Jumat, 26 November 2021

TELAAH ATAS SURAH AL-ARAF AYAT 157

 


 (Yaitu) orang-orang yang mengikuti rasul, nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka. (QS 7: 157)

Publik sudah tahu kalau Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam. Ia dijadikan salah satu sumber iman dan peri kehidupan umat islam, selain hadis. Hal ini disebabkan karena Al-Qur’an diyakini berasal dari Allah secara langsung. Artinya, Allah langsung berbicara kepada Muhammad, yang kemudian meminta pengikutnya untuk menuliskannya. Karena itu, umat islam yakin dan percaya apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an merupakan kata-kata Allah, sehingga Al-Qur’an dikenal juga sebagai wahyu Allah. Penghinaan terhadap Al-Qur’an berarti juga penghinaan terhadap Allah. Dan ini dilihat sebagai bentuk serangan terhadap Allah. Umat islam diwajibkan untuk membela Allah yang mahakuat bila diri-Nya diserang. Allah telah memberi hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah, yaitu dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang (QS al-Maidah: 33).

Secara umum dapat dikatakan bahwa kitab suci umat islam itu terdiri dari 114 surah. Ada perbedaan dalam memaknai kata “surah” ini, bahkan di kalangan islam sendiri. Ada yang menilainya sebagai “bab’, ada pula yang menganggapnya sebagai “kitab”. Ke-114 surah tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, berdasarkan turunnya wahyu Allah. Yang pertama adalah kelompok makkiyyah (surah makkiyyah), surah-surah yang berisi wahyu Allah yang turun saat Muhammad masih berada di Mekkah. Yang kedua adalah surah madaniyyah, surah-surah yang berisi wahyu Allah yang turun saat Muhammad berada di Madinah.

Berangkat dari premis-premis di atas, dapatlah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan perkataan Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad saat ia berada di Mekkah. Memang, kutipan kalimat di atas tidak utuh dikutip. Ayat 157 yang dikutip sebenarnya terdiri dari 2 kalimat. Yang dikutip di atas adalah bagian awal dari kalimat pertama. Berhubung sudah ditegaskan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang jelas, maka apa yang tertulis di atas juga sudah terang benderang. Semua umat islam, apapun aliran dan ideologinya, sama-sama menafsirkan kalimat di atas bahwa nama Muhammad sudah tertulis dalam Taurat dan Injil. Atau dengan kata lain, kitab suci orang Yahudi dan Kristen sudah diramalkan akan kedatangan seorang nabi yang bernama Muhammad. Ada kesan, islam mau mengikuti jejak orang Kristen, dimana kedatangan Yesus sudah diramalkan dalam Perjanjian Lama.

Kajian atas wahyu Allah ini tidak sebatas pada tafsiran tersebut. Pertama-tama perlu dilihat kutipan kalimat secara utuh. Jika melihat secara utuh, maka haruslah dikatakan bahwa kutipan ayat di atas tidak semuanya merupakan kata-kata Allah. Kata-kata yang berada di dalam tanda kurung adalah tambahan kemudian, yang bukan berasal dari Allah, tetapi dari manusia. Hal ini bisa dibuktikan jika dibuatkan perbandingan dengan sumber Al-Qur’an lainnya. Ada banyak perbedaan redaksi tambahan. Jika itu dari Allah, bagaimana mungkin bisa berbeda-beda. Karena itulah, harus dikatakan, kata-kata yang berada di dalam tanda kurung adalah tambahan dari manusia.

Kutipan ayat di atas didasarkan pada Al-Qur’an Kemenag. Ada 3 tanda kurung, dan perlu dikaji satu per satu. Pertama, (Yaitu). Dari ilmu bahasa, kata “yaitu” masuk kategori kata hubung (konjungsi), yang berfungsi menghubungkan atau menggabungkan klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, paragraf dengan paragraf, sehingga pembaca dapat memahami maksud tulisan. Jika kata hubung dihilangkan maka ada resiko pembaca menjadi bingung dan ada kemungkinan juga kalimat menjadi punya banyak makna. Kata hubung bisa ditempatkan di tengah kalimat, dan bisa juga di awal kalimat (seperti kutipan ayat di atas).

Jadi, kata “yaitu” dalam tanda kurung pada awal ayat 157, hendak menunjukkan bahwa ayat 157 berhubungan dengan ayat 156. Dengan perkataan lain, kata ini menggabungkan ayat 156 dan ayat 157. Akan tetapi, benarkah kata “yaitu” benar-benar menghubungkan atau menggabungkan ayat 156 dan ayat 157? Secara kasat mata, terlihat jelas bahwa kata “yaitu” tidak menghubungkan kedua ayat tersebut. Ayat 156 diakhiri dengan kutipan perkataan Allah (ini dilihat dengan tanda titik dan ditutup dengan tanda petik). Jika kata “yaitu” benar-benar mau menggabungkan, maka seharusnya kalimat dalam ayat 157 juga harus ada dalam tanda petik, yang mau menunjukkan itu merupakan perkataan Allah. Namun, ini pun harus diandaikan kalimat ayat 156 tidak ditutup dengan tanda petik, sehingga sungguh terlihat menyambung. Karena itu, bisa dikatakan penempatan kata “yaitu” adalah salah. Seharusnya ayat 157 tidak disusupi dengan kata hubung ini, sehingga dengan demikian wahyu Allah ini berdiri sendiri.

Kedua, (tidak bisa baca tulis). Apa yang tertulis dalam tanda kurung ini hanya sebatas menjelaskan makna dari kata ummi. Kata ini hendak menjelaskan sosok nabi yang dibicarakan. Nabi itu tidak bisa baca tulis. Dan nabi itu dikenal sebagai Muhammad. Jadi, bisa dikatakan Muhammad tidak bisa baca tulis. Benarkah Muhammad tidak bisa baca tulis? Orang yang membaca Al-Qur’an tentu akan mengatakan bahwa Muhammad bisa baca tulis. Ada banyak ayat Al-Qur’an, yang merupakan wahyu Allah, yang bisa ditafsirkan bahwa Muhammad bisa membaca. Jika Muhammad dikatakan tidak bisa membaca, maka haruslah dikatakan bahwa Allah telah berbohong.

Ketiga, (namanya). Kata dalam tanda kurung ini hendak menegaskan sosok nabi yang ummi tadi. Pada awal kalimat tidak disebutkan nama. Allah hanya sebatas menggunakan istilah rasul dan nabi. Tentulah orang akan bertanya siapa sih rasul dan nabi itu? Sampai membaca wahyu Allah secara utuh (ayat 157) tetap saja tidak ada satu nama yang muncul. Jika memang Al-Qur’an sunggung kitab yang jelas atau keterangan yang jelas, kenapa Allah tidak langsung menyubut nama Muhammad dalam wahyu-Nya. karena ketidak-jelasan inilah, akhirnya ada manusia di kemudian hari menambah kata “namanya” dalam tanda kurung dalam wahyu Allah ini. Dan publik islam menafsirkan nama itu dengan Muhammad.

Kajian berikut adalah soal tafsiran. Sebagaimana sudah dikatakan di atas, umat islam menafsirkan kalimat di atas bahwa nama Muhammad sudah tertulis dalam Taurat dan Injil. Ada 2 kesan yang muncul dari penafsiran seperti ini. Pertama, sepertinya Allah ingin mengikuti metode kitab suci orang Kristen, dimana kedatangan Yesus sudah diramalkan dalam kitab-kitab para nabi dari Perjanjian Lama. Bagi umat nasrani, kedatangan Yesus sudah diramalkan, bahkan sejak kitab pertama Perjanjian Lama, yakni Kejadian, yang termasuk kitab Taurat Musa. Beberapa nabi juga sudah meramalkan akan munculnya sosok, yang kemudian ditafsirkan sebagai Yesus, dalam kitab mereka. Ada Yesaya, Mikha, Yeremia, dll. Nah, kesannya Allah SWT juga mau meniru cara pendekatan seperti ini, maka lahirlah wahyu seperti kutipan di atas. Kedua, sepertinya umat islam tidak percaya diri hanya dengan wahyu Allah yang menyatakan Muhammad sebagai nabi, bahkan nabi penutup. Masih harus dibutuhkan dukungan lain untuk menegaskan kenabian Muhammad. Maka “diciptakanlah” wahyu seperti kutipan di atas, sehingga umat islam yakin benar bahwa Muhammad memang benar-benar nabi.

Pertanyaan mendasar terkait wahyu Allah ini adalah benarkah nama Muhammad sudah tertulis dalam Taurat dan Injil. Sungguhkah kitab Taurat dan Injil meramalkan kedatangan Muhammad? Sungguh jauh panggang dari api. Pertama-tama, kitab Taurat hanya diperuntukkan buat warga Yahudi atau bangsa Israel. Muhammad bukanlah orang Yahudi. Karena itu, sama sekali tidak ada namanya di dalam kitab Taurat. Demikian pula Injil. Dicari sampai matahari terbit di ufuk barat pun tak akan ditemui pernyataan, baik tersurat maupun tersirat, bahwa Muhammad sudah dijanjikan oleh Allah-nya orang Yahudi dan Kristen. Tidak ada nama Muhammad dalam kitab Taurat dan Injil. Karena itu, patutlah dikatakan bahwa wahyu Allah di atas hanyalah isapan jempol belaka, alias kebohongan semata.

Mungkin wahyu inilah yang kemudian membuat orang Yahudi dan Nasrani pada waktu itu, yang ada di Mekkah, menilai Muhammad sebagai pendusta atau pembohong (QS Hud: 27). Ini juga yang kemudian membuat orang Yahudi dan Nasrani yang ada di Mekkah waktu itu menilai Al-Qur’an hanyalah rekayasa Muhammad (QS al-Anbiya: 5), sehingga mereka akhirnya menyimpulkan Al-Qur’an adalah kebohongan Muhammad (QS Saba: 43). Dengan dasar inilah orang Yahudi dan Nasrani akhirnya menolak kenabian Muhammad. Mungkin karena ini, Allah akhirnya menurunkan wahyu bahwa Taurat dan Injil yang ada saat itu sudah dipalsukan. Mereka telah mengubah kitab Taurat dan Injil (QS al-Maidah: 41; QS al-Baqarah: 75). Artinya, orang Yahudi dan Kristen telah mengubah atau menghapus kata “Muhammad” dari kitab Taurat dan Injil.

Karena itu, dapat dimaklumi ketika ada penemuan “injil Barnabas”, dimana di dalamnya tercantum nama Muhammad, umat islam menyambut gembira. Ada yang langsung menegaskan kebenaran injil tersebut. Ada juga yang menegaskan kebenaran Al-Qur’an yang telah memvonis Taurat dan Injil telah diubah. Mereka lupa, kalau injil itu dibaca dengan benar, maka akan ditemui pertentangannya dengan Al-Qur’an. Ada banyak pertentangan di dalamnya, yang mengandung konsekuensi iman. Jika menerima injil Barnabas sebagai suatu kebenaran, berarti orang harus juga menyatakan Al-Qur’an salah. Nah, pilih yang mana: Al-Qur’an atau injil Barnabas?

Ada juga umat islam yang menggunakan janji Yesus kepada para rasul tentang kedatangan Roh Kudus (Injil Yohanes 14: 15 – 31 dan 16: 4 – 15) merupakan ramalan akan kedatangan Muhammad, seperti yang diwahyukan Allah dalam QS al-Araf: 157. Ada satu ironisme di sini. Bagaimana bisa Injil yang sudah dinyatakan palsu dijadikan dasar pembenaran akan kedatangan Muhammad. Jika sumbernya saja sudah palsu, maka seharusnya ramalan atau bahkan kenabiannya pun palsu. Untuk menguji klaim umat islam atas janji Yesus tersebut, pertama-tama orang bisa membaca teks Injil itu secara utuh, secara khusus tugas Roh Kudus itu. Pada ayat 14 disebutkan tugas Roh Kebenaran itu, yaitu memuliakan Yesus dan memberitakan kepada manusia apa yang telah diterima (diajarkan) Yesus (yang kedua ini kembali ditekankan pada ayat 15). Apakah Muhammad memuliakan Yesus; jawabannya TIDAK. Apakah Muhammad menyampaikan apa yang diajarkan Yesus; jawabannya TIDAK. Tentang ajaran ini, yang terjadi justru kebalikan. Yesus mengajarkan cinta kasih, Muhammad mengajarkan kebencian dan permusuhan; Yesus mengajarkan monogami dan menolak perceraian, Muhammad justru menawarkan poligami dan bercerai. Bahkan dia sendiri mempraktekkannya, yang jelas-jelas bertentangan dengan hidup Yesus. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa janji Yesus tentang Roh Kudus, bukanlah merujuk pada sosok Muhammad, seperti yang diklaim umat islam.

Demikianlah kajian atas surah al-Araf ayat 157. Berangkat dari telaah dan kajian wahyu Allah ini, ada beberapa kesimpulan bisa didapat. Pertama, haruslah dikatakan kutipan wahyu Allah di atas berisi kebohongan. Ada 2 kebohongan yang ada, yaitu tentang Muhammad yang tidak bisa membaca dan tentang nama Muhammad yang tertulis dalam kitab Taurat dan Injil. Kedua, kutipan ayat Al-Qur’an di atas bukanlah dari Allah. Bagaimana mungkin Allah yang maha benar dan maha mengetahui memberikan informasi yang tidak benar dan tidak jelas. Ketiga, harus jujur dikatakan kutipan di atas hanyalah kata-kata Muhammad, yang ditempatkan pada mulut Allah, sehingga seolah-olah itu berasal dari Allah.

Dabo Singkep, 23 Oktober 2021

by: adrian

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar