama dari organisasi baru kami akan diselenggarakan pada
Gereja Katolik Roh Kudus di Annandale, Virginia (AS), pada tanggal 11 September
2001. Pertemuan ini dibatalkan karena serangan teroris (Penyerangan terhadap
WTC dan Pentagon) melawan negara kami. Kesimpulan yang Sara dan saya ambil dari
peristiwa mengerikan ini adalah Allah sedang memberitahu semua orang inilah
saatnya untuk memberi perhatian kepada Muslim. Baik mereka sedang secara
agresif “menginjili” Barat melalui berbagai bentuk jihad mereka atau kita
sedang menginjili mereka dengan Kabar Baik dari Yesus Kristus. Saya telah dipanggil
untuk berbicara beberapa kali selama beberapa bulan terakhir sejak tragedi
tersebut. Pembicaraan-pembicaraan ini membahas mengenai realita-realita Islam,
strategi-strategi mereka mengonversi kita ke Islam, dan apa yang dapat
kita lakukan untuk didengar dan diterima oleh mereka dengan sukses. Umat
Kristen Protestan tergantung pada Kitab Suci untuk menginjili Muslim. Strategi
ini secara luas tidaklah berhasil karena Muslim menganggap Kitab Suci sudah
dikorup dan dipalsukan oleh Kristen dan Yahudi. Kami sedang mengembangkan
sebuah metode untuk mendekati Muslim dengan hanya menggunakan sumber-sumber
mereka, Al-Quran, Tradisi-tradisi Muhammad, dll. Semua dari kita di Barat,
harus belajar sekarang, dan mempelajari untuk terlibat dalam sebuah agama dan dalam
sebuah kebudayaan yang sepenuhnya asing terhadap kebudayaan Yudeo-Kristen.
Semoga Allah membimbing dan menguatkan kita unutk tugas ini melalui daya Roh
Kudus dan rahmat dari Putera-Nya, Tuhan kita Yesus Kristus.
Menghasilkan
satu orang yang pindah ke Katolik (one
member gets one member) – tentunya ini bukanlah cara untuk membuat Gereja
tumbuh. Kita perlu menyusun program-program paroki di mana umat-umat kita
dibantu untuk melaksanakan peran mereka masing-masing. Dalam hal ini, Imam
harus mengambil inisiatif. Kita perlu secara khusus membantu umat kita
mengatasi sifat ragu-ragu dan keengganan mereka dalam berbicara mengenai
Katolisisme. Kelas-kelas apologetika akan menanamkan kepercayaan diri sehingga
ketika seorang non-Katolik memunculkan sebuah keberatan terhadap Gereja, setiap
orang Katolik memiliki pengetahuan-pengetahuan penting untuk mengatasi
kesalahpahaman-kesalahpahaman yang ada.
Lebih jauh,
ada informasi yang cukup untuk dipublikasikan kepada mereka yang tertarik dalam
evangelisasi di level paroki, komunitas, atau keuskupan. Imam sebagai wakil
hierarki dapat menyediakan pelatihan terutama dengan membentuk
kelompok-kelompok kecil yang berbicara mengenai masalah, menetapkan tujuan dan
sasaran, dan menetapkan tugas-tugas. Mereka tidak harus memiliki kemampuan
spesial. Forum-forum kelompok harus diatur sedemikian rupa dilengkapi dengan
pengajar-pengajar berkualitas yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari
peserta forum. Program RCIA (Roman Catholic Initiation for Adult atau
lebih dikenal di Indonesia sebagai Program Katekumen Dewasa) terutama harus
berfokus pada pengajaran Gereja dan dasar-dasar dari keyakinan tersebut.
Meskipun
program pelatihan awam terlihat sulit untuk disesuaikan dengan jadwal imam yang
padat, imam akan merasa hal ini merupakan suatu pengorbanan yang sungguh layak.
Imam akan menemukan partner yang ia butuhkan untuk melakukan karya dan pada
saat yang sama menolong umat paroki untuk tumbuh. Pengalaman selama ini
menunjukkan bahwa di mana umat Katolik terlibat dalam usaha membawa orang lain
kepada Kristus, mereka sendiri ditarik lebih dekat kepada Kristus. Misa, doa,
dan sakramen-sakramen – semua ini memiliki lebih banyak makna bagi mereka
ketika mereka sadar menjadi rekan kerja Kristus.
Kaum awam
memiliki peran spesial yang tidak dapat dilakukan oleh kaum tertahbis. Adalah
tugas para orang tua, sebagai contoh, untuk mengajarkan anak-anak mereka
mengenai Allah dan melatih mereka dalam moralitas Kristen; hal ini tidak dapat
diserahkan kepada sekolah atau entitas lainnya. Adalah tugas awam Katolik untuk
mewujudkan Kristus kepada keluarga mereka, teman-teman, tetangga, rekan kerja
dan singkatnya, kepada setiap orang yang mereka kenal. Mereka (orang yang kita
kenal tersebut) memiliki kewajiban dan hak untuk sebuah partisipasi yang
bertanggung jawab dengan tujuan untuk berkembang sepenuhnya sebagai seorang
Kristen. Pelajaran Agama saja tidak akan mewujudkannya. Hanya partisipasi
bertanggung jawab membuat orang Katolik menjadi dewasa dalam iman dan spiritual
dan kurangnya partisipasi yang bertanggung jawab ini membuat banyak umat
Katolik sekarang ini belum dewasa secara iman dan spiritual. Hal ini
menjelaskan ketidakmampuan dari begitu banyak umat Katolik untuk bertahan
menghadapi pengaruh-pengaruh iblis di sekitar mereka.
Panggilan
khusus kaum tertahbis adalah karya pastoral; kaum awam sederhananya penolong
imam dalam area ini. Panggilan khusus kaum awam dalam karya Gereja adalah karya
apostolik; hal ini mereka miliki dari Allah karena mereka adalah awam,
masing-masing seturut kemampuan mereka. Mereka juga adalah (k)ristus, diutus
untuk mengenalkan Kristus di seluruh dunia. Mereka harus membawa Kristus ke
mana pun mereka pergi dan siap untuk mengenalkan Kristus kepada semua yang
mereka temui.
Kita seharusnya tidak mengharapkan seseorang untuk melakukan karya sebagai imam tanpa pembinaan-pembinaan penting. Demikian juga, kita
tidak dapat mengharapkan
seseorang untuk melakukan karya-karya seorang penginjil (evangelis) tanpa
adanya pembinaan yang layak.
Pax et
Bonum
Baca juga sharing
lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar