KELUARGA SEBAGAI BENTENG TERHADAP NARKOBA
Dewasa kini masalah narkoba
cukup menyita perhatian kita. Masalah narkoba bukan hanya soal hukuman mati,
melainkan juga soal penyebaran, bahaya pemakaian, bisnis dan rusaknya moral
bangsa. Soal bahaya penyalahgunaan narkoba hampir semua kita sudah
mengetahuinya. Malah bisa dikatakan bahwa narkoba dapat merusak moral bangsa.
Namun menjadi pertanyaan kita, sekalipun sudah tahu berbahaya, kenapa
penyebarannya kian marak.
Ketika seorang dosen
kedapatan menggunakan narkoba, seakan kita sudah kehilangan pegangan. Dosen
atau guru, yang seharusnya memberikan contoh teladan baik bagi generasi muda,
justru terlibat dalam dunia haram ini. Dunia pendidikan sebagai benteng
pertahanan kaum muda dari serangan bahaya narkoba perlahan mulai runtuh.
Dari data yang ada, pengguna
narkoba terbesar berasal dari kalangan kaum muda dan remaja. Mereka umumnya
masih berada di bangku pendidikan. Karena itu, jika lembaga pendidikan saja
sudah tercemar dengan benda haram ini, lantas kepada siapa kita berharap?
Apakah kepada polisi? Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada begitu banyak polisi
juga terlibat dalam bisnis haram ini. Bandingkan saja dengan kisah mafia
narkoba di Amerika dalam film The
American Gangster. Memang seperti film itu, kita juga tentu berharap masih ada
polisi bersih.
Bukan berarti kita
meremehkan polisi atau Badan Narkotika Nasional (BNN), atau lembaga-lembaga
lain. Kita masih bisa berharap kepada mereka (mengharapkan hadirnya polisi
bersih). Akan tetapi, janganlah menggantungkan pengharapan itu hanya kepada
mereka saja. Keluarga hendaknya menjadi benteng pertahanan terakhir melawan
gempuran bahaya narkoba ini.
Jika dikatakan keluarga
sebagai benteng pertahanan melawan bahaya narkoba, disana ada orang tua yang
berperan penting. Para orang tua hendaknya mendidik, membina dan mengawasi
putra-putrinya. Pendidikan dan pembinaan dilakukan sejak anak masih kecil (usia
prasekolah dan usia SD). Di sini anak dilatih untuk mengenal secara umum baik
dan buruk atau boleh dan tidak boleh dengan segala konsekuensinya. Anak juga dilatih
bagaimana menolak tanpa menyakiti hati orang lain.
Di usia akhir SD dan
memasuki usia remaja, orang tua perlu mengajar anaknya tentang penyebaran dan
bahaya narkoba. Berkaitan dengan narkoba ini, orang tua perlu memberikan batasan
yang jelas dan tegas berkaitan dengan boleh dan tidak boleh. Anak juga perlu
diberitahu sikap orang tua jika mereka menggunakan narkoba. Perlu disadari agar
proses penyampaian itu tidak terkesan menggurui, karena salah satu sifat remaja
adalah anti digurui. Namun, jika sejak dini sudah terbangun relasi yang baik
antara orang tua dan anak, kesan itu akan hilang.
Selain mendidik dan membina,
ketika anak memasuki usia remaja, maka orang tua perlu mengawasi mereka.
Mengawasi di sini bukan berarti orang tua selalu berada di samping anaknya,
mengawasi mereka 24 jam. Yang musti diketahui orang tua adalah ke mana dan
dengan siapa anaknya pergi. Dan ketika ia sudah mendapat info dari anaknya,
maka tak salah jika orang tua mengecek kebenarannya di lapangan. Ketika anak
keluar rumah, harus diberi batasan waktu pulang ke rumah. Dalam hal ini anak
perlu dilatih untuk bertanggung jawab atas dirinya, perbuatannya, waktu,
dll.
Perlu disadari oleh para
orang tua, bahwa pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Lebih baik kita
mencegah anak kita untuk tidak terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba
daripada ia sudah kecanduan benda haram tersebut. Oleh karena itu, orang tua
harus mengorbankan ego-nya. Berilah perhatian dan kasih sayang kepada
putra-putri.
Pembekalan yang optimal di
rumah membuat anak siap menghadapi bahaya narkoba. Anak juga akan mampu
menghadapi pengaruh buruk dari pergaulan teman sebayanya. Jika semua ini
berjalan, maka persoalan tinggal menghadapi pemaksaan atau tipu daya. Dewasa
ini ada banyak cara dari pelaku kejahatan narkoba agar anak muda terjerumus
dalam pemakaian narkoba. Salah satu caranya adalah dengan pemaksaan atau
penipuan.
Bagaimana jika anak kita
kedapatan sudah mengonsumsi narkoba? Keluarga tak perlu malu mengakui hal ini.
Tidak ada gunanya menyalahkan anak. Langkah pertama yang musti segera ditunjukkan
kepada anak adalah kasih sayang, bukan menghakimi. Jika keluarga siap dan mampu menangani masalah
tersebut di rumah dengan mengundang tenaga ahli, silahkan saja. Namun jika
tidak, tak salah jika anak dikirim ke panti rehabilitasi.
Pengiriman ke panti
rehabilitasi bukan lantas berarti tugas dan tanggung jawab orang tua selesai.
Untuk bisa lepas dari pengaruh narkoba, anak tetap butuh perhatian, dukungan dan
kasih sayang dari anggota keluarganya.
Pangkalpinang, 5 Juni
2015
by: adrian
Baca
juga tulisan lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar